Konferensi iklim di Azerbaijan—“tanah air” ekstraksi minyak bumi

Apa makna dari pemilihan lokasi COP tahun ini bagi nasib bahan bakar fosil—dan hutan?
, Monday, 11 Nov 2024
Kontras tradisi dan modernitas di Baku, Azerbaijan. Foto oleh Dan Mason/Flickr

Tahun ini, Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ke-29 (UNFCCC COP29) akan diadakan di Baku, Azerbaijan. Mengingat kewajiban industri bahan bakar fosil untuk memitigasi perubahan iklim menjadi agenda pembahasan penting dalam konferensi ini, maka lokasi acara tersebut di negara yang menggambarkan dirinya sebagai “tanah air minyak yang bersejarah” — situs tempat sumur minyak bumi pertama digali pada tahun 1840-an — bukanlah hal yang tak memiliki arti.

Dalam bahasa Persia Modern, Azerbaijan berarti “Tanah Api” dan disebut demikian karena rembesan minyak dan gasnya yang terbakar di masa lampau. Di sebuah lereng bukit dekat Baku, misalnya, api gas alam berkobar terus-menerus dari lapisan batu pasir berpori. Sumber daya alam ini telah menopang ekonomi negara itu selama berabad-abad—pada tahun 1901, setengah dari minyak dunia diproduksi di Baku, dari 1.900 sumur yang beroperasi di area seluas hanya sekitar 15,5 kilometer persegi.

Kini, Azerbaijan adalah pemain migas yang tak terlalu penting, cuma memproduksi kurang dari 1% minyak dan gas dunia. Namun, bahan bakar fosil tersebut mencakup lebih dari 90% dari semua ekspor dan mencakup 64% dari pendapatan negara.

Menjelang konferensi iklim tahun ini, Badan Energi Internasional (IEA) telah mengingatkan para penandatangan konvensi tentang perlunya memenuhi janji tahun lalu untuk mempercepat transisi energi global menuju sumber terbarukan. Pemerintah Azerbaijan telah berinvestasi besar-besaran dalam transisi jaringan listrik nasionalnya menuju energi terbarukan, termasuk memasang pembangkit listrik tenaga surya skala besar pertamanya. Mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap bahan bakar fosil untuk ekspor tetap menjadi tantangan berat bagi negara tersebut – meskipun rencana untuk mulai mengekspor tenaga angin dan surya rendah karbon ke Eropa Timur sudah dalam proses.

Rencana Presidensi COP29 Azerbaijan berpusat pada dua pilar: “meningkatkan ambisi” – membuat semua pihak berkomitmen pada rencana nasional yang ambisius dan transparansi – dan; “memperkuat aksi” – menopang peningkatan keuangan yang sangat dibutuhkan untuk mengurangi emisi, beradaptasi terhadap perubahan iklim, serta mengatasi kerugian dan kerusakan.

Sejalan dengan hal tersebut, Azerbaijan telah meluncurkan dana Aksi Keuangan Iklim, yang akan menginvestasikan kontribusi keuangan tahunan dari negara-negara dan perusahaan-perusahaan penghasil bahan bakar fosil untuk membantu negara-negara anggota memenuhi Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC) mereka terhadap Perjanjian Paris, dan mendanai aksi ketahanan iklim di negara-negara berkembang. Azerbaijan awalnya berupaya mengenakan pungutan atas produksi bahan bakar fosil, tetapi mengalihkan strateginya ke dana sukarela dan tidak mengikat setelah menghadapi penolakan dari negara-negara produsen lainnya.

Wanita merayakan Nar Bayrami adalah festival tahunan pada bulan Oktober/November di wilayah Goychay Azerbaijan. Foto oleh Mammad Rahimov/Kementerian Kebudayaan Azerbaijan

Azerbaijan sendiri sudah tidak asing dengan dampak perubahan iklim. Negara ini merupakan bagian dari Kawasan Pegunungan Kaukasus, yang menjembatani Eropa dan Asia Tengah, membentang dari Laut Hitam hingga Laut Kaspia, dan merupakan rumah bagi banyak spesies endemik, termasuk macan tutul kaukasia (Panthera pardus tulliana) yang terancam punah. Kawasan ini mengalami peningkatan suhu, penyusutan gletser, kenaikan permukaan laut, pengurangan dan pendistribusian ulang aliran sungai. Peristiwa terkait cuaca ekstrem yang makin sering terjadi – seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan erosi pantai – telah mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan dan jatuhnya korban jiwa.

Di negara-negara tetangganya di Asia Tengah, penduduk pedesaan hidup dalam kondisi yang sering kali buruk. Mereka hidup dalam kondisi kekeringan ekstrem, tantangan alam pegunungan tinggi, dan dampak pemanasan global yang jauh di atas rata-rata global. Pertanian di sini biasanya hanya dapat dijalankan dengan irigasi, yang perlu dikelola dengan sangat hati-hati karena dampak iklim mulai terasa.

Meski demikian, kawasan ini merupakan salah satu pusat genetika global untuk keanekaragaman berbagai spesies buah dan kacang agroforestri. Kawasan ini adalah tempat lahirnya daftar panjang buah-buahan dan kacang-kacangan favorit seperti apel, aprikot, delima, almond, ceri, kenari, dan pistachio.

Namun, pada tahun-tahun setelah runtuhnya Uni Soviet, keragaman genetik ini terancam. Perubahan iklim yang makin parah juga kian mengancam kekayaan genetik ini. Organisasi-organisasi internasional seperti CGIAR merespons segera ancaman ini setelah runtuhnya Soviet dengan mendukung pembentukan bank benih dan gen nasional di Georgia, Azerbaijan, dan Armenia, yang masih bertahan hingga hari ini.  

Kini, di tempat-tempat seperti pedesaan Tajikistan, minat terhadap penanaman pohon untuk makanan dan mata pencaharian kembali meningkat. Misalnya, para peneliti di Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan Agroforestri Dunia (CIFOR-ICRAF) mencatat dampak kiriman uang dari para pekerja migran yang bekerja di luar negeri terhadap pemanfaatan lahan berkelanjutan di lanskap tempat tinggal mereka.

“Asia Tengah dan Kaukasus merupakan kawasan yang menarik, kaya akan sejarah, pusat keanekaragaman hayati yang penting, dan di mana-mana ada penduduk yang sangat ramah, yang telah belajar untuk hidup di tengah kesulitan iklim dan selalu terbuka untuk menerima orang asing,” kata Christopher Martius, Ketua Tim Perubahan Iklim, Energi, dan Pembangunan Rendah Karbon CIFOR-ICRAF.

“Dunia bisa belajar banyak hal dari kawasan ini, seperti teknologi irigasi dan metode pengawetan tradisionalnya untuk buah, daging, dan makanan lainnya. COP di daerah ini akan membantu menyoroti kawasan yang kaya akan sejarah ini.”

 

Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.
Topic(s) :   Climate change