Berita

Bagaimana pepohonan baik bagi kita? ‘Para Penjaga’ mungkin punya jawaban

Apa yang diharapkan bisa dicapai adalah menemukan bagaimana pepohonan bisa membawa penghidupan lebih baik
Bagikan
0
Alto Mayo, Peru, di wilayah Barat Amazon—satu dari tujuh “bentang alam penjaga” dimonitor dalam rentang waku oleh para ilmuwan. Bruno Locatelli/CIFOR photo

Bacaan terkait

NAIROBI, Kenya—Inisiatif riset ini unik, masif—dan sangat ambisius—, meliputi sembilan bentang alam di 20 negara di tiga benua.

Melibatkan sejumlah ilmuwan dan praktisi dari 60 organisasi, dan mengerahkan persenjataan lengkap metode riset dari survei kepala keluarga hingga sampel tanah, dari inventarisasi tumbuhan hingga citra satelit.

Dan ini semua dilakukan untuk menjawab pertanyaan tidak biasa, mungkin melawan intuisi:

Apakah pohon “baik” untuk bentang alam — dan “baik” untuk kita? (Dan jika ya, berapa besar bermanfaat?”

“Apa yang kami harapkan bisa dicapai adalah menemukan kapan pepohonan di bentang alam bisa membawa penghidupan lebih baik, nutrisi lebih baik, pemasukan lebih baik, dan orang lebih bahagia,” kata Anja Gassner, peneliti Pusat Penelitian Agroforestri Dunia (ICRAF). Gassner memimpin inisiatif Penjaga Bentang Alam, bagian dari Program Riset CGIAR mengenai Hutan, Pohon dan Agroforestri (FTA), dipimpin oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR). “Dapatkah kita mengkuantifikasi kontribusi mereka pada lingkungan lebih sehat, lebih berkelanjutan?”

Tujuannya melihat “bentang alam” untuk analisis tersebut, menurut Gassner, adalah bergerak di luar batasan pendekatan ekosistem, yang muncul di seputar pekerjaan konservasi dan keragaman hayati. “Kami menggunakan istilah ‘bentang alam’ karena orang bisa berterima dengan itu,” katanya. “Di sinilah kita sebagai manusia berinteraksi dengan lingkungan, tempat kita membentuk lingkungan dan lingkungan membentuk kita.”

Pendekatan bentang alam,” kata para pakar, dapat membantu mencapai keseimbangan tepat antara kebutuhan konservasi bentang alam, berorientasi terutama pada alam, dan kebutuhan pembangunan masyarakat. Pendekatan ini dapat membantu diskusi beragam kelompok dengan kepentingan berbeda menemukan kesamaan dan saling melengkapi dalam sebuah bentang alam.

Pendekatan bentang alam, seperti ditulis Direktur Jenderal CIFOR Peter Holmgren baru-baru ini, “bukan soal mencapai target performa biofisik yang telah ditetapkan, tetapi soal merundingkan keragaman nilai.”

Seperti istilah “pengawal bentang alam”—yang membuat inisiatif ini unik.

DARI KEDOKTERAN KE KEHUTANAN

“Penjaga Bentang Alam” memonitor perubahan terhadap waktu — dan efek perubahan terhadap lingkungan dan penghidupan masyarakat lokal. Gassner menjelaskan bahwa istilah “penjaga” dipinjam dari ilmu kedokteran, merujuk pada indikator klinis memantau kesehatan dalam rentang waktu.

Diluncurkan pada 2011, inisiatif Penjaga Bentang Alam ditujukan menguji hipotesa bahwa ada hubungan terukur antara lingkungan dan penghidupan desa secara independen dalam konteks lingkungan dan kultural. Tetapi ini juga merespon seruan riset berbasis-lebih luas: Agar temuan bermanfaat bagi pengambil kebijakan, khususnya pada tingkat regional dan global, studi kasus spesifik – lokasi kurang tepat seperti penelitian yang mengungkap pola global, demikian temuan kajian ilmu sosial CGIAR 2009.

Jadi, pelajaran dari bentang alam penjaga bisa membantu memberi informasi proyek pembangunan di tempat lain, dengan kumpulan data global dengan resolusi tinggi dan dalam jangka panjang.

FTA dan penelitiannya mengenai bentang alam adalah upaya kolaboratif, melibatkan enam organisasi riset internasional: CIFOR, ICRAF, Biodiversity, Pusat Penelitian Agrikultur Tropis (CIAT), pusat riset dari Prancis CIRAD, dan Institut di Kosta Rika CATIE.

Selama fase awal FTA, inisiatif Penjaga Bentang Alam membentuk tim riset interdisiplin yang menangani proses pemilihan tujuh prioritas bentang alam dalam batas geografis, masing-masing dua di Amerika Latin dan Afrika, serta tiga di Asia. Untuk alasan praktis, mereka kemudian mengidentifikasi empat “lokasi penjaga” di tiap bentang alam, tempat data dikumpulkan. Mereka juga mengembangkan metodologi dengan standar dan siap bekerja menghitung data penghidupan, lingkungan dan lembaga di seluruh jaringan tujuh bentang alam.

Alto Mayo, Peru, di wilayah Barat Amazon—satu dari tujuh “bentang alam penjaga” dimonitor dalam rentang waku oleh para ilmuwan. Bruno Locatelli/CIFOR photo

Alto Mayo, Peru, di wilayah Barat Amazon—satu dari tujuh “bentang alam penjaga” dimonitor dalam rentang waku oleh para ilmuwan. Bruno Locatelli/CIFOR photo

Penjaga Bentang Alam Regional

  1. Kalimantan – Sumatra
  2. Lintang Tropis Lembab Afrika Tengah
  3. Mekong
  4. Nikaragua – Honduras
  5. Afrika Barat (termasuk Daerah Aliran Sungai Niger di tenggara Mali dan DAS Volta di Burkina Paso, utara Ghana dan utara Togo
  6. Ghats Barat di India
  7. Amazon Barat (Peru, Bolivia and Brazil)

KOMODITAS DAN BENTANG ALAM

Mengingat FTA juga memiliki tema riset terfokus dampak perdagangan dan rantai nilai global pada bentang alam, peneliti mengakui perlunya dua “basis-tema” bentang alam tambahan pada seluruh tiga benua yang memiliki kesamaan komoditas khusus.

Pertama, Observatori Hutan Tropis Terkelola, terfokus pada kayu. Ini terkait 24 lokasi uji coba dengan 462 lokasi dan total hampir 1.000 tahun pemantauan pengumpulan data oleh perusahaan perkayuan dan peneliti lebih dari beberapa dekade, yang digunakan untuk menilai dampak penebagan selektif terhadap dinamika hutan, simpanan karbon dan komposisi spesies pohon. Empat puluh lima peneliti terlibat dalam meta-analisis data Daerah Aliran Sungai Amazon dan Kongo, serta di Asia Tenggara.

Jika kita benar-benar bisa mengkuantifikasi tantangan lingkungan dan kelembagaan yang memungkinkan orang menghargai pohon di hutan dan di perkebunan, maka kita bisa memberi rekomendasi pada pengambil kebijakan untuk memungkinkan masyarakat lokal dan politisi memetik manfaat terbaik dari pepohonan di bentang alam.

Bentang Alam Rantai Nilai Sawit terlihat sebagai salah satu komoditas perkebunan paling cepat tumbuh. Walaupun sawit berasal dari Afrika Barat, kini ditanam di Malaysia dan Indonesia dalam perkebunan skala besar sebagai komoditas global. Sebagai satu tanaman paling kontroversial saat ini, sawit juga menjadi tanaman penghasil minyak paling efisien, dengan pemasukan paling menarik bagi petani kecil. Kecepatan ekspansinya sudah terlokalkan, menghancurkan habitat unik, yang menimbulkan protes lingkungan, kata Gassner.

“Saya melakukan survei helikopter di atas Provinsi Sabah, Malaysia,” katanya. “Dan Anda tidak lihat apa-apa selain sawit sepanjang bermil-mil.”

Sementara sawit menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi impresif Malaysia, sawit juga memakan korban. Hari ini, hutan dipterokarpa dataran rendah Sabah, tempat spesies penting seperti orangutan dan badak sumatera, hanya dapat ditemukan di area terlindung; peternak tradisional kecil yang mendukung strategi keragaman penghidupan dan tulang punggung produksi pangan domestik diganti oleh tegakan monokultur sawit. Jadi kita ingin belajar dari tempat-tempat sawit mulai berkembang dalam skala masif.

Untuk alasan ini, tim penjaga bentang alam mencari bagaimana bentang alam sawit ditetapkan di Indonesia dan Malaysia dan yang baru dari Kolumbia, Peru, Kamerun dan Nigeria.

“Tujuannya,” kata Gassner, “adalah untuk melihat bagaimana pengaturan lokal di tiap bentang alam tersebut mempengaruhi rantai nilai komoditas global dan membentuk model bisnis sawit berbeda dan dampaknya pada skala bentang alam.”

Tim Penjaga Bentang Alam berada dalam tahap final pengumpulan data, untuk memberi jawaban terhadap banyak pertanyaan mengenai interaksi antara pohon dan lingkungan serta pohon dan manusia.

“Jika kita benar-benar dapat mengkuantifikasi tantangan lingkungan dan kelembagaan yang memungkinkan atau menghambat orang menghargai pohon di hutan dan di peternakan, maka kita bisa memberi rekomendasi pada pengambil kebijakan untuk memungkinkan masyarakat lokal dan politisi untuk memetik manfaat terbaik dari pohon dalam bentang alam,” kata Gassner.

“Jadi pada Juni 2015 kita berharap bisa menyatakan pada Anda apakah pohon baik untuk Anda.”

Untuk informasi lebih mengenai penjaga bentang alam, hubungi Anja Gassner di a.gassner@cgiar.org atau Robert Nasi di r.nasi@cgiar.org.

Riset CIFOR mengenai bentang alam penjaga merupakan bagian dari Program Riset CGIAR mengenai hutan, pohon dan Agroforestri.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org