Kebanyakan orang menganggap bambu sebagai ’kayu bagi orang miskin’. Karena banyak kalangan masyarakat berpendapatan rendah yang mengandalkan seluruh atau sebagian mata pencahariannya pada bambu, terutama di Asia, ada beberapa kelompok yang kemudian mulai menggalakkan produksi bambu sebagai salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Mereka ini berasumsi bahwa karena bambu sangat penting bagi kehidupan orang miskin, maka investasi di sektor ini akan membantu golongan masyarakat ini.
Manuel Ruiz Perez, Zhong Maogong, Brian Belcher, Xie Chen, Fu Maoyi, dan Xie Jinzhong mencoba untuk menyelidiki apakah asumsi di atas benar. Mereka melakukan survei terhadap 200 orang petani bambu di empat kota kecil di Cina. Hasil penelitian mereka baru-baru ini muncul dalam suatu artikel berjudul ’The role of bambu plantations in rural development: the case of Anji County, Zhejiang, China’ dalam jurnal World Development.
Sejak tahun 1979, Cina mengubah sistem pertanian kolektif menjadi sistem produksi yang dikelola oleh keluarga, sistem ini dikenal sebagai ’sistem tanggungan keluarga (’household responsibility system’). Para petani sekarang tidak lagi harus menjual hasil usaha mereka kepada negara dan perekonomian mereka meningkat. Akibatnya kebutuhan terhadap hasil hutan meningkat, termasuk bambu.
Dalam artikel ini para penulis mencoba melihat bagaimana perubahan yang berlangsung dalam kasus bambu ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap pendapatan para petani, melalui teknik statistik deskriptif dan analisis regresi ganda. Temuan mereka menunjukkan bahwa kelompok petani yang lebih miskin kekurangan sumber daya untuk dapat sepenuhnya memanfaatkan berbagai peluang yang ada di sektor bambu. Kalangan berpendapatan sedang memperoleh pendapatan mereka sebagian dari sektor bambu, sementara kelompok yang pendapatannya tinggi mendapatkan bagian terbesar dari hasil yang diperoleh dari bambu.
Kelompok petani yang lebih kaya juga memiliki kesempatan tambahan atau alternatif dari sumber-sumber pendapatan lainnya selain dari bambu. Bambu yang sebelumnya dianggap ’kayu bagi orang miskin’, di propinsi Anji bambu merupakan satu contoh pilihan yang baik, terutama bagi petani yang pendapatannya sekarang semakin meningkat karenanya. Ketika para peneliti ini membandingkan pertumbuhan pendapatan petani bambu di delapan kota, mereka menemukan bahwa meskipun tingkat pertumbuhan pendapatan mereka hampir sama, kenaikan yang lebih tinggi secara mutlak di kota-kota yang lebih kaya menyebabkan peningkatan kesenjangan pendapatan di antara kota-kota tersebut.
Temuan ini menjadi peringatan bagi proyek-proyek pembangunan di bidang kehutanan (khususnya yang bersumber pada bambu atau hasil hutan nonkayu) yang bertujuan untuk membantu kalangan masyarakat yang paling miskin di pedesaan.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Bacaan lebih lanjut
Jika anda berminat mendapatkan artikel tersebut, silakan mengirim email kepada: mailto:T.Suhartini@cgiar.org., dan berikan alamat anda.
Komentar untuk artikel ini dapat disampaikan kepada Manuel Ruiz-Perez ( mailto:M.RuizPerez@cgiar.org ) atau Brian Belcher ( mailto:B.Belcher@cgiar.org ).