BOGOR, Indonesia – Menjaga karbon yang ada di pepohonan. Ini adalah satu cara utama menangani perubahan iklim.
Regenerasi alami, penanaman kembali, perkebunan pohon asli, perkebunan komersial dan sistem kehutanan agro telah diterapkan sebagai bagian upaya reforestasi.
Menurut riset terbaru upaya restorasi yang lebih baik bisa dilakukan untuk menjamin masyarakat, ekosistem sekitar dan di dalam hutan agar lebih tahan terhadap perubahan iklim
Dan ini semua ada di perencanaan.
INTERVENSI BERMAKNA
Riset dari Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) mengingatkan, reforestasi yang mengabaikan manfaat adaptasi reforestasi hutan, menggunakan beragam praktik dan spesies berbeda, bisa membuat masyarakat lokal dan ekosistem lebih rentan terdampak masa depan perubahan iklim, dan pada gilirannya mengurangi efektivitasnya.
“Kita tidak bisa berasumsi proyek reforestasi mitigasi perubahan iklim secara otomatis akan memberi manfaat pada masyarakat dan keragaman hayati,” kata Bruno Locatelli ilmuwan CIFOR-CIRAD dan penulis utama penelitian.
Locatelli menunjuk pengembangan perkebunan monokoltur untuk meningkatkan produksi kayu dan simpanan karbon.
Kita tidak bisa berasumsi proyek reforestasi mitigasi perubahan iklim secara otomatis akan memberi manfaat pada masyarakat dan keragaman hayati
Penelitian CIFOR sebelumnya menunjukkan bahwa hal itu juga bisa mengurangi sumber air, ketersediaan lahan, membatasi mata pencaharian masyarakat lokal, dan menghasilkan dampak negatif bagi keragaman hayati.
Perkebunan monokultur juga memberikan resiko dari perubahan iklim, seperti wabah hama serangga, spesies invasif dan kebakaran hutan, yang mengakibatkan hilangnya karbon – sekaligus mengurangi potensi mitigasi.
“Jika Anda berencana menghutankan kembali dengan tujuan semata simpanan karbon untuk mitigasi atau produksi kayu, Anda sering berujung mendapat dampak negatif keragaman hayati, sumber air dan pencaharian karena Anda mengabaikan timbal balik ini,” kata Locatelli.
“Reforestasi perlu dikelola dengan latar belakang tujuan adaptasi dan mitigasi untuk menghindari implementasi satu strategi dan menafikan yang lain”.
Menyerap lebih dari 2,4 miliar ton karbon dioksida tiap tahun, atau sekitar sepertiga karbon dioksida yang dilepaskan dari pembakaran bahan bakar fosil, hutan memainkan peran krusial mengatur iklim dunia.
Bagaimanapun, deforestasi dan degradasi hutan bertanggungjawab terhadap 10 hingga 15 persen emisi gas rumah kaca global induksi manusia.
Walaupun penanaman pohon untuk mitigasi perubahan iklim masih dipandang kontroversial, di banyak wilayah tropis hal ini dipandang satu cara paling efektif biaya mengganti hilangnya karbon akibat deforestasi.
ADAPTASI, MITIGASI: DUET VITAL
Tahun 2014, ‘Deklarasi Hutan’ ditandatangani oleh pemerintah, korporasi dan kelompok adat, pada KTT Iklim New York. Deklarasi ini berkomitmen pada kegiatan restorasi di 150 juta hektar hutan pada 2020 dan 350 hektare pada 2030.
Tantangan Bonn juga menelurkan aspirasi global program restorasi di 150 juta hektare lahan terdegradasi dan terdeforestasi dunia pada 2020.
Meningkatkan stok karbon melalui reforestasi ini juga adalah langkah positif dari mekanisme internasional pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi, atau REDD+.
Reforestasi tropis yang terfokus pada tujuan iklim seringkali mengabaikan manfaat adaptasi penanaman hutan, seperti kebutuhan penanaman pohon hutan yang lebih tahan dengan perubahan iklim, kata Bruno Locatelli.
Jika Anda berencana melakukan penghijauan dengan tujuan semata untuk simpanan karbon atau produksi kayu, Anda mungkin hanya akan mendapatkan dampak negatif
Ini seringkali terjadi karena strategi mitigasi dan adaptasi dalam reforestasi sering dikembangkan terpisah dalam arena kebijakan iklim internasional. Manajemen praktik, metode dan panduan reforestasi dan restorasi perlu dikembangkan dengan keberagaman tujuan.
Misalnya sinergi peluang adaptasi dan mitigasi ke dalam strategi reforestasi tropis yang belum direalisasikan.
Penelitian menyatakan, baiknya pengelolaan atau “reforestasi cerdas iklim” bisa membantu mencapai tiga tujuan: mitigasi, adaptasi, dan menjamin bahwa dampak langsung dan tak langsung perubahan iklim pada restorasi diantisipasi dan dikurang.
“Dengan membantu praktisi atau pembuat kebijakan menganalisa reforestasi dalam konteks perubahan iklim, bisa membantu memberikan pemahaman lebih baik tentang timbal-baliknya, yang bisa mempengaruhi keputusan mereka ketika merancang aktivitas reforestasi,” kata Locatelli.
Contohnya, ketika perkebunan berisi pohon beragam usia dan spesies menyimpan jumlah karbon yang sama dengan perkebunan monokultur, mereka lebih mampu bertahan dari angin kencang, hama dan penyakit, tetapi hal itu bisa lebih memakan biaya dalam penanaman dan pengelolaan.
Di Kosta Rika, sebuah proyek reforestasi menguji campuran beragam spesies dan praktik silvikultur dalam mengurangi kerentanan terhadap badai dan kebakaran seraya mencapai tujuan penyimpanan karbon.
MENUTUP JURANG PENGETAHUAN
Bruno berharap reforestasi cerdas-iklim akan menjadi bagian adaptasi lebih luas, mereduksi risiko bencana dan strategi manajemen lahan.
Namun, implementasinya masih terbatas akibat adanya jurang pengetahuan, khususnya dalam memahami praktik reforestasi mana yang menawarkan ketahanan paling baik menghadapi perubahan iklim.
“Ketika merencanakan aktivitas reforestasi, kita perlu memahami bagaimana hutan dapat membantu melawan perubahan iklim dan bagaimana hutan dapat bertahan atau beradaptasi terhadap perubahan iklim,” katanya.
“Kita memiliki sejumlah pengetahuan yang berkontribusi terhadap reforestasi untuk mitigasi dan kita punya metode dan alat pengukuran karbon.”
“Walaupun ketika masuk ke adaptasi, masih diperlukan peningkatan cara penilaian peran restorasi bagi penghidupan, manajemen daerah aliran sungai, dan perubahan iklim regional dan lokal.
Untuk informasi lebih mengenai penelitian ini, silahkan hubungi Bruno Locatelli –B.Locatelli@cgiar.org
Penelitian CIFOR mengenai hutan tropis dan karbon merupakan bagian dari Program Penelitian CGIAR mengenai Hutan, Pohon dan Agroforestri
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org