Analisis

Perubahan iklim dan masyarakat desa miskin

Negara berkembang memperoleh bagian besar pendapatan melalui pertanian dan kegiatan lain tergantung cuaca. Ini yang membuat semakin rentan.
Bagikan
0

Bacaan terkait

Terkadang kita merasa gerah merasakan apakah the Climate Change Convention (UNFCCC) akan membiayai kegiatan kehutanan sampai-sampai kita tidak tahu apa yang sebenarnya menjadi pokok persoalan. Jika kita tidak mengurangi pembakaran fossil dan hutan maka kemungkinan iklim akan berubah untuk selamanya. Jika ini terjadi maka akan merusakkan kehidupan berjuta-juta keluarga miskin di dunia.

Seperti yang ditulis dalam “Dampak, Penilaian, dan Kerentanan Perubahan Iklim, Sebuah Ringkasan bagi Pembuat Kebijakan (’Climate Change Impacts, Assessment, and Vulnerability, A Summary for Policymakers’), yang dikeluarkan bulan lalu oleh the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), selama abad terakhir ini rata-rata suhu dunia meningkat lebih kurang 0.6 derajat. Ini cukup untuk melelehkan formasi es, menyebabkan banjir dan kekeringan, mengacaukan ritme/waktu biologis bunga, serangga dan burung, mendorong beberapa jenis tertentu menuju kepunahan, dan merubah rentang geografis untuk yang lainnya. Jika kita tidak melakukan sesuatu untuk menghentikannya, suhu rata-rata akan terus bertambah 1,4 sampai 5.8 derajat sepanjang seratus tahun berikutnya dan permukaan laut akan meningkat dengan rata-rata antara 0,1 dan 0,9 meter. Beberapa wilayah akan mendapatkan curah hujan lebih banyak sedangkan sebagian lainnya lebih sedikit. Peristiwa iklim yang aneh (extreme) ini akan menjadi hal biasa. Bahaya terbesar mengancam terumbu karang, hutan tropis, bakau (mangrove), dan kawasan padang rumput yang alami/asli. Jika masa seratus tahun tampak masih jauh untuk dipikirkan, namun perlu diingat bahwa anak cucu kita masih hidup pada masa yang akan datang.

Yang benar-benar merasakan adalah keluarga miskin yang tinggal di daerah tropis. Laporan IPCC menekankan bahwa negara berkembang memperoleh bagian dari pendapatannya yang lebih besar melalui pertanian dan kegiatan llainnya yang sangat tergantung pada cuaca. Ini yang membuat semakin rentan. Ditambah lagi, negara dan rumah tangga yang kekurangan dalam hal sumber dana/uang, sumberdaya manusia dan sumber ilmiah akan sulit untuk beradaptasi. Tidak seperti kebanyakan di daerah temperate, para ilmuwan berharap bahwa pemanasan bumi dapat mengurangi hasil/panen tanaman yang berpotensi di banyak kawasan tropis. Di banyak kawasan sub-tropika dengan kondisi langka air maka pemanasan bumi akan memperburuk masalah. Hal ini terutama terjadi di Afrika Selatan dan Asia Tengah. Jumlah manusia yang terkena penyakit seperti malaria, demam berdarah, dan kolera akan bertambah. Dari sisi positifnya, ketersediaan air di sebagian kawasan Asia Tenggara akan bertambah dan hasil kayu potensial akan meningkat di seluruh kawasan tropis, namun dampak positif ini tampak kecil jika diperbandingkan.

Dengan demikian bagi mereka yang berpikir hanya negara kaya saja yang mampu prihatin tentang perubahan iklim sebaiknya berpikir kembali. Seperti kasus yang biasa terjadi, masyarakat miskin yang benar-benar merasakan panasnya.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org

Bacaan lebih lanjut

Anda dapat memperoleh tulisan ini dan bahan yang relevan lainnya di situs web IPCC (http://www.ipcc.ch). Jika Anda perlu maka salinan elektroniknya dapat diperoleh secara cuma-cuma (file pdf) melalui Ambar Liano di: mailto:a.liano@cgiar.org (Artikel hanya dalam bahasa Inggris)