Bagikan
0

Bacaan terkait

Beberapa tahun terakhir ini, Dana Iklim hijau (GCF) muncul sebagai mekanisme finansial penting dalam mendanai REDD+ (Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan) dan telah menerapkan sistem pembayaran berbasis hasil untuk penurunan emisi terkait hutan.

Sistem GCF memberikan contoh pembelajaran bagi pendekatan berbasis non-pasar terhadap REDD+. Reduksi emisi yang dibayarkan dari GCF tidak bisa diperjualbelikan dan kepemilikannya tidak bisa dipindahkan kepada GCF terkait pembayarannya.

Kini, sistem ini sedang dikaji.

Banyak negara hutan tropis mengalokasikan waktu dalam menjalani proses panjang membangun sistem yang dibutuhkan untuk pembayaran REDD+. Proses ini temrasuk sistem pemantauan hutan nasional dan penyusunan “tingkat emisi rujukan” (FREL) sebagai basis pengukuran perubahan karbon hutan.

Ketika sebuah negara memiliki FREL dalam periode waktu tertentu, pengukuran perubahan karbon dalam periode tersebut dapat dilakukan. Jika reduksi berhasil klaim, negara tersebut dapat mengajukan “pembayaran berbasis hasil” (RBP) dari GCF dengan nilai 5 dolar AS per ton dengan mengajukan proposal yang dinilai oleh GCF menggunakan rentang kriteria tertentu.

Memang terdengar sederhana, tetapi seperti biasa, tantangannya adalah pada detail, terutama ketika memasuki kompleksitas isu pengukuran reduksi emisi hutan.

Misalnya, bagaimana satu negara mengukur emisi dari kebakaran? Akankah emisi kembali memasuki atmosfer di masa yang akan datang? Atau, apakah metode yang digunakan satu negara bisa menggelembungkan basis rujukan?

   Potret udara Desa Ribangkadeng Kabupaten Kapuas Hulu. Kalimantan Barat. Foto oleh: Nanang Sujana/CIFOR

Program Percontohan GCF untuk REDD+

Pada 2017, GCF mengalokasikan 500 juta dolar AS untu menjalankan Program Percontohan, bagi negara hutan tropis untuk dapat mengajukan pembayaran atas reduksi emisi terkait deforestasi, degradasi hutan dan konservasi.

Ketika RBP diajukan oleh sebuah negara kepada GCF, sejumlah kriteria perlu dipenuhi, termasuk kaitan dengan FREL, jaminan sosial dan lingkungan, serta proses pembayaran finansial.

Kerangka Acuan bagi Program Percontohan Pembayaran Berbasis Hasil REDD+ menerbitkan apa yang diperlukan dalam hal kelayakan, akses, valuasi, kepemilikan dan status legal, FREL, kepatuhan dengan kebijakan GCF, proses persetujuan, penilaian kriteria dan pertimbangan dewan GCF.

Program percontohan GCF sudah menghabiskan alokasi awal 500 juta dolar AS dan menyetujui pembayaran untuk Brasil, Indonesia, Ekuador, Kolombia, Paraguay, Chili, Argentia dan Kosta Rika, seperi dipaparkan di tabel berikut ini. Detail pembayaran dari program percontohan pertama GCF klik di sini.

Banyak dari proposal RBP memicu sorotan dari Lembaga Masyarakat Sipil (CSO), serta anggota Dewan GCF.

Misalnya, ketika proposal Brasil diterima, tanda peringatan disuarakan, bahwa Pemerintahan Bolsonaro akan mendorong deforestasi pada tahun-tahun ke depan. Proposal dari Indonesia dan Kolombia memicu sorotan terkait integritas lingkungan dari anggota Dewan dari Norwegia dan Jerman yang menekankan perlunya kajian serius terhadap Kartu Penilaian GCF dan sistem penilaiannya, khususnya terkait kesinambungan subjek, risiko reversal dan lamanya periode FREL ditetapkan.

Beberapa CSO yang mengikuti pertemuan Dewan GCF ke-26 menyerukan agar Program Percontohan REDD+ segera dihentikan.

   Potret udara hutan hujan Amazon, Brazil. Foto oleh: Neil Palmer/CIAT

REDD+ dalam telaah

Kini, GCF mengkaji kembali sistem RBP. Banyak pembelajaran yang diperoleh, baik saat proses pengembangan awal dan dalam Program Percontohan.

Pada peluncuran Program Percontohan, disepakati bahwa kajian jangka menengah akan dilakukan pada 2019. Kajian jangka menengah ini disampaikan kepada Dewan pada Pertemuan ke-25 awal 2020 dan mendapat masukan dari sejumlah pakar di lapangan serta menjawab sejumlah isu preosedural dan teknis secara detail. Kajian jangka menengah ini dimaksudkan untuk menginformasi langkah lebih lanjut mengenai bagaimana GCF mengelola RPB dari REDD+.

Beberapa tantangan terkait isu prosedural yang muncul antara lain kurang jelasnya peran dan tanggung jawab AE. Sorotan juga muncul terkait kurangnya transparansi dalam proses, yang menuntut ketersediaan informasi bagi publik. Pendekatan “kartu nilai” juga menimbulkan pertanyaan, termasuk kesesuaian sistem pembobotan yang digunakan.

Dalam isu teknis, sorotan yang muncul antara lain penerapan ‘emisi historis tahunan rata-rata’ selama periode referensi, dan potensi penggelembungan rujukan dasar, dan potensi rekalkulasi FREL pada GCF setelah asesmen teknis Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC).

Perlindungan REDD+, disepakati pada 2010 di Cancun dan diakui sebagai salah satu area kemajuan dalam REDD+, juga mendapatkan tantangan terkait bagaimana hal tersebut seharusnya diterapkan dalam kaitannya dengan sistem manajemen risiko internal GCF.

Berbagai negara juga perlu menunjukkan bagaimana rencana lanjutan, meskipun kekhawatiran muncul atas kejelasan sistem pemantauan dan evaluasi lembaga terakreditasi, serta pengaturan pembagian manfaat yang berkeadilan.

Table 2 identifies and categorizes the many issues raised in the initial RFP and the midterm review, which the GCF should address in the review of the Pilot Programme.

   Masyarakat di pesawahan Jambi, Indonesia. Foto oleh: Icaro Cooke Vieira/CIFOR

Baik, buruk dan belum sempurna

Tidak sedikit isu yang diangkat terkait sistem ini. Pertanyaan serius juga muncul apakah isu fundamental ini dapat dijawab oleh GCF pada kapasitasnya sebagai mekanisme finansial UNFCCC.

Misalnya, tantangan terkait FREL yang berakar pada Kerangka Kerja UNFCC Warsawa mengenai REDD+, dan GCF yang secara tradisional mengambil posisi tidak keluar dari Kerangka UNFCCC dalam mengimplementasikan sistemnya sendiri, sementara berbagai negara menolak keras masukan bahwa kerangka REDD+ dapat dinegosiasikan lebih jauh dalam UNFCCC.

Masih ada pekerjaan besar yang harus diselesaikan jika GCF akan membangun sistem RBP REDD+ yang kokok dalam membayar untuk reduksi emisi yang nyata dan permanen. Dalam proses itu, GCF bisa juga memasukkan masukan berikut ini:

  • Mendorong Lembaga Akreditasi, NDA dan Perwakilan REDD+ untuk meningkatkan partisipasi pemangku kepentingan di tingkat nasional dalam penyiapan proposal RBP, dan proyek terkait dengan pemanfaatan dana
  • GCF perlu melakukan penilaian mandiri mengenai bagaimana sebuah negara mengatasi penyebab deforestasi dan degradasi hutan
  • Analisis lebih jauh perlu dilakukan oleh GDF untuk mencegah potensi terjadinya pembayaran ganda
  • GCF perlu menerapkan proses ketat untuk:
    • mencegah penghitungan ganda dan penggunaan rujukan dasar yang digelembungkan;
    • menjamin kepatuhan perlindungan dan memberi insentif bagi peningkatan sistem perlindungan; dan
    • menjamin reduksi emisi menjadi permanen, tanpa risiko berbalik atau kebocoran.

Sebuah proposal baru  untuk sistem RBP GCF diharapkan muncul sebelum pertemuan Dewan pada 2022. Mungkin belum sempurna, tetapi banyak pembelajaran yang telah diperoleh cukup untuk menjamin sistem ini hadir dengan penyempurnaan efisiensi dan efektivitas penggunaan dana GCF, serta pembayaran untuk reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang nyata dan permanen.

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Cristopher Martius di c.martius@cgiar.org atau Stephan Leonard di stephen.v.leonard@gmail.com.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org