Bagikan
0

Bacaan terkait

Menanam 10.000 nanas bukan suatu pekerjaan yang menyenangkan bagi setiap orang.

Namun, bagi Meri Andayani dan teman-temannya, peluang untuk menanam, memetik dan menjual hasil panen sendiri adalah mimpi yang menjadi nyata. Mimpi mensejahterakan keluarga dan masyarakat, seiring upaya mereka merestorasi dan menghidupkan kembali sebidang lahan gambut yang menjadi rumah, penghidupan dan budaya mereka.

Selain itu, lahan gambut juga sangat penting dalam pertarungan global menghadapi perubahan iklim.

“Kami menanam 1.000 nanas dalam lima hari. Kami menanami bersama teman, dan kami gembira,” kata Andayani. Wajahnya diteduhi topi jerami lebar, serupa yang dipakai perempuan lain dalam kelompok petani lokalnya. “Di masa depan, kami dapat terus menanam nanas…kami akan tetap melakukannya.”

Rekannya, Norwati menambahkan, “harapan kami, tanaman nanas ini berhasil dan panen berlimpah…Saya pikir, nanti bisa mendapat banyak keuntungan.”

Pekerjaan para perempuan ini, pada satu dari tujuh “arena aksi” besar, merupakan bagian dari proyek yang dipimpin oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), berjudul Pencegahan Kebakaran dan Restorasi Lahan Gambut Berbasis Masyarakat. Melakukan persis seperti panduan, upaya ini diimplementasikan di sekitar desa Dompas di Provinsi Riau di pesisir timur Sumatra.

Proyek yang sudah dicanangkan sejak kebakaran besar hutan Indonesia 2015, Kebakaran yang merusak hutan hujan tropis luas, dan dipercaya menyebabkan 100.000 kematian dini. Memicu arena aksi – luas tiap arena mencakup tiga hingga empat hektare – untuk masyarakat merestorasi bentang alam dengan memproduksi beragam tanaman, kopi liberika, karet, kelapa, ikan, serta nanas.

Kami ini para ibu berpenghasilan rendah, inginnya penghasilan kami bisa meningkat

Nurma

Penanaman kembali, termasuk tanaman langka gaharu, berlangsung lancar.

Meski budi daya tanaman dan penghidupan penting, inti dari keseluruhan proyek ini adalah meningkatkan kesadaran mengenai nilai penting – bagi masyarakat dan lingkungan global –upaya restorasi lahan gambut bebas kebakaran.

Aktivitas kunci arena aksi ini mencakup pelatihan petani lokal untuk mempersiapkan lahan tanpa membakar, membangun pagar, memberi pupuk dan belajar bagaimana memantau kelembapan dan tinggi air di lahan gambut dan tanaman untuk lebih memahami kondisi wanatani untuk menghindari kebakaran. Pelatihan dimaksudkan menjaga agar aktivitas tersebut bisa berlanjut setelah para ahli pulang, kata pimpinan proyek riset dan ilmuwan CIFOR, Herry Purnomo.

   Pendekatan Penelitian Aksi Partisipatoris memperkuat perencanaan restorasi yang efektif dan bisa diterapkan di masyarakat. Aris Sanjaya/CIFOR

“Ini pengalaman nyata, apa yang terjadi ketika kita tidak membakar, dan ketika kita bekerja dalam restorasi lahan gambut serta memahami situasi pasar dan meningkatkan penghidupan masyarakat,” tambah Purnomo, yang dalam riset ini melibatkan Universitas Riau. Tujuannya adalah memperluas proyek ini pada tingkat regional dan nasional, dibantu oleh panduan yang akan disusun dari sini.

Membakar untuk membersihkan lahan merupakan praktik tradisional di sebagian wilayah Indonesia. Namun upaya mengakhiri praktik ini ditingkatkan sejak kebakaran hutan dan lahan besar pada 2015. Kebakaran itu merusak lebih dari 2,6 juta hektare lahan dan menurut Bank Dunia menimbulkan kerugian lebih dari 16 miliar dolar AS.

Masyarakat ingat betul kerusakan akibat kebakaran dan berkeras agar tidak terulang, kata Nurma, anggota kelompok perempuan produsen nanas. Mengingatnya saja, menurut Nurma, sudah memicu stres, dan putus asa bagi yang kehilangan tanaman akibat kebakaran, “mereka tidak mau menanam apapun”.

Namun kini, berkat proyek pimpinan CIFOR, katanya, lahan kosong dan terlantar direstorasi. Hal ini penting bagi keberlanjutan keseluruhan kawasan, yang mengalami kebakaran berulang. Hasilnya, elemen penting upaya, antara lain sesi pelatihan pembasahan lahan gambut dengan membendung kanal dan membangun perigi – kolam kecil multifungsi yang dibangun dengan teknik lokal. Pembasahan bertujuan untuk merehabilitasi hidrologi lahan gambut mendekati kondisi alaminya.

Implikasi kebakaran Indonesia 2015 dirasakan seluruh dunia. Meski hanya tiga persen area lahan dunia yang ditutupi lahan gambtu, kawasan tersebut menyimpan 30 persen hingga 40 persen karbon global. Dan mengingat sebagian besar lahan gambut dunia berada di Indonesia, keputusan manajeman lahan gambut tersebut berdampak signifikan pada lingkungan global, selain pasar dan penghidupan dalam negeri.

Nurma bergantung pada keberhasilan panen nanas untuk membantu keluarganya, “Kami, para ibu dengan penghasilan rendah, inginnya penghasilan kami meningkat.”

   pelatihan petani lokal untuk mempersiapkan lahan tanpa membakar. Aris Sanjya/CIFOR
   Riset lapangan, mencoba menunjukkan bahwa ada cara mempersiapkan lahan tanpa membakar. Aris Sanjaya/CIFOR

Purnomo menambahkan, “[Ini juga kesempatan bagi mereka] untuk membuktikan pada suami bahwa perempuan juga bisa menanam nanas dan menjualnya!”

Kelompok petani lokal, organisasi masyarakat dan Masyarakat Peduli Api – yang melakukan patroli kebakaran sukarela – menurut Purnomo, memberi masukan penting dalam perencanaan proyek. Purnomo dan timnya sendiri menerapkan pendekatan Penelitian Aksi Partisipatoris untuk memperkuat perencanaan restorasi yang efektif, berhasil dan bisa diterapkan pada basis masyarakat.

Penduduk desa kemudian datang dengan gagasan menarik.

“Sekelompok masyarakat lokal ingin mencoba menanam kelapa hibrida, yang lainnya ingin mencoba kolam ikan sebagai cara meningkatkan penghidupan, jadi kami pikir “mengapa tidak?’,” kata Purnomo. Menemukan produk dan pasar baru untuk meningkatkan penghidupan mereka setidaknya juga berkontribusi meyakinkan sebagian penduduk desa untuk menolak pilihan membakar untuk membersihkan lahan.

“Kami di lapangan, mencoba menunjukkan bahwa ada cara mempersiapkan lahan tanpa membakar dan ada sumber penghasilan lain. Tanaman komersil dan mungkin jenis pohon lain dan nanas, akan mengkompensasi biaya persiapan lahan,” tanpa membakar, kata Purnomo.

Kebakaran sering dipersepsi sebagai cara yang murah dan cepat untuk membersihkan lahan, serta dengan dampak positif, antara lain menurunkan keasaman gambut, meningkatkan ketersediaan nutrisi, meminimalkan risiko hama dan penyakit serta mengendalikan rerumputan. Namun, bahaya dan biayanya juga tinggi – sebuah fakta tegas ketika kebakaran 2015 tak terkendali, menyebar asap beracun dan menghancurkan bangunan.

Kesadaran ini, serta lebih ketatnya penegakkan hukum aturan tanpa-pembakaran lahan pasca-2015, membantu tim Purnomo mempromosikan pendekatan partisipatoris atas pencegahan kebakaran. Dompas dan lima desa ‘satelit’-nya dipilih untuk proyek karena kedekatannya dengan kebakaran, catatan risiko kebakaran, serta keaktivan organisasi lokal dan kelompok petani.

Dampak proyek ini sudah terasa, penduduk desa melihat sendiri bagaimana hidup dan penghidupan mereka dapat meningkat tanpa membakar. Perubahan sikap ini tercermin dalam survei masyarakat yang dilakukan proyek ini, dan menemukan bahwa persepsi penduduk desa yang berpartisipasi dalam proyek ini mengenai pembakaran, berbeda dari mereka yang tidak terlibat.

   Membendung kanal dan membangun perigi – kolam kecil multifungsi yang dibangun dengan teknik lokal Aris Sanjaya/CIFOR
   Pembasahan lahan gambut bertujuan untuk merehabilitasi hidrologi lahan gambut mendekati kondisi alaminya. Aris Sanjaya/CIFOR

Kelompok pertama menyatakan, mereka menyadari bahwa kebakaran menimbulkan banyak masalah dan tidak lagi memandang praktik terkait pembakaran menjadi penting bagi penghidupan mereka. Sebaliknya, penduduk desa yang tidak berpartisipasi menyatakan pembakaran masih menjadi pilihan penting.

Purnomo menyatakan proyek ini akan selesai sebelum akhir tahun, dan sebuah laporan panduan untuk proyek lain dapat dituntaskan. Penekanannya, menurut Purnomo, akan lebih dari hasil biofisik.

“Terdapat pula kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di sana; masyarakat yang hidupnya terhubung dengan lahan.”

 

Riset ini didukung oleh Penelitian ini didukung oleh Temasek Foundation International and Singapore Cooperation Enterprise
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org