Di Sintang, sebuah kabupaten di pedalaman Provinsi Kalimantan Barat, 59 persen lahan dialokasikan untuk hutan. Sebuah taman nasional yang kaya keanekaragaman hayati berada di aliran sungai terpanjang negeri ini – Sungai Kapuas. Di kawasan ini, magnet besar, mulai dari perkebunan kelapa sawit, kawasan konservasi orangutan hingga kekhawatiran akan kerentanan terhadap kebakaran bertumpuk di satu bentang alam.
Kini, Sintang juga menjadi kabupaten di Indonesia yang mengeluarkan Profil Daerah Berkelanjutan, sebuah ringkasan analitis yang merangkum kemajuan pembangunan berkelanjutan. Publikasi ini menelaah penyebab deforestasi, serta juga aktivitas ekonomi utama dan komoditas yang dihasilkan. Selain itu, ditampilkan pula kerangka waktu yang fokus pada peristiwa penting terkait keberlanjutan, dan dokumen rinci mengenai komitmen, pendanaan dan penerima manfaat.
Dokumen profil ini merupakan hasil dari upaya yang dimotori pemerintah Kabupaten Sintang dan difasilitasi oleh Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), sebuah kolaborasi nasional 12 kabupaten di Indonesia. Dokumen ini memetakan kemajuan dan langkah berikut bagi Sintang, sejalan dengan upaya melindungi sumber alam dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Sintang telah menunjukkan upaya berkelanjutan melalui Rencana Aksi Regional yang dinamai Sintang Lestari. Terdapat banyak inisiatif diimplementasikan di sini – dengan banyak mitra di berbagai proyek,” kata Ristika Putri Istanti, manajer program LTKL, salah seorang penulis profil, seraya menjelaskan bahwa insentif bagi kabupaten belum jelas benar.
Profil ini mengangkat peluang, seperti pengembangan kriya, dan tantangan, seperti kurangnya akses terhadap insentif bagi pembangunan berkelanjutan, beserta kemajuan sembilan elemen kunci kawasan berkelanjutan, yaitu pemantauan dan pelaporan, hak masyarakat lokal dan pertanian. Sintang berada dalam tahap medium kebijakan dan insentif untuk bentang alam berkelanjutan, dan tahap awal penyusunan target kinerja, yang menjadi materi ingin dikontribusikan para peneliti.
“Pertama, kami melihat peluang untuk mengaitkan kinerja dengan insentif melalui laporan pertanggungjawaban di tingkat kabupaten yang berbasis kebijakan nasional, termasuk pencapaian daerah, SDG (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB) dan reduksi emisi,” kata Istanti. “Kedua, ada peluang mengaitkannya dengan kerangka global, termasuk kerangka berbasis pasar yang digunakan sektor swasta dan komunitas investasi. Kami ingin menyatukan semua dalam satu kerangka untuk memudahkan kabupaten.”
Berikutnya, profil kabupaten lain.
LTKL menggunakan pemodelan untuk menyusun profil sembilan elemen kunci yang dikembangkan dari penelitian bersama Insitut Inovasi Bumi (EII), Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan Satuan Tugas Iklim dan Hutan Gubernur di tingkat provinsi, untuk diadaptasikan.
Profil dan analisis ini berada di bawah payung Kerangka Kompetitif Regional (KDSD) LTKL, dikembangkan dengan lima pilar dan 18 indikator berbeda yang disusun oleh sembilan anggota pemerintah kabupaten LTKL untuk memandu aksi berfokus alam, meningkatkan kepatuhan dan standar global.
“Kami menyusun bersama ringkasan indikator dengan pemerintah pusat dan kabupaten, serta mitra pembangunan dan sektor swasta selama dua tahun, karena pada akhirnya, ini harus relevan dan bisa dimanfaatkan semua orang,” kata Istanti. “Keterlibatan mereka dalam pengembangan kerangka ini sangat penting.”
KARAKTEK KOLEKTIF
Bersama dengan upaya yang tengah dilakukan di Gorontalo dan Siak, informasi yang terkumpul di Sintang, sudah sesuai dengan format data untuk digunakan dalam pemetaan tingkat kabupaten di masa depan.
“Kami melihat profil ini sebagai cara bagi kabupaten untuk mengukur dan menginformasikan kemajuan secara terukur dan terstruktur,” kata Gita Syahrani, Kepala Sekretariat LTKL. “Ini menjadi alat komunikasi bersama – menginformasikan kemajuan kewilayahan melalui kontribusi bersama, yang seharusnya tidak hanya berbicara mengenai peran pemerintah tetapi juga rekognisi aktor non-pemerintah yang berkontribusi.”
Profil ini menghasilkan bukti dan data yang menjawab permintaan masyarakat internasional pada tingkat kabupaten, sehingga membuat upaya ini signifikan, kata Amy Duchelle, ilmuwan senior CIFOR, yang menjabat Ketua Tim Perubahan Iklim, Energi dan Pembangunan Rendah Karbon, seraya memberi istilah “membawa rasa lokal menjadi sebuah pendekatan berstandar global.”
“CIFOR dan EII telah mengembangkan profil ini secara global di tingkat provinsi, dan ini profil pertama di tingkat kabupaten yang kami kerjakan,” kata konsultan penelitian CIFOR, Swetha Peteru, salah seorang penulis profil.
Ia menambahkan, “Apa yang telah dilakukan Sintang dengan baik adalah mengkoordinasikan seluruh aktor. Terdapat lembaga multi-pemangku kepentingan bernama Sekretariat Bersama Sintang Lestari. Jadi, apa yang benar-benar unik di sini adalah karakter kolaboratif sebenarnya yang tertuang menjadi profil.”
Sejak awal, tim kerja kabupaten sudah multidisiplin, tidak saja berisi perwakilan pemerintah, tetapi juga lembaga swadaya masyarakat (LSM), asosiasi komunitas dan akademisi. Mereka seluruhnya terlibat dalam pengumpulan data, dan bertanggung jawab atas proses yang untuk dan dari bawah.
Menyelesaikan proses ini di tingkat lokal, atau tingkat kabupaten, mendorong inklusi perspektif yang mengarah pada kemudahan implementasi dan harapan hasilnya nanti.
INSENTIF UNTUK INOVASI
Tujuan dari upaya di tingkat kabupaten dalam membantu menciptakan gairah ekonomi berbasis alam, menjadi topik diskusi panel yang diselenggarakan LTKL dan CIFOR pada Forum Bentang Alam Global mengenai keanekaragaman hayati baru baru ini – di mana Profil Daerah Berkelanjutan Sintang diluncurkan.
Sebuah kertas kerja yang menggali pendekatan yurisdiksional menjadi inti kajian LTKL, yang seperti profil, dipublikasikan dalam diskusi panel.
“Inisiatif LTKL menjadi salah satu cara paling inovatif dalam mendukung pendekatan yurisdiksional secara global,” kata Duchelle. “Pendekatan dari bawah dalam penyusunan profil Sintang tercermin dari penyusun – dari pemerintah lokal, LSM lokal, peneliti lokal dan global, serta LTKL.”
Setelah peluncuran profil ini, langkah berikut bagi kabupaten anggota LTKL adalah pelaporan lengkap sukarela setiap dua tahun, dengan menyampaikan beragam informasi mengenai program dan implementasi pembangunan berkelanjutan.
“Kami ingin menunjukkan, jika kita ingin sebuah kabupaten menerapkan keberlanjutan, maka diperlukan upaya bersama,” kata Syahrani. “Kami menggelar serangkaian diskusi dengan perusahaan, dan menemukan bahwa rekognisi atas bagaimana kontribusi mereka pada dampak yurisdiksional melalui perangkat pelaporan formal pemerintah merupakan titik penting. Jadi, harapannya alat ini juga memberi insentif pada perusahaan untuk memberi dampak lebih besar, tidak hanya pada rantai suplai, tetapi juga pada yurisdiksi.”
Dengan profil yang telah tersedia, dan sambil menunggu laporan penuh KDSD, Sintang bisa memiliki keunggulan kompetitif untuk menarik investasi berkelanjutan dengan transparansi komitmen dan penerapan pembangunan berkelanjutan.
“Kami berharap dengan menyusun kerangka dan profil ini, pada akhirnya kabupaten dapat menunjukkan kemajuan, berdasar pada data yang jernih,” kata Istanti. “Dan untuk para mitra, jika ingin mendukung dan berinvestasi di kabupaten, kini mereka tahu bagaimana caranya.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org