Berita

Upaya pelestarian kera besar harus terpadu dengan REDD+, kata ahli primata

Konservasi bukanlah sebuah pilihan tambahan REDD+. Jika menginginkan simpanan karbon hutan permanen, kita membutuhkan satwa dan tumbuhan.
Bagikan
0
Foto oleh Paul Vladuchick/flickr.

Bacaan terkait

BOGOR, Indonesia (18 Januari, 2012)_Kera besar berperan penting dalam menjaga kesehatan hutan dalam jangka panjang dan skema-skema perubahan iklim seperti Pengurangan Emisi dari pencegahan Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) seharusnya diatur sedemikian rupa sehingga sebagian dana dapat tersalurkan untuk proyek pelestarian primata, kata ahli biologi terkemuka Ian Redmond.

“Konservasi bukanlah sebuah pilihan tambahan yang dipakai ketika mudah, konservasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan (dengan REDD+) ….. Jika anda menginginkan simpanan karbon hutan yang permanen, anda membutuhkan satwa dan tumbuhan,” kata Redmond dalam acara yang diselenggarakan Center for International Forestry Research (CIFOR) dan International Institute for Environmental Development (IIED) yang membahas bagaimana Afrika dan Asia dapat belajar dari satu sama lain mengenai pelestarian kera besar.

“Saya merasa orang-orang yang bekerja di ruang tertutup untuk membuat detail rencana REDD+ masih berpikir bahwa pohon adalah elemen terpenting di REDD+ karena merupakan tempat penyimpanan karbon.”

Peran satwa pemakan buah dalam menjaga siklus hidup hutan tropis sebagai agen penyebar biji dari 75 sampai 95 persen jenis pohon sudah lama diketahui. Dalam hal penyebaran biji, primata telah menunjukkan pengaruh unik yang penting dalam demografi tumbuhan dan regenerasi hutan, yang juga berpengaruh pada populasi manusia yang bergantung pada sumber daya hutan untuk penghidupannya.

Walaupun peran penting primata dalam menjaga ekologi hutan telah diakui, habitat mereka semakin terdesak dengan meningkatnya laju deforestasi. Hutan yang tadinya dapat menyediakan pasokan pakan dan menjadi rumah primata sekarang semakin langka dan mereka terpaksa mencari makanan ke dekat pemukiman dan ladang penduduk, yang sering menyebabkan konflik dengan manusia.

Redmond, yang menggambarkan dirinya sebagai pecinta alam sejak lahir, lalu menjadi ahli biologi karena pelatihan, dan pendukung pelestarian lingkungan karena tuntutan keadaan, telah bekerja dengan gorilla pegunungan di Afrika selama 35 tahun. Redmond memulai penelitian kera besar ini di bawah bimbingan almarhumah Dian Fossey, namun fokus penelitiannya beralih ke isu pelestarian setelah para pemburu membunuh Digit – seekor gorila berpunggung perak dalam kelompok penelitiannya – untuk menjual tengkorak dan tangannya. Melihat badan gorilla yang telah dianggapnya sebagai teman tanpa kepala dan tangan menjadi titik balik hidupnya.

Dengan membengkaknya populasi manusia dan mendesaknya kebutuhan akan pangan dan lahan, jumlah kera besar menurun dengan cepat dan saat ini diperkirakan hanya tersisa 50.000 ekor gorila liar di Afrika, kata Redmond.

“Saya merasa bahwa kita harus mengubah keadaan ini. Hanya ada 2 populasi kecil gorilla pegunungan yang meningkat populasinya setelah jumlahnya menurun ke masing-masing kurang dari 300 eko. Jumlah gorila jenis lain, simpanse, bonobo, orangutan, dan siamang semuanya menurun,” katanya.

“Jadi walaupun kita telah mendengar orang berkata ‘ini sebuah krisis, kita perlu berupaya lebih banyak lagi’, jelas respon terhadap krisis ini belumlah cukup kecuali di satu atau dua tempat di mana ada cukup dana, upaya, sumber daya, orang-orang yang berdedikasi dan para pelestari lingkungan yang mengubah keadaan.”

Dukungan donor bagi REDD+ telah mengalir dalam beberapa  tahun belakangan ini melalui perjanjian multilateral seperti kepada Forest Investment Program (FIP) yang dikelola Bank Dunia yang jumlahnya melebihi US$500 juta dan pembiayaan bilateral, contohnya komitmen pendanaan sebanyak-banyaknya US$1 miliar dari Norwegia ke Indonesia untuk mendukung suksesnya penurunan deforestasi. Namun, Redmond mempertanyakan, ke mana mengalirnya uang tersebut?

“Saya melihat banyak pemerintah yang kesulitan melestarikan satwa liarnya ….(tampaknya) dana REDD+ ditujukan untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan hanya sedikit sekali dana yang dialokasikan ke pelestarian satwa liar, seakan-akan upaya ini bukanlah merupakan bagian yang utuh.”

Penyatuan arus pendanaan mitigasi iklim dan konservasi adalah kunci supaya “konservasi dapat didukung oleh pendanaan yang cukup dan REDD+ juga sukses dalam jangka panjang,” kata Redmond.

“Harapannya adalah adanya kesadaran bahwa hutan bukanlah sekedar penghias bumi namun merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari fungsi biosfer kita dan kelangsungannya di masa depan. Mungkin ini dapat menjadi motivasi yang cukup kuat untuk mengalokasikan sumber daya bagi upaya perlindungan seluruh ekosistem hutan. Bila itu terjadi, kita akan mulai melihat pemulihan populasi kera.”

Diterjemahkan dan diedit oleh Nita Murjani dan Leony Aurora.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org