Berita

Meningkatkan kelestarian dengan obligasi

Obligasi lestari pertama di Asia Tenggara untuk membantu rehabilitasi lahan sambil mendapat keuntungan
Bagikan
0
Obligasi lestari pertama di Asia Tenggara ini ditujukan untuk mendukung perkebunan karet di Indonesia yang memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan. Foto CIFOR /Aulia Erlangga

Bacaan terkait

Inisiatif terbaru dari sektor swasta dalam pembiayaan perkebunan karet alam lestari untuk kawasan lahan sangat terdegradasi di Indonesia, mendapat banyak pujian dan sorotan. Inisiatif yang diluncurkan oleh Tropical Landscapes Finance Facility (TLFF), Februari tahun ini berbentuk obligasi lestari multi-tahap sebesar 95 juta dolar AS – sekaligus menandai dikeluarkannya obligasi lestari pertama di Asia Tenggara.

Tetapi, apa itu obligasi lestari?

“Obligasi lestari adalah obligasi yang selaras dengan panduan Asosiasi Pasar Modal Internasional (ICMA),” kata Meizani Irmadhiany, Direktur PT Royal Lestari Utama (RLU), perusahaan patungan antara Michelin dan anak perusahaan Barito Pacific Group dan penerima obligasi ini.

“Dan obligasi ini harus menunjukkan manfaat sosial dan lingkungan yang nyata. Inilah mengapa proyek ini penting – harus tampak  kontribusi positif pada aktivitas pembangunan berkelanjutan.”

Selain menjadi transaksi pertama bentuk ini di Asia Tenggara, terbitnya obligasi ini juga membuka pintu bagi berbagai bentuk pembiayaan untuk perkebunan karet di Indonesia, sekaligus menjadi pembiayaan yang mendukung ekspansi komersial melalui investasi swasta, seraya tetap menjaga praktik berkelanjutan di lapangan.

“Skema pembiayaan ini menarik, karena menghubungkan investor lembaga yang ingin mewujudkan pinjaman yang lebih bertanggung jawab dengan perusahaan tertentu yang ingin masuk rantai nilai berkelanjutan,” kata Pablo Pacheco, Ilmuwan Utama Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR). “Perusahaan-perusahaan tersebut ingin berkontribusi pada konservasi, dan mendukung inklusi sosial dalam rantai nilai.”

Sudah bukan rahasia bahwa investasi swasta berperan penting bagi budi daya tanaman komoditas seperti karet. Pacheco mendukung obligasi baru ini karena menyalurkan investasi jangka panjang dengan tingkat bunga menarik kepada perusahaan, untuk membantu mewujudkan tujuan kelestarian.

“Perusahaan bisa melakukan investasi dalam aktivitas – seperti reforestasi atau perkebunan tanaman industri – yang membutuhkan waktu lebih panjang untuk menghasilkan keuntungan finansial bagi perusahaan dan pemangku kepentingan terkait lain,” katanya. “Ini sangat membantu perusahaan yang bertujuan membalikkan degradasi lahan.”

KESADARAN LIAR

Standar berkelanjutan untuk karet belum terbangun secepat pada komoditas lain. Menurut Pacheco, hal ini terjadi karena sektor ini belum dipandang bertanggung jawab sangat mengancam lingkungan hidup, seperti dalam kasus sektor kelapa sawit. Namun, laju perubahan makin cepat.

“Michelin memiliki kebijakan karet alam lestari dan ingin mewujudkan tujuan menghormati masyarakat dan melindungi lingkungan hidup,” katanya.

RLU memiliki dua kawasan konsesi –di Jambi, Sumatra, dan di Kalimantan Timur – dengan luas gabungan 88.000 hektare. Sekitar 45.000 di antaranya akan disisihkan untuk membantu penghidupan masyarakat dan upaya konservasi.

“Kawasan tersebut sangat terdegradasi pada dekade lalu, namun tetap menjadi rumah bagi sejumlah keragaman hayati, tanaman dilindungi dan spesies satwa liar,” kata Irmadhiany. “Tantangan yang dihadapi (dua konsesi ini) berbeda, namun proyek ini bertujuan memproduksi karet alam secara cerdas iklim, ramah satwa liar dan inklusif secara sosial.”

Konsesi ini mencakup bentang alam pesisir yang penting, hutan dengan Stok Karbon Tinggi and Bernilai Karbon Tinggi. Konsesi di Jambi, berdekatan dengan dua konsesi World Wildlife Fund (WWF), dan membentuk kawasan penyangga yang melindungi Taman Nasional Bukit Tigapuluh – tempat terakhir yang tersisa untuk gajah, harimau dan orangutan Indonesia. RLU bekerjasama dengan WWF untuk menganalisis kondisi kawasan tersebut.

“Kawasan ini satu-satunya taman nasional dataran rendah tersisa di Sumatra yang masih tegak,” kata Irmadhiany. “Gagasannya adalah menciptakan penyangga yang produktif dan berjangka panjang melalui pengembangan penghidupan berkelanjutan dan konservasi, serta juga melakukan disinsentif pada aktivitas yang tidak berkelanjutan, seperti aktivitas ilegal.”

PENELITIAN SOSIAL

Saat mencapai kematangan, perkebunan karet akan memberikan 16.000 lapangan kerja berupah untuk masyarakat lokal. Menurut Pacheco, tujuan sosial ini merupakan komponen penting dalam mencapai tujuan lingkungan dan ekonomi.

“Dalam kasus Bukit Tigapuluh, investasi ditujukan untuk menjadi sumber lapangan kerja bagi masyarakat sekitar,” katanya. “Ini tampaknya menjadi model yang pantas diikuti. Michelin dan Barito Pacific Groupakan menjamin suplai karet lestari yang memberi hasil sosial dan konservasi positif.

“Kita harapkan,” tambahnya, “sudah ada kerangka pemantauan yang benar untuk menilai kemajuan.”

Namun, apa yang membuat obligasi ini unik, adalah desain untuk bisa menghasilkan keuntungan.

“Untuk mengembangkan konsesi lebih dari 60 tahun dan membayar pinjaman, keuntungan adalah kuncinya, karena ini menunjukkan kemampuan kami dalam memobilisasi dana dan menjaga agar keuangan perusahaan tetap sehat,” kata Irmadhiany. “Keuntungan adalah jantung keberlanjutan.”

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org