Menanam benih untuk pembayaran REDD+ di Indonesia
Setelah perundingan Global Climate di Jerman, Indonesia tetap melihat peran sentral hutan dalam menanggulangi perubahan iklim.
Kini, seluruh upaya telah mulai diarahkan untuk membawa negara ini dari tahap kesiapan ke tahap pembayaran berbasis kinerja untuk REDD+, skema nasional untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, dengan penekanan pada konservasi dan pengelolaan hutan lestari.
Tantangannya sekarang adalah menemukan cara untuk memastikan bahwa pembayaran REDD +, insentif finansial untuk mengurangi emisi kehutanan, sampai ke tangan orang-orang yang mengelola hutan tersebut di tingkat bawah. Dan dilihat dari pengalaman skema REDD+ di tempat lain, pemerintah daerah cenderung memainkan peran penting.
“Pemerintah di tingkat sub-nasional akan menjadi sangat penting untuk keberhasilan REDD+ di Indonesia,” kata Shintia Arwida, peneliti untuk Global Comparative Study on REDD + (GCS-REDD+) yang dipimpin oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).
“REDD+ adalah kebijakan nasional, namun perlu diimplementasikan di tingkat sub-nasional. Kami ingin melihat bagaimana pemerintah nasional akan bekerja sama dengan pemerintah daerah, dan pengaturan seperti apa yang akan mereka gunakan untuk mendistribusikan dana dari tingkat nasional sampai ke tingkat proyek,” tambahnya.
Pekerjaan ini telah dimulai, dengan Badan Pengelola Pelayanan Dana Perubahan Iklim (BPDI). Lembaga ini akan beroperasi berdasarkan Peraturan Pemerintah yang telah disahkan terkait Instrumen Ekonomi Lingkungan, yang melibatkan beberapa kementerian, mulai dari keuangan hingga transportasi, energi, pekerjaan umum dan banyak lagi.
Lingkup kebijakan yang kompleks akan menjadi tantangan lebih lanjut untuk menerjemahkan inisiatif nasional ke tingkat lokal. Saat ini tengah berjalan kolaborasi penelitian antara GCS-REDD+ CIFOR bersama Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Sosial Ekonomi dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) untuk menjawab tantangan ini.
Temuan awal mereka dipresentasikan dalam Focus Group Discussion di Jakarta pekan lalu, melibatkan pemangku kepentingan dari lembaga penelitian, pemerintah, donor, lembaga sektor swasta dan pendanaan dari tingkat nasional sampai lokal.