BOGOR, Indonesia — Kebijakan iklim membutuhkan keterlibatan lebih besar dari komunitas ilmu pengetahuan – dan sebuah forum tingkat tinggi yang akan digelar dapat membantu memetakan “dimana perhadapan ilmu dan kebijakan perlu dijalankan dalam masalah kehutanan,” kata Louis Verchot, Direktur Penelitian Hutan dan Lingkungan di Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR).
“Saat kita bergerak melewati 2015, perundingan PBB akan bergeser dari negosiasi internasional besar ke implementasi di tingkat nasional dan sub-nasional,” kata Verchot saat wawancara dengan blog CIFOR, Kabar Hutan. “Jadi ini saat yang baik untuk bertanya bagaimana ilmu bisa lebih efektif mendukung kebijakan hutan tropis dan membantu masyarakat internasional lebih efektif berhadapan dengan perubahan iklim.”
Lebih banyak orang yang mengerti ilmu, lebih mudah bagi masyarakat menemukan solusi
Verchot akan mewakili CIFOR pada Kolokium mengenai Hutan dan Iklim di Universitas Columbia dan akan menutup diskusi di akhir acara. Panel Kolokium terdiri dari enam pemikir utama iklim yang akan mempresentasikan gagasan mereka mengenai bagaimana memetakan masa depan riset iklim. Acara ini akan berlangsung sehari setelah Konferensi Tingkat Tinggi Iklim PBB.
“Kami ingin lebih banyak orang mengerti, kami ingin lebih banyak orang peduli,” kata Verchot. “Lebih banyak orang mengerti ilmu pengetahuan, lebih mudah bagi masyarakat melangkah ke arah solusi.
Di bawah ini, suntingan transkrip wawancara.
Info lebih lengkap dari Kolokium: Para pembicara di Kolokium John Holdren tentang energi, Carlos Nobre tentang variabilitas iklim, Eduardo Brondízio tentang pemerintahan, Dan Nepstad tentang tata guna lahan, Cheryl Palm tentang pertanian dan Pushpam Kumar tentang ekonomi hijau. Informasi lebih lengkap tersedia di sini.
T: Apa pandangan Anda tentang acara ini?
J: Tujuannya adalah melibatkan pemikir kunci soal hutan dan perubahan iklim untuk membantu menyusun agenda ilmu pengetahuan dalam mendukung pengambilan kebijakan dan implementasi lebih efektif terkait masalah kehutanan dan perubahan iklim. Terutama sekali, kami berharap kontribusi dorongan ambisi pada KTT Perubahan Iklim PBB yang akan digelar di New York pada pekan yang sama agar negara-negara berkomitmen mendorong keberhasilan proses UNFCC.
Kami mengorganisasi pertemuan ini untuk terlibat dengan pemangku kepentingan dalam beragam disiplin ilmu terkait masalah perubahan iklim. Kami telah berbicara mengenai perubahan iklim dan hutan terutama saat pertemuan UNFCCC, dan konferensi ini memberi kita peluang untuk melibatkan audiens lebih luas di New York.
Fakta bahwa Sidang Umum PBB mengangkat masalah ini akan membantu meningkatkan kesadaran soal kehutanan dalam agenda perubahan iklim. Tetapi kebijakan efektif membutuhkan pelibatan lebih besar ilmu, jadi kami berharap pertemuan ini membantu menetapkan pandangan kebutuhan persentuhan ilmu-kebijakan masuk dalam masalah kehutanan.
Satu-satunya tempat aman menyimpan karbon di biosfer adalah dalam hutan
Saat kita melewati 2015, perundingan PBB akan bergeser dari negosiasi besar internasional menjadi implementasi di tingkat nasional dan sub-nasional. Jadi ini saat tepat bertanya bagaimana ilmu dapat lebih efektif mendukung kebijakan hutan tropis dan membantu masyarakat internasional menghadapi perubahan iklim dengan lebih efektif.
T: Akankah hutan disebut dalam pertemuan PBB?
A: Ya, tentu saja. Kehutanan, pertanian dan penggunaan lahan masih menyumbang 25 persen emisi gas rumah kaca, mereka sama pentingnya dengan emisi terkait-energi – jadi tidak bisa diabaikan. Pada saat yang sama, hal ini selalu makin rumit, karena emisi tersebut umumnya muncul dari negara berkembang, dan negara-negara ini menghadapi beragam tantangan ekonomi. Tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca tidak boleh menghalangi keamanan pangan mereka, dan mereka perlu integritas lingkungan untuk mengejar target pembangunan.
Sebagai tambahan, kehutanan adalah satu wilayah dalam UNFCCC yang paling efektif untuk maju; mereka tidak membuat kemajuan secepat bahan bakar fosil.
Hutan adalah jaring pengaman utama dalam sistem iklim, menyerap sekitar 35-45 persen semua emisi bahan bakar fosil melalui pertumbuhan hutan, dan menghindari emisi berada di tempat lain di biosfer yang efeknya merusak. Ketika karbon dioksida berlabuh di lautan, pengasaman terjadi, merusak terumbu karang dan mempengaruhi kerang. Jika Anda menyimpannya di tanah, karbon dengan mudah muncul kembali. Satu-satunya tempat aman menyimpan karbon di biosfir adalah hutan.
T: Bagaimana Anda memilih enam pembicara?
J: Kami mencari disiplin ilmu berbeda yang kami pikir akan bisa berkontribusi pada pemikiran baru ketika mengidentifikasi jenis ilmuwan yang ingin dikumpulkan satu meja – gabungan ilmuwan biofisik dan sosial. Jadi kita tahu misalnya bahwa Carlos Nobre, ilmuwan iklim brasil, telah berbicara mengenai kebutuhan perubahan transformasional di masyarakat kita. Ia menghubungkan klimatologi dan kebutuhan masyarakat.
Eduardo Brondizio telah mengerjakan hak masyarakat, hak kolektif, dan masalah perubahan iklim, jadi ia telah banyak memikirkan masalah sosial yang ingin kita integrasikan. Daniel Nepstad adalah tokoh internasional ternama masalah kehutanan, dengan pengalaman luas mengenai hutan tropis Amazon hingga Asia Tenggara, dan menelaah isu tersebut dari sudut pandang ekologis. Semua orang ini menelaah ketersinggungan kebijakan ilmu – dan merekalah kunci acara ini; bukan sekadar ilmu untuk kepentingan pengetahuan, tetapi ilmu untuk membangun dunia lebih berkelanjutan.
Kami mengundang Jon Holdren, yang sempat menjadi kepala Woods Hole Research Center, profesor di Berkeley dan Harvard, dan orang yang memimpin Kantor Kebijakan Ilmu dan Teknologi Presiden Barack Obama. Ia akan menyumbangkan refleksinya pada wilayah seputar sisem suplai energi berkelanjutan dan dukungan ilmu dalam menyusun pengambilan kebijakan, yang benar-benar diperankannya sekarang.
Jadi itulah elemen-elemen – pemikir utama lintasdisiplin di bidangnya, yang juga memahami di mana ilmu dan kebijakan bersatu.
T: Apa yang Anda harapkan didapat orang dari acara ini?
J: Saya berharap mereka mendapat minat intelektual terbarukan dalam subyek ini. Alasan kami membuatnya terbuka adalah soal perluasan jangkauan dan kesadaran. Kami tidak terlalu aktif dalam lingkaran kebijakan di AS; kami lebih banyak di Eropa, jadi ini peluang untuk menjangkau audiens AS dan menstimulasi debat ini, serta bergerak mengeksaminasi intelektual lebih dalam.
Kami perlu solusi kebijakan yang tidak hanya mengatasi masalah hari ini, tetapi mengantisipasi masalah yang akan muncul dua dekade mendatang
Saya pikir Columbia University (tempat Earth Institute) adalah tempat yang tepat melakukan ini – lembaga ini memiliki sejarah panjang menghubungkan isu kebijakan penting secara nasional dan internasional. Jadi kami berharap dengan menjembatani acara di Columbia akan menarik perhatian audiens AS terhadap isu ini.
Kami ingin lebih banyak orang mengerti, lebih banyak orang peduli – lebih banyak orang mengerti ilmu, lebih mudah bagi masyarakat menemukan solusi.
T: Apa hubungan CIFOR dengan Earth Institute dan apa yang bisa dicapai dalam kebersamaan itu?
A: Ini berkembang menuju kemitraan yang baik. Saya sangat senang gagasan mencoba mengembangkan ilmu iklim untuk aksi di lapangan, dan mengaitkan itu dengan pekerjaan kami mengenai pendekatan adaptasi perubahan iklim berbasis-ekosistem. Columbia dapat membantu kita mengembangkan pemahaman lebih baik untuk beragam jenis tekanan dari perubahan iklim terhadap lanskap di mana kami bekerja, dan jenis tekanan variabilitas iklim pada sistem produksi dan penghidupan.
Columbia juga punya ilmuwan terkemuka mengenai penggunaan lahan tropis dan perubahan penggunaan lahan yang terkait dengan agenda riset ilmuwan kami di Amazon, India, Afrika dan Asia Tenggara.
Jadi kemitraan ini akan membantu membuat kami lebih efektif dalam melakukan pendekatan terhadap adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
T: Mengapa menjadi penting menggelar acara seperti Kolokium seperti ini?
J: Kami mengumpulkan beberapa pemikir inovatif yang tidak sering ada kesempatan untuk bersama, mendengarkan apa yang mereka katakan, hingga kita bisa mengitegrasikan gagasan baru dengan apa yang dilakukan CIFOR dan mitra kami secara intelektual.
Acara ini juga memunculkan perdebatan akan hal ini di New York bersama dengan acara besar, Pekan Iklim dan KTT (PBB) hingga suara dari tropis didengar. Saya pikir ada kecenderungan sesekali tersesat ketika masalah tersebut diperdebatkan di negara berkembang. Jelas sekali emisi bahan bakar fosil di negara maju dan negara tengah maju penting, tetapi dengan pertumbuhan penduduk masih tinggi di negara berkembang dan kemajuan pembangunan ekonomi, kita perlu solusi kebijakan yang tidak hanya mengatasi masalah hari ini, tetapi mengantisipasi masalah yang akan muncul dalam dua dekade mendatang.
Acara seperti ini jelas bisa menjadi titik terang, dan saya pikir ketika kita mengumpulkan orang sekaliber ini dari beragam disiplin, kita bisa berharap menemukan sinergi antara apa yang ditelaah ilmuwan sosial, ilmuwan biofisik, seperti yang dibahas klimatologis dan rimbawan – jadi saya pikir ini bisa berjalan jauh.
Saya benar-benar gembira menyambut acara ini. Saya pikir kita punya banyak yang ingin dikatakan pada dunia, dan banyak yang perlu didengar dari dunia.
Untuk informasi lebih mengenai Kolokium mengenai Hutan dan Iklim, klik di sini.
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org