Bagikan
0

Bacaan terkait

Terletak di jantung Provinsi Muchinga, Zambia, hutan Miombo mendadak ‘hidup’ di musim hujan. Di bawah kanopinya yang menjulang tinggi, dan kaya akan keanekaragaman hayati, tersimpan harta karun tersembunyi—jamur liar—yang diam-diam mengubah kehidupan.

Januari tahun ini, Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) memulai misi untuk mendokumentasikan sumber daya luar biasa ini sebagai bagian dari proyek Zambia for Agroforestry, Biodiversity, and Climate (Z4ABC). Bekerja sama dengan fotografer alam Catherine Marciniak dan Steve Axford dari PlanetFungi, tim berupaya menangkap keajaiban dan potensi jamur di hutan Miombo.

Film dokumenter yang akan segera tayang, “Dapur Alam: Jamur di Hutan Miombo Zambia,” mengeksplorasi bagaimana rantai nilai berkelanjutan membangun ketahanan sekaligus membuka peluang baru bagi masyarakat lokal. Didanai bersama-sama oleh inisiatif DeSIRA Uni Eropa dan mitra-mitra dari Finlandia, proyek Z4ABC menghubungkan keanekaragaman hayati, ketahanan pangan, dan pemberdayaan ekonomi—dari lantai hutan hingga pasar internasional.

Menjelajahi Jantung Hutan Miombo

Perjalanan kami dimulai pada Sabtu pagi. Sebuah konvoi yang terdiri dari penggemar jamur, ilmuwan, fotografer, dan ahli komunikasi memulai perjalanan 12 jam menuju Chiundaponde, sebuah desa terpencil di pedalaman Provinsi Muchinga. Tim membawa kamera, peralatan ilmiah, perlengkapan, dan bahan-bahan untuk ekspedisi selama 10 hari. Kami tiba larut malam dan disambut oleh pepohonan menjulang dan kanopi lebat hutan Miombo.

Keesokan paginya, kami menjelajahi hutan di belakang gubuk kayu tempat tinggal kami. Saat matahari menembus kanopi yang lebat, kami bisa melihat kemunculan menakjubkan berbagai jenis jamur. Tim dipimpim oleh ahli mikologi Peter Mortimer dalam mendokumentasikan semuanya, dari chanterelle yang lembut hingga jamur rayap raksasa. Lantai hutan berkilauan dengan nuansa cokelat, oranye, kuning, dan emas—yang berasal dari hamparan spesies Termitomyces (jamur rayap), Chanterelle (jamur jengger ayam mas), dan Amanita (jamur kikik lalat).

   Left to right: Termitomyces, Chantarelles and Amanita mushroom species. Photos by Lydia Amanzi / CIFOR-ICRAF

Harapan bagi Komunitas

Selama berabad-abad, jamur telah menjadi makanan pokok musiman yang penting di Zambia. Hali ini karena jamur menyediakan nutrisi penting bagi penduduk setempat saat musim kemarau dan saat ketidakpastian iklim yang berubah-rubah. Namun, potensinya sebagai komoditas yang memiliki nilai jual masih belum dimanfaatkan secara maksimal—hingga saat ini.

   Community members gathered around the drum during a slurry production training. Photo by Lydia Amanzi / CIFOR-ICRAF

“Jamur mulai menarik minat baik di tingkat lokal dan global, bukan hanya sebagai makanan tetapi juga karena khasiat dalam penyembuhan penyakit,” jelas Chilala Ndeke, koordinator lanskap Z4ABC. “Perubahan pola cuaca membuat jamur liar semakin langka tumbuhnya.  Karena itu, kami melatih komunitas dalam budidaya, panen, dan pengolahan secara berkelanjutan. Ini tentang menjaga sumber daya sekaligus meningkatkan kualitas dan aksesibilitasnya.”

Melalui proyek Z4ABC, komunitas lokal belajar cara membersihkan, mengolah, dan menyimpan jamur dengan benar—keahlian yang dapat membantu mereka dalam usaha memasarkan produknya ke pasar di Afrika dan Eropa. Selain manfaat ekonomi, inisiatif ini juga memberdayakan masyarakat untuk mengelola sumber daya alam mereka sendiri dan memastikan kelestarian hutan bagi generasi mendatang.

   Professor Peter Mortimer and Z4ABC landscape coordinator, Chilala Ndeke demonstrate how to pour mushroom slurry in Muchinga Provinces. Photo by Catherine Marciniak / PlanetFungi
   Pouring mushroom slurry in Muchinga Provinces. Photo by Catherine Marciniak / PlanetFungi

Inovasi dengan Perubahan Besar

Salah satu pendekatan paling inovatif dalam proyek ini adalah penggunaan bubur (slurry treatment) untuk merangsang pertumbuhan jamur. Terinspirasi dari suksesnya model terapan di negara seperti Cina, metode ini melibatkan pencampuran air, pati, gula, dan spora jamur dalam larutan kaya nutrisi. Setelah difermentasi selama beberapa minggu, bubur ini disebarkan di lantai hutan untuk meningkatkan populasi jamur secara berkelanjutan.

“Ini adalah terobosan besar,” kata Mortimer. “Teknik ini tidak hanya meningkatkan hasil panen, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada praktek panen liar, membantu melestarikan ekosistem yang rapuh.”

Tim juga mengeksplorasi potensi beberapa jenis jamur sebagai bahan obat-obatan, dengan cara  menggabungkan pengetahuan tradisional dengan penelitian ilmiah modern untuk membuka peluang baru di bidang kesehatan dan kesejahteraan.

   Some medicinal mushrooms harvested in the Miombo forests. Photo by Lydia Amanzi / CIFOR-ICRAF

Menyeimbangkan konservasi dan mata pencaharian

Di Chiundaponde, manajer African Parks, Andrew Chomba, berbicara tentang keseimbangan yang rapuh antara konservasi dan mata pencaharian. “Jika jamur bisa menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat, maka pertanian dapat dijalankan secara berkelanjutan dan hutan tetap terjaga. Kuncinya adalah menyelaraskan upaya konservasi dengan rencana pengelolaan satwa liar agar dapat memberi manfaat bagi manusia dan alam,” jelasnya.

Bagi warga lokal seperti Theresa Kabaye, salah satu kepala perempuan dari Lulimala dan tokoh sentral dalam film dokumenter kami yang akan datang, jamur bukan sekadar sumber pangan—melainkan bagian dari warisan budaya dan keterikatan dengan tanah. “Kami tumbuh besar dengan mengumpulkan jamur,” kenang Kabaye. “Bahkan anak-anak yang berjalan kaki ke sekolah sering membawa jamur yang mereka temukan. Ini menunjukkan betapa jamur telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kami.”

   Theresa Kabaye holds two developmental stages of the Amanita loosei known locally as Tente mushroom. Photo: by Lydia Amanzi / CIFOR-ICRAF

Hutan Miombo mengungkap betapa alam memiliki simpul-simpul jaringan yang sangat kompleks. “Jaringan miselium menghubungkan jamur dengan akar pohon, memungkinkan pertukaran nutrisi,” kata Mortimer. “Jamur mengekstrak air dan nutrisi dari tanah untuk dibagikan ke pohon. Sebagai imbalannya, pohon menyediakan gula bagi jamur—sebuah hubungan simbiosis yang penting bagi kelangsungan hidup.”

Jaringan bawah tanah ini juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.

   Professor Mike Wingfield, a plant pathologist from the University of Pretoria, observes a fungus on a leaf. Photo by Lydia Amanzi / CIFOR-ICRAF

Mike Wingfield, ahli patologi tumbuhan dari Universitas Pretoria, menekankan pentingnya menjaga kesehatan pohon agar jamur (simbiosis) dapat berkembang. “Sungguh menakjubkan betapa banyak hal di dunia yang bisa kita ungkap melalui mikroskop,” ujarnya. “Sangat penting pula dalam mencegah penyebaran penyakit jamur (parasit) pada pohon ke tanaman lainnya untuk melindungi ekosistem ini.”

Membangun Masa Depan yang Tangguh   

Proyek Z4ABC tidak hanya tentang jamur—ini adalah upaya membangun masa depan yang berkelanjutan dan tangguh. Dengan membekali komunitas dengan pengetahuan, meningkatkan pendidikan, dan memperbaiki mata pencaharian, inisiatif ini menciptakan dampak yang melampaui batas hutan.

“Impian saya adalah melihat rantai nilai yang menguntungkan semua orang,” ujar Ndeke. “Bayangkan seorang anak bisa mengakses pendidikan dari hasil penjualan jamur, atau sebuah keluarga mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik berkat inisiatif ini. Kemungkinannya menjadi tak terbatas.”

Dampaknya sudah mulai terlihat. Komunitas kini mampu meningkatkan teknik pengolahan yang menghasilkan jamur berkualitas lebih tinggi. Mereka juga dapat menawar harga lebih baik, memahami konsep selisih keuntungan, dan aktif dalam rantai nilai. Selain itu, proyek ini mendorong penyebaran ilmu pengetahuan antar beda generasi, memastikan praktik yang berkelanjutan tetap lestari.

Sekilas tentang Masa Depan 

Jamur hasil budidaya berpotensi melengkapi hasil panen liar, sehingga dapat mengurangi tekanan pada sumber daya alam. Teknik pengeringan dan penyimpanan yang lebih baik akan memperpanjang umur simpan, dan membuka peluang ke pasar internasional. Penelitian yang sedang berlangsung tentang manfaat medisnya bahkan dapat menjadikan Zambia sebagai pusat inovasi jamur.

“Ini baru permulaan,” ujar Maarit Kallio, salah satu kolaborator proyek. “Dengan investasi dan kolaborasi yang berkelanjutan, kita bisa menciptakan industri yang berkembang, memberdayakan komunitas, dan tetap menjaga keanekaragaman hayati unik Miombo.”

   Maarit Kallio, a seconded scientist in Value Chains, Forests, Trees & Agroforestry (CIFOR-ICRAF and the University of Helsinki), tastes some freshly cooked Tente mushrooms. Photo by Lydia Amanzi / CIFOR-ICRAF

Saat tim menyelesaikan misi dokumentasi kami, keindahan dan ketahanan hutan Miombo meninggalkan kesan mendalam pada kami. Dari spora terkecil hingga pepohonan tertinggi, keterhubungan ekosistem ini mengingatkan kita pada hikmah alam. Melalui proyek seperti Z4ABC, kita bisa menghormati hikmah itu—dan membangun masa depan yang berkelanjutan untuk semua.

   Left to right: Margaret Mwape, Joyce Kaimba and Theresa Kabaye carefully separate smoked mushrooms in preparation for sale. The Z4ABC project is working with 30 members in Chiundaponde village to enhance their harvesting and drying techniques, aimed at opening doors to lucrative local and international markets as a food security mechanism and income generator. Photo by Lydia Amanzi / CIFOR-ICRAF

Tentang Z4ABC 

Z4ABC adalah proyek empat tahun yang didanai oleh inisiatif DeSIRA dari Uni Eropa. Proyek ini dipimpin oleh Center for International Forestry Research (CIFOR) dan dilaksanakan bekerja sama dengan Pemerintah Republik Zambia serta tiga institusi penelitian Finlandia: Natural Resource Institute Finland (Luke), University of Helsinki, dan Häme University of Applied Sciences (HAMK). Selain itu, proyek ini juga bermitra dengan dua universitas lokal, yaitu University of Zambia (UNZA) dan Mulungushi University (MU).

Proyek ini bekerja erat dengan aktor pemerintah, non-pemerintah, dan sektor swasta di tingkat nasional, lanskap, dan lokal. Sasaran utamanya adalah komunitas lokal, dengan tujuan membangun rantai nilai berbasis alam yang berkelanjutan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
MENU CLOSE ×