Liputan Acara

Solusi pangan global dari Asia-Pasifik

Mencari cara memberi makan dunia dengan lebih berkelanjutan, pada Forum Pangan EAT di Jakarta
Bagikan
0
Seorang anak laki-laki menangkap ikan di sungai Batang Buat, desa Lubuk Beringin, kabupaten Bungo, provinsi Jambi, Indonesia. Saat membicarakan keamanan pangan di Indonesia, hutan dan perikanan memainkan peran integral, kata ilmuwan CIFOR, Terry Sunderland.

Bacaan terkait

Membangun sistem pangan lebih berkelanjutan membutuhkan inovasi teknologi pangan dan kolaborasi di tingkat tertinggi pemerintahan. Kebutuhan ini disuarakan oleh banyak pemimpin yang menghadiri Forum Pangan Asia-Pasifik EAT di Jakarta, Indonesia.

Lebih dari 500 peserta dari 30 negara hadir pada Forum tanggal 30-31 Oktober untuk mendiskusikan kemajuan penelitian pangan mutakhir, selain gagasan bagaimana mentransformasi sistem pangan di Indonesia dan wilayah Asia-Pasifik.

Dalam pidato pembukaannya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan, “pangan dapat memicu masalah politik apabila tidak dikelola dengan baik.” Ia berharap Forum EAT dapat mencapai pemahaman bersama antar aktor melalui berbagai sektor pembangunan kerjasama internasional.”

Setelah terus menurun selama lebih dari satu dekade, kelaparan global meningkat lagi, menurut laporan PBB terbaru, kelaparan dirasakan 11 persen populasi dunia. Meningkatnya angka kelaparan—dari 38 juta orang tahun lalu menjadi 815 juta orang saat ini—dilaporkan terutama akibat konflik sipil, dan diperburuk oleh bencana terkait-iklim.

Pangan dapat memicu masalah politik jika tidak dikelola dengan baik

Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia

Menyatukan para tokoh ilmu pengetahuan, politik dan bisnis, Forum EAT bertujuan mempromosikan pendekatan yang lebih holistik pada pangan, kesehatan dan keberlanjutan, mengisi kesenjangan pengetahuan, mendorong kebijakan pangan terintegrasi dan menemukan solusi menang-menang.

ISU TINGKAT TINGGI

“Kita perlu lebih mengintegrasikan pengetahuan mengenai kaitan antara pangan, planet dan kesehatan, serta kepastian target berbasis sains,” kata Presiden Yayasan EAT, Gunhild A. Stordalen pada pidato pembukaan.

“Kita membutuhkan politisi tangguh, bekerjasama lintas kementerian dalam mengembangkan kebijakan komprehensif yang mengaitkan produksi dan konsumsi pangan. Kita membutuhkan sektor swasta, dari pengusaha multinasional hingga lokal, untuk menciptakan produk, jasa dan model bisnis lestari yang baru,” tambahnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyatakan, “Keamanan pangan menjadi isu penting sejalan dengan pesatnya pertumbuhan populasi global.”

“Keamanan pangan, keamanan energi dan suplai air menjadi faktor kunci bagi banyak aktivitas ekonomi di dunia. Penyempurnaan teknologi dan inovasi pasti akan menciptakan peluang dan meningkatkan produktivitas, sekaligus juga tantangan,” katanya.

Ilmuwan Terry Sunderland dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) mengapresiasi Forum EAT atas keberhasilannya mengumpulkan sejumlah pemangku kepentingan sektor pangan, termasuk politisi tingkat tinggi.

“Membuat politisi mengakui keterbatasan sistem pangan saat ini menjadi awal yang baik. Meskipun sistem pangan tidak akan berubah dalam semalam, namun acara di Jakarta telah membangkitkan kesadaran. Orang mendengarkan,” katanya.

PANDANGAN HOLISTIK KEAMANAN PANGAN

Amy Ickowitz, ilmuwan CIFOR lain yang berpartisipasi dalam acara tersebut menyatakan, isu dalam Forum sejalan dengan penelitian CIFOR. Meski Forum lebih terfokus pada dampak sistem pangan terhadap perubahan pemanfaatan lahan, tim Bentang Alam dan Pangan Berkelanjutan CIFOR “juga fokus pada sisi berdampingan—dampak perubahan pemanfaatan lahan pada diet petani,” katanya.

Baru-baru ini, tim mempublikasikan penelitian hubungan antara hutan, pertanian berbasis pohon, dan diet anak-anak di Indonesia.

Sunderland menambahkan, ketika membicarakan keamanan pangan di Indonesia, hutan dan perikanan memainkan peran integral.

Mengangkat kehutanan dan perikanan ke dalam perspektif lebih holistik, khususnya terkait bagaimana hutan dan pohon berkontribusi pada produksi pertanian, juga sangat penting

Terry Sunderland, ilmuwan CIFOR

“Suplai perikanan darat dan laut, dan bagaimana keduanya berinteraksi dengan keragaman diet dan nutrisi menjadi penting. Kita perlu memahami, apa tuntutan masa depan atas perikanan dan bagaimana perannya dalam keamanan pangan? Ini sudah menyokong apa yang kita lakukan dalam keragaman diet dalam lima, enam tahun terakhir,” katanya.

“Dukungan lebih besar perlu diberikan pada petani kecil untuk dapat mengurangi limbah pasca-panen, agar mereka dapar berjualan di pasar secara jujur dan berkeadilan. Secara perlahan transformasi pola pikir sistem pangan bisa menjadi hal positif.

Mengangkat kehutanan dan perikanan ke dalam perspektif lebih holistik, khususnya terkait bagaimana hutan dan pohon berkontribusi pada produksi pertanian, juga sangat penting,” tambahnya.

Forum EAT diselenggarakan bersama oleh Pemerintah Indonesia dan Yayasan EAT.

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Terry Sunderland di t.sunderland@cgiar.org atau Amy Ickowitz di a.ickowitz@cgiar.org.
Riset ini didukung oleh Bantuan dari pemerintah Inggris dan United States Agency for International Development (USAID)
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org