Masyarakat ingat betul kerusakan akibat kebakaran dan berkeras agar tidak terulang, kata Nurma, anggota kelompok perempuan produsen nanas. Mengingatnya saja, menurut Nurma, sudah memicu stres, dan putus asa bagi yang kehilangan tanaman akibat kebakaran, “mereka tidak mau menanam apapun”.
Namun kini, berkat proyek pimpinan CIFOR, katanya, lahan kosong dan terlantar direstorasi. Hal ini penting bagi keberlanjutan keseluruhan kawasan, yang mengalami kebakaran berulang. Hasilnya, elemen penting upaya, antara lain sesi pelatihan pembasahan lahan gambut dengan membendung kanal dan membangun perigi – kolam kecil multifungsi yang dibangun dengan teknik lokal. Pembasahan bertujuan untuk merehabilitasi hidrologi lahan gambut mendekati kondisi alaminya.
Implikasi kebakaran Indonesia 2015 dirasakan seluruh dunia. Meski hanya tiga persen area lahan dunia yang ditutupi lahan gambtu, kawasan tersebut menyimpan 30 persen hingga 40 persen karbon global. Dan mengingat sebagian besar lahan gambut dunia berada di Indonesia, keputusan manajeman lahan gambut tersebut berdampak signifikan pada lingkungan global, selain pasar dan penghidupan dalam negeri.
Nurma bergantung pada keberhasilan panen nanas untuk membantu keluarganya, “Kami, para ibu dengan penghasilan rendah, inginnya penghasilan kami meningkat.”
Riset lapangan, mencoba menunjukkan bahwa ada cara mempersiapkan lahan tanpa membakar.
Aris Sanjaya/CIFOR
Purnomo menambahkan, “[Ini juga kesempatan bagi mereka] untuk membuktikan pada suami bahwa perempuan juga bisa menanam nanas dan menjualnya!”
Kelompok petani lokal, organisasi masyarakat dan Masyarakat Peduli Api – yang melakukan patroli kebakaran sukarela – menurut Purnomo, memberi masukan penting dalam perencanaan proyek. Purnomo dan timnya sendiri menerapkan pendekatan Penelitian Aksi Partisipatoris untuk memperkuat perencanaan restorasi yang efektif, berhasil dan bisa diterapkan pada basis masyarakat.
Penduduk desa kemudian datang dengan gagasan menarik.
“Sekelompok masyarakat lokal ingin mencoba menanam kelapa hibrida, yang lainnya ingin mencoba kolam ikan sebagai cara meningkatkan penghidupan, jadi kami pikir “mengapa tidak?’,” kata Purnomo. Menemukan produk dan pasar baru untuk meningkatkan penghidupan mereka setidaknya juga berkontribusi meyakinkan sebagian penduduk desa untuk menolak pilihan membakar untuk membersihkan lahan.
“Kami di lapangan, mencoba menunjukkan bahwa ada cara mempersiapkan lahan tanpa membakar dan ada sumber penghasilan lain. Tanaman komersil dan mungkin jenis pohon lain dan nanas, akan mengkompensasi biaya persiapan lahan,” tanpa membakar, kata Purnomo.
Kebakaran sering dipersepsi sebagai cara yang murah dan cepat untuk membersihkan lahan, serta dengan dampak positif, antara lain menurunkan keasaman gambut, meningkatkan ketersediaan nutrisi, meminimalkan risiko hama dan penyakit serta mengendalikan rerumputan. Namun, bahaya dan biayanya juga tinggi – sebuah fakta tegas ketika kebakaran 2015 tak terkendali, menyebar asap beracun dan menghancurkan bangunan.
Kesadaran ini, serta lebih ketatnya penegakkan hukum aturan tanpa-pembakaran lahan pasca-2015, membantu tim Purnomo mempromosikan pendekatan partisipatoris atas pencegahan kebakaran. Dompas dan lima desa ‘satelit’-nya dipilih untuk proyek karena kedekatannya dengan kebakaran, catatan risiko kebakaran, serta keaktivan organisasi lokal dan kelompok petani.
Dampak proyek ini sudah terasa, penduduk desa melihat sendiri bagaimana hidup dan penghidupan mereka dapat meningkat tanpa membakar. Perubahan sikap ini tercermin dalam survei masyarakat yang dilakukan proyek ini, dan menemukan bahwa persepsi penduduk desa yang berpartisipasi dalam proyek ini mengenai pembakaran, berbeda dari mereka yang tidak terlibat.
Membendung kanal dan membangun perigi – kolam kecil multifungsi yang dibangun dengan teknik lokal
Aris Sanjaya/CIFOR
Pembasahan lahan gambut bertujuan untuk merehabilitasi hidrologi lahan gambut mendekati kondisi alaminya.
Aris Sanjaya/CIFOR
Kelompok pertama menyatakan, mereka menyadari bahwa kebakaran menimbulkan banyak masalah dan tidak lagi memandang praktik terkait pembakaran menjadi penting bagi penghidupan mereka. Sebaliknya, penduduk desa yang tidak berpartisipasi menyatakan pembakaran masih menjadi pilihan penting.
Purnomo menyatakan proyek ini akan selesai sebelum akhir tahun, dan sebuah laporan panduan untuk proyek lain dapat dituntaskan. Penekanannya, menurut Purnomo, akan lebih dari hasil biofisik.
“Terdapat pula kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di sana; masyarakat yang hidupnya terhubung dengan lahan.”
Riset ini didukung oleh Penelitian ini didukung oleh Temasek Foundation International and Singapore Cooperation Enterprise
Kebijakan Hak Cipta:Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons
Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi
forestsnews@cifor-icraf.org