BOGOR, Indonesia (5 Juli 2013)_CIFOR membuat analisis citra satelit baru untuk wilayah Provinsi Riau, Sumatera, yang tampaknya menjadi area yang paling parah terkena dampak akibat kebakaran yang menyebabkan masalah asap di Sumatera, Singapura dan Malaysia. Meskipun beberapa asesmen terbaru menggunakan peringatan kebakaran harian dari NASA untuk menentukan letak kebakaran, kami menambahkan citra dengan resolusi lebih tinggi menggunakan satelit Landsat 8 yang baru diluncurkan guna memetakan titik api. Citra Landsat direkam pada 25 Juni 2013.
Walau analisis kami masih berupa pendahuluan, hal ini memunculkan beberapa pertanyaan penting yang menarik dan wawasan mengenai lokasi, konteks dan penyebab kebakaran.
Kami ingin berbagi observasi dan hipotesis terkait dibawah ini, serta berharap akan tanggapan Anda.
KUNCI OBSERVASI
1.Terdapat puncak yang berbeda dalam peringatan kebakaran harian NASA dalam rentang waktu sangat singkat antara 17 dan 25 Juni (Gambar 1).

Gambar 1. Peringatan kebakaran harian NASA di Sumatera selama Juni 2013, menunjukkan puncak aktivitas api antara 17 dan 25 Juni.
2.Kami menemukan kaitan spasial kuat antara lokasi peringatan api dan area terbakar terobservasi di citra Landsat 8 pada 25 Juni (Gambar 2). Total 100.000 hektare (1.000 km2) titik api dipetakan dalam potret area terdampak paling parah Landsat, yang merupakan 3% dari total area yang dikaji.

Gambar 2. Sebuah foto di atas Riau menunjukkan area terbakar Juni 2013 (merah) dipetakan menggunkan citra LANDSAT 8 pada 25 Juni 2013 (latar) dengan peringatan kebakaran NASA (titik kuning) dideteksi antara 1 dan 30 Juni 2013.
3. Bagian sangat besar proporsi titik api berada pada pada lahan gambut, dibandingkan dengan tanah mineral pada lahan (Gambar 3).

Gambar 3.100,000 ha wilayah dipetakan terbakar (merah) dalam area terdampak paling parah citra LANDSAT (kotak hitam). Peringatan kebakaran NASA ditandai dengan titik kuning Tidak semua area terbakar terindikasi karena tutupan awan dan asap serta citra yang hilang. Sebagian besar api berada di lahan gambut (area coklat).
4. Titik api yang diamati didominasi berada di wilayah penggunaan lahan perkebunan mapan, baik itu skala besar maupun kecil. Sebagian besar kebakaran Juni 2013 dalam wilayah kajian terjadi di luar hutan alam (Gambar 4). Bagaimanapun beberapa titik api tampak bergerak dari perkebunan hutan alam berdekatan.

Gambar 4. Empat foto LANDSAT 8 pada 25 Juni 2013 di atas Riau menunjukkan wilayah yang baru terbakar (wilayah ungu tua). Garis-garis asap menunjukkan kebakaran aktif, masih dapat dilihat di foto bagian kiri. Bentuk persegi panjang area terbakar berada di tengah perkebunan (pola berjajar dan persegi), menyatakan bahwa kebakaran disengaja sebagai bagian dari pengelolaan perkebunan yang ada.
5. Kebakaran terjadi di lokasi perkebunan baik akasia maupun minyak sawit dengan sedikit atau tidak ada tutupan pohon dan pada tempat yang berisi tegakan pohon perkebunan (Gambar 5).

Figure 5. (A) (A) Foto di atas perkebunan akasia dua bulan sebelum kebakaran (22 April 2013). Pola mirip persegi berjajar menunjukkan perkebunan industri. Area hijau menunjukkan pohon akasia tua. Area coklat menunjukkan tanah telanjang. Garis luar kuning menunjukkan wilayah yang terbakar antara 17 dan 25 June 2013. (B) Area yang sama setelah kebakaran (25 June 2013). Area terbakar (ungu tua dengan garis luar kuning) meliputi wilayah yang tadinya tanah dan pohon akasia tua.
6. Area kebakaran terobservasi berada di dalam dan di luar wilayah konsesi, yang ditentukan dari peta resmi yang ada (Gambar 6). Sebagian titik api berada di luar wilayah konsesi ini memiliki pola yang menunjukkan perkebunan mapan.

Gambar 6. Sebuah foto LANDSAT 8 diambil pada 25 Juni 2013 menunjukkan perkebunan industri yang ada (mirip pola berjajar persegi) di luar peta konsesi yang dipublikasikan (garis luar merah: minyak sawit; garis luar biru: akasia).
7. Banyak titik api pada Juni 2013 berada di wilayah yang diklasifikasikan sebagai hutan alam pada 2007 (Gambar 7).

Gambar 7. Area yang terbakar pada Juni 2013 (merah) dan tutupan hutan alam 2007 (hijau).
HIPOTESIS
1. Banyak kebakaran pada Juni 2013 merupakan bagian dari proses pengembangan dan pengelolaan perkebunan. Rentang waktu sangat singkat ketika kebakaran memuncak, proporsi tertinggi terjadi pada lahan gambut, merupakan pola khas pengelolaan perkebunan di wilayah kebakaran, serta kurangnya peta konsesi terbaru mendukung hipotesis ini.
2. Kondisi cuaca (termasuk pola angin) memperburuk masalah asap pada Juni 2013 dibanding dengan kejadian kebakaran sebelumnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Sangat cepatnya ketersediaan data Landsat 8 memungkinkan kami melakukan asesmen tepat waktu mengenai titik api dan menghubungkan data dengan penggunaan lahan. Walaupun, lebih banyak data lapangan dibutuhkan untuk menegaskan kejadian dan proses tepat penyebab kebakaran.
Untuk informasi lebih dalam dari isu yang didiskusikan dalam artikel ini, silahkan hubungi David Gaveau di d.gaveau@cgiar.org atau Mohammad Agus Salim di m.salim@cgiar.org
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org