Interview

Menggunakan Facebook untuk Mengungkap Praktik Ilegal Olahraga Berburu

Hani Rocha El Bizri membagikan cara ilmuwan menggunakan data media sosial untuk mengungkap berburu ilegal di Brasil
, Wednesday, 2 Oct 2024
Ibu dan anak-anak kapibara di pantai. Foto oleh Bernard Dupont/Flickr

Brasil dikenal sebagai negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, mencakup enam bioma daratan dan tiga ekosistem laut, serta sekitar 103.870 spesies hewan, termasuk tamarin singa emas, rubah pemakan kepiting, dan tapir.  

Kekayaan fauna ini menarik perhatian para pecinta alam dan penggiat olahraga berburu. Namun, banyak hasil buruan yang ilegal, dan sejumlah orang tidak ragu untuk membagikannya di platform seperti YouTube dan Facebook.

Sebuah studi baru yang diterbitkan di Conservation Biology menjadi pionir dalam menyediakan data sistematis tentang aktivitas olahraga berburu ilegal di Brasil dengan memanfaatkan data dari Facebook.

Selama dua tahun, para peneliti meninjau 2.046 unggahan di lima grup Facebook, dan mengidentifikasi 4.658 hewan buruan ilegal dari 157 spesies asli, di mana sembilan belas di antaranya termasuk spesies terancam punah. Studi ini juga menemukan adanya perburuan ilegal di 27 negara bagian Brasil dan enam bioma alaminya.

Penulis utama Hani Rocha El Bizri berbincang dengan Forests News mengenai temuan studi ini dan pentingnya untuk mendorong pengelolaan satwa liar yang berkelanjutan di Brasil. El Bizri juga mengoordinasikan Transformative Partnership Platform (TPP) yang akan datang tentang Pemanfaatan Spesies Liar Berkelanjutan, yang dipimpin oleh Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF).

Distribusi spasial 2046 peristiwa perburuan tetrapoda (mamalia, burung, reptil, dan amfibi) berdasarkan data media sosial di seluruh Brasil berdasarkan bioma di mana perburuan mungkin terjadi. Profil elevasi didasarkan pada data yang tersedia secara terbuka di at ASTER Global Digital Elevation

Tanya: Apa yang menjadikan studi ini terobosan penting bagi Brasil?

Jawab: Studi ini merupakan terobosan penting bagi Brasil karena menjadi salah satu yang pertama bagi peneliti yang menggunakan media sosial untuk menyelidiki olahraga berburu ilegal. Meskipun topik ini telah menarik perhatian media, termasuk CNN dan BBC, bukti yang ada masih bersifat anekdot dan tidak ada standarisasi dalam pengumpulan data.

Mengumpulkan data mengenai perburuan ilegal di Brasil sangat menantang, karena hanya perburuan babi hutan Eropa invasif [Sus scrofa] yang legal. Para pemburu mungkin tidak jujur tentang perburuan spesies asli karena takut dituntut, sehingga cakupan geografis olahraga berburu ilegal ini masih kurang dipahami. Namun, analisis terbaru menunjukkan bahwa perburuan ini terjadi hampir di seluruh Brasil, termasuk di semua bioma dan negara bagian.

Berdasarkan pemantauan lima grup Facebook olahraga berburu, peneliti mengaitkan unggahan perburuan dengan 14,2% kota di Brasil, atau 790 kota secara total. Meskipun ada banyak grup lain dan kemungkinan besar banyak pemburu yang tidak memposting hasil buruannya, sehingga penyebaran perburuan ilegal mungkin diremehkan. Temuan ini menunjukkan bahwa pelarangan aktivitas ini hanya dengan mengandalkan pengawasan saat ini tidak efektif.

Tanya: Anda mengatakan bahwa olahraga berburu telah menarik banyak perhatian media. Apa yang membuat topik ini begitu menarik bagi publik?

Jawab: Kebanyakan grup media sosial tentang olahraga berburu muncul pada tahun 2018, ketika mantan presiden Jair Bolsonaro memenangkan pemilihan nasional. Saat itu, orang-orang tampaknya menjadi kurang khawatir tentang penuntutan, karena pembubaran lembaga lingkungan dan retorika serta tindakan presiden yang dianggap bertentangan dengan perlindungan lingkungan. Pemerintah juga mengeluarkan serangkaian dekrit yang mempermudah kolektor, penggiat olahraga menembak, dan pemburu untuk membeli senjata api, dengan salah satu tujuan mengurangi populasi babi hutan invasif.

Namun, banyak yang memperhatikan peningkatan unggahan foto spesies asli yang diburu di media sosial dan YouTube. Bukti anekdot menunjukkan bahwa beberapa pemburu terdaftar juga menggunakan senjata mereka untuk berburu spesies asli.

Tanya: Mengapa Anda memilih Facebook sebagai platform untuk mengumpulkan data?

Jawab: Kami telah menerbitkan makalah tentang YouTube dan olahraga berburu pada tahun 2015, di mana saya menemukan beberapa video berburu ilegal dan mulai tertarik memahami pengaruh media sosial terhadap praktik ini. Selama pemerintahan Bolsonaro, semakin banyak video olahraga berburu ilegal muncul di YouTube, dan kami ingin melihat apakah hal serupa juga terjadi di Facebook.

Kami menemukan bahwa Facebook memiliki beberapa keunggulan dibandingkan YouTube, karena lebih berorientasi pada komunitas dan menyediakan informasi yang lebih lengkap. Di Facebook, lebih mudah membentuk komunitas tempat banyak orang berbagi foto dan video perburuan, sementara saluran YouTube biasanya dikelola oleh satu individu.

Selain itu, menggunakan Facebook memungkinkan kami melacak lokasi pengguna hingga tingkat kotamadya, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di YouTube. Dari YouTube, kami hanya bisa menebak bioma tempat perburuan terjadi, tetapi Facebook memberikan data lokasi yang lebih akurat.

Tanya: Apa saja tantangan yang Anda hadapi?

Jawab: Identifikasi spesies dari gambar bisa sangat sulit, terutama jika hewan tersebut sudah terbunuh dan terpotong-potong. Ketika saya memulai penelitian ini bersama ilmuwan CIFOR-ICRAF, Lauren Coad dan Julia Fa, penelitian ini tidak terikat pada proyek besar mana pun. Namun, kami berhasil mendapatkan pendanaan melalui TRADEHub [Pusat Pemantauan Konservasi Dunia UNEP], yang memungkinkan kami mempekerjakan tiga ahli untuk mengidentifikasi burung dan reptil, yang merupakan spesies sulit untuk dikenali. Sebagian besar hewan buruan adalah burung.

Tanya: Kemana arah penelitian ini selanjutnya?

Jawab: Kami sedang mengerjakan makalah lain yang menganalisis implikasi sosial-politik dari pelonggaran peraturan senjata api terhadap perburuan spesies asli di Brasil. Penting untuk menyelidiki apakah peningkatan akses senjata api berdampak pada perburuan ilegal spesies asli — terutama karena banyak grup berburu ini dibentuk pada tahun 2018 ketika Bolsonaro memenangkan pemilu.

Tanya: Apa dampak yang Anda harapkan dari penelitian ini?

Jawab: Saya berharap penelitian ini membuka jalan untuk lebih memahami kondisi fauna asli, serta memberikan informasi strategis yang dapat disesuaikan untuk menangani olahraga berburu. Tentu saja, diperlukan lebih banyak penelitian dan analisis kebijakan untuk menentukan langkah terbaik ke depannya.

Salah satu kemungkinan yang lebih kontroversial adalah mengatur dan menciptakan program berburu yang berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat lokal, seperti yang telah terbukti efektif di negara-negara lain seperti Afrika Selatan, Zimbabwe, Namibia, dan Uruguay. Ini perlu dibahas secara luas, karena temuan kami menunjukkan bahwa peraturan saat ini tidak berhasil mencegah perburuan spesies asli. Bagaimanapun, kita perlu mencari alternatif.

Ucapan Terima Kasih

Riset ini didanai oleh Gordon and Betty Moore Foundation melalui hibah GBMF9258 kepada Comunidad de Manejo de Fauna Silvestre en la Amazonía y en Latinoamérica (COMFAUNA) dan proyek UK Research and Innovation’s Global Challenges Research Fund (UKRI GCRF) Trade, Development and the Environment Hub (ES/S008160/1).

Kami berterima kasih kepada Coordenação de Aperfeiçoamento de Pessoal de Nível Superior – Brasil (CAPES) atas beasiswa penelitian PNPD kepada M.A.O. (88887.717863/2022-00). J.A.B. didukung oleh beasiswa pascadoktoral dari Conselho Nacional de Desenvolvimento Científico e Tecnológico (CNPq) (150261/2023-3). D.J.I. mengucapkan terima kasih atas dukungan dari UK Research and Innovation (Future Leaders Fellowship grant MR/W006316/1). J.E.F. dan L.C. didanai oleh USAID sebagai bagian dari Bushmeat Research Initiative dari CIFOR-ICRAF.

Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.