Berita

Pentingnya Investasi Kesehatan Tanah untuk Netralitas Degradasi Lahan

Pemantauan karbon tanah lokal hingga pembangunan Tembok Hijau Raksasa multinasional menjadi contoh upaya yang bisa dilakukan banyak negara untuk melawan degradasi.
Bagikan
0
Inisitatif Tembok Hijau Besar. Peta oleh: John Kappler/National Geographic

Bacaan terkait

Sejak saya mulai mempelajari tanah 25 tahun lalu, kita telah melihat beberapa kemajuan luar biasa terkait ilmu ini. Kita juga telah memiliki perkembangan kesadaran kolektif bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk mengatasi degradasi lahan dan penggurunan–jenis degradasi ketika lahan yang relatif kering menjadi semakin gersang, kehilangan badan air, vegetasi, dan juga hewan liar.

Tanah merupakan kulitnya bumi. Saat ini sangatlah penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap tanah dan memastikan kesehatan tanah menjadi agenda internasional.

Pada 17 Juni, kita merayakan Hari Penggurunan dan Kekeringan–secara resmi ditetapkan Majelis Umum PBB sebagai Hari Penanggulangan Penggurunan dan Kekeringan Sedunia. Perayaan ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran atas cepatnya transformasi penggunaan lahan yang telah menyebabkan lebih dari 30 persen permukaan bumi terdegradasi. Penyebab degradasi ini beragam, mulai dari praktik pertanian dan pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan, penggundulan hutan, hingga perluasan kota, yang semuanya diperburuk oleh perubahan iklim.

Perayaan tahun ini juga menandai peringatan 30 tahun Konvensi PBB tentang Penggurunan/Degradasi Lahan (United Nation Convention to Combat Desertification/UNCCD). Konvensi ini dibentuk pada tahun 1994 guna melindungi dan memulihkan lahan sekaligus memastikan masa depan yang lebih aman, adil, dan berkelanjutan.

Meski sudah ada konvensi yang mengikat secara hukum ini–yang melibatkan 196 negara dan Uni Eropa–tetap saja degradasi lahan terjadi makin cepat di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Hal ini berdampak pada sekitar 2 miliar hektare lahan (seperempat luas lahan global) dan 3,2 miliar orang.

Sementara itu, penggurunan berdampak pada setidaknya 170 negara yang telah menandatangani konvensi ini. Penyebabnya, manusia telah mengubah lebih dari 70 persen wilayah bumi dari kondisi aslinya.

Melangkah Maju

Dalam upaya untuk membalikkan tren yang mengkhawatirkan ini, UNCCD telah mencapai beberapa pencapaian penting. Khususnya selama periode UN Decade for Deserts and the Fight Against Desertification, yang berlangsung sejak tahun 2010 hingga 2020.

Selama periode ini, UNCCD meningkatkan kesadaran global mengenai penggurunan secara signifikan. Mereka juga memperluas basis pengetahuan dan sains serta mendorong banyak pemerintah untuk mengadopsi kebijakan yang menciptakan insentif bagi para pengguna lahan guna menghindari, mengurangi, atau membalikkan degradasi.

UNCCD juga telah mempromosikan konsep netralitas degradasi lahan (land degradation neutrality/LDN). Konsep ini menyerukan adanya hierarki tindakan: penghindaran, minimalisasi, dan penyeimbangan secara berurutan. Tujuannya untuk memastikan bahwa setiap degradasi baru pada suatu lahan bisa terkompensasikan oleh restorasi dan rehabilitasi atas lahan lain yang sebelumnya juga telah terdegradasi.

Ketentuan formal LDN dibuat pada 2015, dan Majelis Umum PBB mengadopsi konsep tersebut sebagai Target 15.3 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) pada tahun yang sama. Sebuah Kerangka Konseptual Ilmiah untuk LDN telah disahkan oleh negara-negara anggota UNCCD pada September 2017, dan lebih dari 110 negara mulai menerapkan konsep LDN ini.

Hingga saat ini, 78 negara telah melaporkan 484 target demi mencapai LDN pada 2030. Target-target ini menyoroti perlunya pemantauan dan pelaporan yang kuat terhadap sejumlah indikator, salah satunya karbon organik tanah.

UNCCD juga telah merilis Kerangka Strategis 2018–2030 yang merupakan komitmen global paling komprehensif untuk mencapai LDN. Kerangka ini bertujuan untuk memulihkan produktivitas lahan luas yang terdegradasi, sehingga meningkatkan penghidupan masyarakat dan mengurangi dampak kekeringan terhadap kelompok rentan.

Simbol yang paling dikenal dari upaya ini adalah Tembok Hijau Raksasa. Proyek besar itu bertujuan untuk memulihkan bentang alam Afrika yang terdegradasi dan mengubah jutaan kehidupan di wilayah Sahel. Diluncurkan oleh Uni Afrika pada 2007, struktur kehidupan terbesar di dunia itu akan membentang sepanjang 8.000 kilometer melintasi 11 negara di benua tersebut. Diharapkan, Tembok Besar Raksasa mampu membantu memulihkan 100 juta hektare lahan yang terdegradasi dan menciptakan 10 juta lapangan kerja ramah lingkungan pada tahun 2030.

Kampanye Growing a World Wonder yang dicanangkan UNCCD telah meningkatkan pengetahuan mengenai Tembok Hijau Raksasa. Kampanye tersebut telah menjangkau jutaan orang melalui media, acara-acara, dan keterlibatan masyarakat sipil.

Tanah yang Sehat

Salah satu cara penting untuk mencapai netralitas degradasi lahan adalah dengan mencegah erosi tanah. Erosi merupakan bentuk paling luas dari degradasi lahan. Tanah yang sehat ialah fondasi bagi berfungsinya ekosistem, termasuk lanskap pertanian berkelanjutan, padang rumput, lahan basah, lahan gambut, dan hutan. Jadi, tanah yang sehat sangat penting jika kita ingin mencapai restorasi ekosistem berbasis lahan, dan juga SDGs.

Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) memiliki hasil penelitian yang kuat dan dapat ditindaklanjuti mengenai kesehatan tanah dan lahan. Penelitian ini berfokus pada kemampuan tanah dalam menyerap karbon; menyimpan dan mengatur air dan unsur hara; dan menyediakan berbagai jasa ekosistem.

CIFOR-ICRAF juga memiliki laboratorium spektroskopi tanah yang canggih dan database global mengenai indikator kesehatan ekosistem. Database ini menggunakan Land Degradation Surveillance Framework (LDSF), yang merupakan salah satu metode terbaik di dunia untuk analisis tanah berskala besar dan akurat. Dengan melakukan penilaian multi-skala terhadap kesehatan lahan dan tanah di seluruh lanskap, CIFOR-ICRAF dapat memberikan analisis di tingkat pertanian, lanskap, hingga global. Kumpulan data ini dapat digunakan untuk membantu negara-negara memantau target LDN, target restorasi, dan bahkan Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) mereka ketika kesehatan tanah disertakan.

CIFOR-ICRAF juga mengoperasikan Laboratorium Tanah Hidup (Living Soils Laboratory), yang berfokus pada penelitian komponen kehidupan tanah. Riset ini bertujuan untuk mempelajari bagaimana biota tanah–yang terdiri atas organisme seperti cacing tanah, rayap, jamur, dan bakteri–memulihkan dan mempertahankan fungsi ekologis melalui pengelolaan pertanian dan intervensi agroforestri.

Koalisi Aksi

Selama KTT Sistem Pangan PBB pada 2021, para delegasi mendapat penegasan bahwa fokus terhadap kesehatan tanah diperlukan untuk membantu mengubah sistem pangan global. Pada acara yang sama, Coalition of Action 4 Soil Health (CA4SH) diluncurkan untuk meningkatkan kesehatan tanah secara global dengan mengatasi hambatan-hambatan kritikal dalam penerapan, pemantauan, kebijakan dan investasi yang menghambat para petani untuk mengadopsi dan meningkatkan praktik tanah yang sehat.

Dipimpin bersama oleh CIFOR-ICRAF dan tergabung dalam UNCCD, koalisi ini bertujuan untuk mengintegrasikan pertimbangan kesehatan tanah ke dalam kebijakan. Koalisi ini juga bermaksud memperluas penelitian terkait tanah dalam pembangunan; meningkatkan jumlah hektare lahan yang menerapkan praktik perbaikan kesehatan tanah; dan meningkatkan investasi pada kesehatan tanah sebanyak sepuluh kali lipat di atas komitmen pendanaan saat ini.

Dalam Sesi ke-16 Konferensi Para Pihak UNCCD (COP16) di Arab Saudi pada Desember mendatang, CIFOR-ICRAF berharap ada resolusi kesehatan tanah yang bisa menyatukan negara-negara anggota, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk berkomitmen membalikkan degradasi lahan dan meningkatkan kesehatan tanah. Resolusi ini diharapkan bisa diumumkan pada Hari Tanah Sedunia pada 5 Desember 2024.

Pada 2008 silam, saya menerima gelar doktor untuk disertasi tentang pola biogeokimia tanah di kaki bukit Talamanca di Kosta Rika, negara pertama yang membentuk sebuah komisi untuk implementasi UNCCD. Pada tahun itu COP baru saja memulai strategi 10 tahunnya untuk membentuk kemitraan global guna membalikkan dan mencegah penggurunan dan degradasi lahan.

Dengan basis pengetahuan, perangkat ilmiah, dan kesadaran global terhadap kesehatan tanah yang ada saat ini, negara-negara dunia kini berada dalam posisi lebih baik untuk memenuhi janji nasional dan mencapai target LDN mereka pada akhir dekade nanti. Dengan demikian, apalagi ditambah dorongan baru dari negara-negara anggota, pada akhirnya UNCCD akan mampu memenuhi mandat yang diembannya 30 tahun lalu.

Leigh Ann Winowiecki merupakan pemimpin penelitian global untuk kesehatan tanah dan lahan di CIFOR-ICRAF dan salah satu pemimpin di Koalisi Aksi untuk Kesehatan Tanah (CA4SH).

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org