Dalam memerangi perubahan iklim, berbagai negara memasukkan target pertanian, kehutanan dan pemanfaatan lahan lain dalam Komitmen Kontribusi Nasional (NDCs) yang merupakan bagian dari Perjanjian Paris.
Sektor pemanfaatan lahan memang sangat penting, karena berkelindan dengan keamanan pangan, ekonomi, kesejahteraan, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Sektor ini juga unik, karena memiliki potensi serapan karbon yang besar. Di negara berkembang, perubahan pemanfaatan lahan (mis. deforestasi) dan pertanian seringkali menjadi sumber emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar.
Sayangnya, emisi dari perubahan pemanfaatan lahan sangat sulit dikuantifikasi. Apalagi kapasitas pemantauan di sebagian negara berkembang masih rendah.
Kerangka Kerja Transparansi yang Disempurnakan telah disusun untuk mampu menilai, membandingkan dan memahami komitmen negara di seluruh dunia dalam memerangi perubahan iklim.
Untuk itu, negara-negara harus menyediakan informasi yang diperlukan dalam mengukur kemajuan implementasi dan pencapaian NDC, serta informasi mengenai reduksi emisi GRK. Setiap lima tahun, informasi ini akan dirangkum dalam laporan Serapan Global.
Perjanjian Paris juga mendorong pemangku kepentingan lain, termasuk masyarakat sipil dan sektor swasta berpartisipasi dalam upaya mengatasi dan merespon perubahan iklim.
Hal ini berarti bahwa informasi dari sektor pemanfaatan lahan akan diperlukan untuk menghitung dan mengukur sejauh mana kemajuan terjadi di tingkat lokal, nasional dan global. Selain itu, informasi ini juga diperlukan untuk memandu perencanaan mitigasi lokal, dan implementasi aktivitas pemanfaatan lahan, serta akuntabilitas tindakan dan para pemangku kepentingan (mis. mengukur komitmen ‘nol deforestasi’ korporasi).
Beragam pemangku kepentingan (pemerintah, swasta, pengelola lahan, dll.) akan semakin membutuhkan informasi terpercaya dan terandalkan, metode siap pakai dan solusi open-source yang memungkinkan mereka menilai kondisi, dinamika dan penyebab perubahan terkait sumber daya lahan, penghidupan, perlindungan sosial dan indikator ekuitas.
Oleh karena itu diperlukan pendekatan pemantauan yang dapat dimanfaatkan para pemangku kepentingan tersebut dalam mencapai target mereka, sekaligus juga dipandang cukup transparan dan memiliki legitimasi oleh para pemangku kepentingan lain. Pendekatan ini harus juga mendorong akuntabilitas seluruh pemangku kepentingan lain dalam kerangka Perjanjian Paris.
KEBUTUHAN INOVASI
Lebih dari sekadar upaya pemerintah nasional melakukan pematauan emisi dari sektor Pertanian, Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Lain (AFOLU), muncul kebutuhan pemantauan tambahan. Untuk itu, sebuah inforingkas yang dipublikasikan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) mengungkap optimalisasi peran pendekatan pemantauan independen dalam meningkatkan transparansi sektor pemanfaatan lahan.
Survei terhadap berbagai pemangku kepentingan menunjukkan bahwa pemantauan independen tidak berarti satu alat pemantauan tertentu saja. Pemantauan independen lebih berupa beragam pendekatan yang bertujuan meningkatkan transparansi dan memperluas partisipasi pemangku kepentingan dengan menyediakan metode, data dan alat yang gratis dan terbuka, untuk melengkapi pelaporan wajib pemerintah.
Penelitian CIFOR memberikan rekomendasi kunci bagaimana mengembangkan praktik ‘menjembatani data’. Bukan memaksakaan sistem satu-untuk-semua. Hal ini dilakukan lebih menyederhanakan dan merampingkan dialog antara pengguna dan penghasil data.
Masyarakat ilmiah dapat memainkan peran penting menselaraskan data rujukan, memberikan panduan dan materi pelatihan dalam memaksimalkan pemanfaatan sumber data dan informasi untuk meningkatkan peluang partisipasi dan transparansi.
Negara-negara yang tengah mencoba mengimplementasikan aksi mitigasi terkait hutan dan pertanian dapat menyempurnakan pemanfataan sistem yang terbuka dan siap pakai ini dalam mendorong pemantauan partisipatoris.
Perunding dan peninjau UNFCCC dapat berkontribusi dengan menyediakan panduan modalitas dan praktik baik dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sektor pemanfaatan lahan ini.
MELIHAT KE DEPAN
Laporan penelitian ini memberi titik awal yang baik untuk berdiskusi bagaimana meningkatkan transparansi sektor pemanfaatan lahan dan implikasinya bagi pemantauan, meski masih terdapat banyak masalah lain yang perlu diselesaikan untuk melangkah maju.
Salah satu tantangan utama untuk lebih memahami dinamika pemanfaatan lahan adalah integrasi informasi biofisik. Mulai dari inventarisasi lapangan dan penginderaan jarak jauh, dengan data sensus penghidupan, perlindungan sosial dan indikator ekuitas.
Satu hal yang membuat upaya ini lebih rumit, adalah karena kita tidak boleh memantau tujuan iklim saja, tetapi perlu pula dipantau perubahan kelembagaan dan proses sosial. Berbagai sumber dan jenis pemantauan dan pelaporan (mis. sistem pemantauan nasional, pemantauan independen, penilaian komitmen sektor swasta) harus ko-eksis dan diintegrasikan dalam sistem multi-level, fleksibel dan beragam.
Hal ini jelas menjadi tugas besar yang membutuhkan pendekatan lintas disiplin. Peningkatan transparansi memang memerlukan usaha keras. Namun kita berharap mampu mengarah pada perubahan transformasional dalam mewujudkan Perjanjian Paris. Dan harapan-harapan baik lainnya.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org