Orang seringkali mengatakan bahwa jika petani menghasilkan lebih banyak hasil bumi dan ternak dari lahan yang mereka miliki maka mereka tidak perlu menggunakan areal yang terlalu luas dan dapat lebih banyak lagi menyisakan hutan. Praktek pertanian yang baru juga bisa membuat mereka terus bertani di plot yang mereka miliki daripada menguras kesuburan tanah dan pindah ke areal lain. Logika ini menjadi dasar dari banyak Proyek Pengembangan dan Konservasi terpadu yang berasumsi bahwa, jika petani mengadopsi praktek yang lebih lestari dan intensif maka mereka hanya sedikit melakukan perambahan
pada kawasan lindung yang ada didekatnya.
Pada tingkat nasional dan regional, penelitian pertanian kadang-kadang beragumentasi bahwa kegiatan yang mereka lakukan sedikit mengurangi beban hutan dengan jalan memberikan kesempatan kepada banyak negara untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka tanpa membuka lebih banyak lagi lahan. Mereka menyatakan bahwa satu-satunya cara bagaimana negara-negara tersebut dapat memenuhi permintaan bahan pangan yang berkembang secara pesat tanpa harus lebih banyak lagi membuka lahan untuk tanaman pangan dan padang penggembalaan adalah dengan memperbaiki dan meningkatkan produktifitas pertanian mereka.
’Agricultural Technologies and Tropical Deforestation’, yang di edit oleh Arild Angelsen dan saya sendiri, menyajikan upaya secara komprehensif pertamanya dalam rangka penilaian terhadap argumentasi tersebut. Buku tersebut menyajikan 18 studi yang diperoleh dari beberapa disiplin dan mencakup berbagai negara, teknologi dan tipe pertanian. Kajian yang dilakukan berkaitan dengan segala sesuatu mulai dari penelitian padang penggembalaan
dan perladangan yang sudah maju di Amazon, sampai Revolusi Hijau di Asia, penggunaan pupuk kimia di Afrika, dan reforestasi di Amerika bagian Selatan.
Tulisan ini menyimpulkan bahwa dibawah kondisi tertentu teknologi pertanian yang baru memang benar-benar memberikan keuntungan bagi kondisi hutan, namun dapat pula membawa pengaruh yang berlawanan. Secara khusus, apapun yang membuat pertanian pada kawasan berhutan lebih menarik akan menyandang resiko yang besar dan dianggap buruk bagi hutan. Hal ini bisa memberikan dukungan atau membuat petani yang ada membuka lebih banyak lagi lahan atau mengajak petani baru untuk bergabung. Teknologi yang dapat meningkatkan profitabilitas kegiatan dan tidak memerlukan banyak buruh, seperti
peternakan atau produksi kacang kedelai secara mekanis, secara khusus mengundang banyak permasalahan. Begitu pula dengan pengenalan barang ekspor yang baru seperti coklat, pisang, dan karet di dalam kawasan yang mengalami migrasi berjalan sangat cepat.
Teknologi baru lebih cenderung berpengaruh positif bagi hutan pada saat terjadi penurunan harga barang pertanian dan/atau kegiatan yang memerlukan banyak buruh atau tenaga kasar. Seperti contohnya, peningkatan hasil beras yang cepat sehubungan dengan Revolusi Hijau di Asia mengurangi tekanan pada hutan melalui penekanan (penurunan) harga beras, dan menyebabkan berkurangnya produksi beras di dataran tinggi. Demikian pula pada kawasan tanpa banyak imigrasi, kegiatan yang memerlukan banyak tenaga seperti
penanaman sayur mayur, tanaman pangan, dan beras irigasi dapat mengikat tenaga kerja atau buruh sehingga tidak membuka hutan lebih banyak lagi. Pengalaman dari Eropa Barat dan Amerika menunjukkan bahwa kesempatan kerja di luar pertanian yang menarik dan peraturan konversi hutan yang efektif banyak memberikan pengaruh positif bagi peningkatan produktifitas pertanian terhadap hutan.
Yang terpenting adalah bahwa kaum konservasionis dan para peneliti sebaiknya tidak mengasumsikan bahwa peningkatan produktifitas pertanian selalu berpengaruh baik bagi hutan. Sebelum mereka membuat berbagai upaya untuk melindungi hutan dengan cara mempromosikan pembangunan masyarakat desa, mereka sebaiknya membaca buku ini.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Bacaan lebih lanjut
Jika Anda bekerja pada sebuah organisasi di negara berkembang dan memerlukan salinan buku ini secara cuma-cuma, anda dapat menghubungi: Nia Sabarniati di mailto:n.sabarniati@cgiar.org
Bagi peminat yang lainnya, anda dapat membeli buku yang diterbitkan oleh by CAB International, di amazon.com dan toko buku. Untuk mengirmkan komentar kepada penulis, Anda dapat menghubungi Arild Angelsen di mailto;arild.angelsen@ios.nlh.no