Wawancara

Kerangka kerja legal bagi REDD+: interview dengan Barry Gardiner dari parlemen Inggris

Prioritas legal REDD+ harus menciptakan struktur yang menjelaskan mandat berbagai lembaga pada setiap tingkat pemerintahan.
Bagikan
0
Para legislator harus mempergunakan tanggung jawab pengawasan mereka untuk memastikan bahwa peraturan mengenai kehutanan ditegakkan dengan benar. Dita Alangkara/CIFOR.

Bacaan terkait

DOHA, Qatar (27 November, 2012)_Anggota parlemen Inggris Barry Gardiner, seorang pengacara yang penuh pengabdian pada kebijakan lingkungan hidup, berbcara kepada  Forests News tentang REDD+ dalam Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja mengenai Perubahan Iklim PBB ke-18 (UNFCCC COP18) di Doha, Qatar.

Salah satu keprihatinan utama tentang skema yang didukung PBB ini ialah apakah negara-negara berkembang akan mampu menerapkan kerangka kerja hukum dan kebijakan yang diperlukan agar skema ini berhasil. Para legislator di negara berkembang dan negara maju semua memiliki peran penting untuk dijalankan dalam menciptakan kerangka kerja ini dan perlu menggunakan peran pengawasan mereka untuk memastikan bahwa sumber daya yang cukup diarahkan ke skema tersebut, ujar Gardiner.

Gardiner juga adalah Wakil Presiden dari Global Legislators Organisation (GLOBE International) untuk Inggris, sebuah organisasi yang berusaha untuk memperkuat peran anggota parlemen dalam menangani berbagai tantangan lingkungan hidup.

T:Dari sudut pandang gambaran besarnya, apakah kita berada pada jalur yang benar bila berbicara mengenai penempatan kerangka kerja hukum untuk mendukung REDD+?

J: Kita masih jauh dari mencapai kerangka kerja hukum yang memadai…tetapi kita harus ingat bahwa REDD+ merupakan sebuah konsep yang relatif baru dan terus berubah, dan juga konsep yang rumit. Apa yang baik ialah bahwa ada peningkatan dalam jumlah penelitian yang sedang dilakukan ke arah reformasi legal REDD+ yang potensial dan sejumlah program baru sudah muncul, yaitu untuk menguji gagasan-gagasan tersebut dengan sejumlah pemangku kepentingan utama.

Sejak saat REDD+ muncul di radar, para pejabat eksekutif pemerintah telah terlibat dengan agenda REDD+. Selama ini sudah ada fokus terhadap persiapan strategi nasional yang memberikan ikhtisar mengenai kerangka kerja kelembagaan, program-program strategis, fase implementasi dan berbagai kegiatan sub-nasional. Penekanan awal ini penting untuk menciptakan sebuah visi dan seperangkat sasaran yang berkaitan untuk mencapai REDD+. Namun, sekarang ada pergeseran yang sedang terjadi ke arah memadukan unsur-unsur utama strategi nasional ini ke dalam kerangka kerja hukum yang sudah ada di banyak negara.

Di sinilah kerja keras itu benar-benar dimulai.

Strategi REDD+ nasional sering kali telah dipersiapkan dalam kungkungan satu kementerian (atau satu kelompok kecil), sehingga sementara strategi ini merupakan satu langkah maju yang penting, ujian sebenarnya dari efektivitasnya ialah apakah visi yang dicerminkannya dapat mengumpulkan dukungan politik yang lebih luas (di lembaga legislatif maupun parlemen). Semua strategi REDD+ nasional menyoroti undang-undang dan peraturan yang berlaku yang perlu diamandemen atau menggambarkan ketidakkonsistenan hukum yang perlu diselesaikan sebagai bagian dari penanganan deforestasi.

Hal ini membutuhkan bukan saja pengetahuan teknis, tetapi juga pengetahuan politik.

Dengan mempertimbangkan hal ini dan berdasarkan perbincangan saya dengan banyak legislator, saya prihatin dengan kurangnya kesadaran dan pemahaman mengenai manfaat potensial REDD+ dalam parlemen berbagai negara berkembang yang kaya akan hutan.  Yang lebih memprihatinkan lagi ialah usaha terbatas yang telah dilakukan untuk terlibat dengan para legislator untuk mengembangkan dukungan mereka untuk REDD+. Tanpa memastikan dukungan legislator yang berpengaruh, akan semakin sukar untuk mencapai reformasi hukum yang diperlukan untuk mendukung REDD+.

T. Apakah unsur-unsur penting yang diperlukan dalam kerangka kerja semacam itu dan mengapa hal tersebut sedemikian penting?

J. Sebagai bagian dari GLOBE Legislators’ Forest Initiative (GLFI), satu tim ahli hukum bidang lingkungan hidup dari Brasil, Republik Demokrasi Kongo (RDK), Indonesia dan Meksiko telah melakukan penelitian komprehensif dan melibatkan pemangku kepentingan untuk menjajaki pilihan-pilihan untuk reformasi kebijakan hukum di empat negara ini.

Salah satu tema berulang dari penelitian ini ialah kebutuhan untuk menjernihkan tenurial lahan, hutan dan karbon sebagai prioritas legal untuk REDD+. Tanpa adanya struktur kepemilikan yang jelas, menjadi mustahil untuk merencanakan dan mendistribusikan risiko dan manfaat yang berasal dari kegiatan sekuestrasi karbon. Tugas ini sering kali menjadi rumit karena tumpang tindihnya sistem tenurial negara dengan sistem tenurial adat, yang membutuhkan kerangka kerja hukum REDD+ untuk didasarkan pada partisipasi menyeluruh dari pemangku kepentingan untuk memastikan pengakuan atas hak-hak penduduk asli dan komunitas hutan terhadap karbon.

Isu legal umum lainnya yang dikenali ialah adanya kontradiksi antara berbagai peraturan daerah, misalnya peraturan kehutanan, pertanian dan pertambangan. Adalah penting bahwa terjadi keselarasan yang lebih baik di antara sektor-sektor utama tata guna lahan. Hal ini akan memerlukan perencanaan spasial untuk diperbarui pada tiap tingkatan pemerintah dan untuk penanganan secara transparan atas ketidakkonsistenan sistem-sistem konsesi dari peraturan-peraturan daerah yang saling bertentangan.

Masalah hukum utama lainnya ialah koordinasi antara berbagai peraturan pada tingkat pemerintah yang berbeda. Banyak negara REDD+ merupakan negara federal dengan berbagai tingkatan desentralisasi…Prioritas legal untuk REDD+ haruslah menciptakan struktur-struktur kelembagaan yang jelas yang menjelaskan mandat berbagai lembaga pada setiap tingkat pemerintahan.

T. Negara manakah yang telah membuat kemajuan terbesar dalam membangun kerangka kerja hukum dan legislatif mereka sejauh ini? 

J. Beberapa bulan yang lalu Kongres Meksiko mengajukan satu set amandemen terhadap undang-undang lingkungan hidup (1988) dan undang-undang pembangunan berkelanjutan hutan (2003), yang menyelaraskan penetapan istilah-istilah penting, mendukung pengembangan instrumen-instrumen ekonomi untuk meningkatkan layanan lingkungan hidup yang menyediakan manfaat untuk para pemilik hutan dan pengguna lahan hutan, dan memasukkan seperangkat pengamanan REDD+. Proses legislatif ini ..menyediakan sebuah templat berharga yang dapat diikuti oleh para legislator nasional lainnya ketika meningkatkan peraturan-peraturan REDD+ mereka.

Negara-negara lain tengah mempertimbangkan sebuah undang-undang REDD+ baru untuk menciptakan suatu kerangka kerja hukum yang lebih luas. Brasil merupakan contoh yang menarik dari pendekatan ini, di mana sebuah Proyek undang-undang REDD+ sedang dipertimbangkan oleh kedua House of Congress. undang-undang ini akan menciptakan sebuah Sistem REDD+ Nasional, memperjelas kegiatan-kegiatan mana yang memenuhi syarat untuk REDD+, menetapkan Komisi REDD+ Nasional untuk mengawasi implementasi, dan membedakan antara kredit REDD+ sistem berbasis dana atau sistem berbasis pasar. Berkaitan dengan hak-hak dan kepemilikan karbon, rancangan undang-undang tersebut menunjukkan bahwa kepemilikan kredit REDD+ mungkin akan menyusul setelah kepemilikan hutan dan lahan.  Proyek undang-undang tersebut saat ini berada di Komisi ketiga dan bisa dibilang paling penting di Dewan Perwakilan, Komisi Pertanian. Amandemen yang diajukan oleh Pelapor memberikan kejelasan dan perlindungan lebih jauh terhadap hak-hak penduduk aseli dan masyarakat adat berkaitan dengan tenurial, pembagian keuntungan dan penyelesaian sengketa.

T.Kontribusi apakah menurut Anda yang dapat diberikan oleh legislator nasional untuk mendukung efektivitas proses REDD+?

Cara primer di mana seorang legislator dapat mendukung REDD+ ialah dengan memainkan peran aktif dalam menciptakan suatu kerangka kerja hukum yang mendukung implementasi strategi nasional yang efektif.

Para legislator harus menggunakan tanggung jawab pengawasan mereka untuk memastikan bahwa peraturan-peraturan ditegakkan dengan benar. Ini merupakan area di mana GLOBE Internasional sedang melakukan penelitian  lebih jauh dalam kerja sama dengan Overseas Development Institute (ODI) untuk menjajaki mekanisme formal untuk pengawasan parlementer terhadap pelestarian dan pengelolaan hutan di negara-negara utama REDD+.

Di negara-negara di mana parlemen secara aktif terlibat dalam menentukan anggaran nasional, para legislator dapat meminta agar dialokasikan pengeluaran dana hutan terkait iklim yang cukup untuk mendukung implementasi strategi REDD+. SEring kali lembaga yang bertanggung jawab untuk mengelola taman nasional hutan tidak memiliki cukup sumber daya untuk secara efektif menegakkan peraturan dan menangani kegiatan melanggar hukum, sehingga tekanan parlementer untuk meminta kapasitas implementasi yang lebih besar akan mendukung sasaran-sasaran REDD+.

Para legislator mempunyai tanggung jawab untuk mewakili hak-hak konstituen mereka. Hal ini khususnya penting untuk REDD+ karena penting bahwa pandangan dan keprihatinan komunitas hutan didengar dalam debat-debat politik nasional mengenai penanganan deforestasi. Oleh karenanya, para legislator yang mewakili kelompok-kelompok yang berhutan tropis harus memainkan peran aktif baik dalam mendengarkan orang-orang yang hidup dalam dan di sekitar hutan, dan memperjuangkan serta memenangkan alsan mereka untuk meamstikan bahwa REDD+ memberikan solusi pengembangan pro-rakyat miskin.

Akhirnya, saya harus menambahkan bahwa bukan saja para legislator nasional dari negara-negara berkembang yang berhutan yang dapat mendukung proses REDD+. Para anggota parlemen dari negara maju dapat melobi pemerintah mereka untuk memberikan komitmen keuangan tambahan dan ambisius sebagai penukar dari pengurangan emisi hutan yang terverifikasi. Sementara program-program yang mendapat dana internasional yang mendukung pengembangan kebijakan, pembangunan kapasitas dan penguatan “kesiapan” bersifat penting, tanpa pendanaan yang aman, dapat diduga dan jangka panjang, pastilah sangat menantang bagi suatu pemerintah untuk memprioritaskan REDD+ terhadap pilihan-pilihan yang sudah ditetapkan dalam pembangunan dengan izin untuk melakukan deforestasi.

Barry Gardiner MP akan menjadi pembicara utama pada Forum Diskusi tentang Kerangka Kerja Tata Kelola untuk REDD+ pada Hari Hutan ke-6, yang akan diselenggarakan di Doha, Qatar, sebagai acara sampingan dari UNFCCC COP18 pada tanggal 2 Desember.

Untuk artikel-artikel lebih lanjut mengenai pembicaraan iklim PBB di  Doha, klik di sini.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org