Melakukan sains secara berbeda: bekerja lintas disiplin demi memajukan agroekologi

Para praktisi mendorong untuk mendengarkan secara seksama, menghargai, dan terbuka terhadap perubahan.
, Thursday, 5 Sep 2024
Kunjungan lapangan ke area Aguajal di Loreto, Peru. Foto oleh Junior Raborg/CIFOR-ICRAF

Terinspirasi oleh ekosistem alami, agroekologi adalah pendekatan pertanian yang menggabungkan pengetahuan lokal dan ilmiah, dan berfokus pada interaksi antara tumbuhan, hewan, manusia, dan lingkungan. Mengingat kompleksitas dan tantangan penerapan agroekologi di berbagai skala, para praktisi mendorong pendekatan-pendekatan yang berfokus pada mendengarkan, menghargai, serta menyelaraskan nilai dan kemauan untuk bekerja secara berbeda. Hal itu mereka sampaikan dalam lokakarya interaktif Program Kemitraan Transformatif untuk Agroekologi (TPP Agroekologi) pada 11 Juli.

Bertajuk ‘Melakukan Sains Secara Berbeda’, lokakarya tersebut menandai Dialog TPP Agroekologi pertama, dan ditujukan untuk berbagi dan menciptakan pengetahuan bersama. TPP Agroekologi berupaya mengatasi kesenjangan utama pengetahuan dan implementasi untuk mendukung transisi agroekologi. Program ini bertujuan untuk mempercepat dan mengoordinasikan pekerjaan di bidang agroekologi di seluruh konteks dan skala, baik internasional, nasional, maupun lokal, menuju transisi ke sistem pertanian dan pangan yang lebih berkelanjutan.

Rangkaian dialog ini muncul atas permintaan para anggota forum TPP Agroekologi untuk memperkuat interaksi antara konstituen, mitra, komunitas belajar (Community of Practice/CoP), dan anggota proyek, serta untuk memperluas peran penyebaran ilmiah dan memperkuat peluang penciptaan bersama. Saat mengembangkan rangkaian dialog ini, TPP Agroekologi menunjukkan pendekatan penciptaan bersama sejak awal dengan membuka pilihan topik melalui medium daring ‘Ajukan lokakarya‘.

Selama acara tersebut, hampir 200 peserta lokakarya menjajaki tantangan dan praktik terbaik dalam penerapan agroekologi. Pembicara utama Michael Hauser, seorang rekan senior Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) dan seorang lektor kepala BOKU University di Wina, memaparkan sebuah ‘kerangka kerja untuk realitas’ baru yang memungkinkan untuk menilai transdisiplineritas riset atau program dengan menggunakan karakteristik utama penelitian transdisipliner. Karakteristik yang ia maksud mencakup pengetahuan; kedalaman dan keluasan kolaborasi; orientasi pemecahan masalah; inovasi; serta penerapan dan dampak.

Hauser menyoroti pentingnya perilaku baru, yang menurutnya memerlukan pengembangan kapasitas, kapabilitas, dan minat. Hal terakhir menjadi “paling penting karena sikap, kemauan untuk berubah, dan nilai-nilai dasar semuanya tumbuh dari minat,” ujarnya. “Kita harus mengubah cara kita melihat dunia…dan menyempurnakan nilai-nilai dasar kita. Nilai-nilai dasar hampir seperti sistem operasi kita dalam hal perilaku.”

Beberapa tantangan bersifat sistemik dan kompleks, sedangkan yang lain lebih mudah dipahami, kata Lisa Fuchs, seorang ilmuwan di Alliance of Bioversity International and CIAT di Nairobi. Ia berbagi progres dan temuan pada proyek-proyek TPP Agroekologi yang berfokus pada inovasi, metodologi, hasil, dan penciptaan bersama. Ia menyarankan para praktisi untuk mendengarkan secara seksama sebelum berkolaborasi; memprioritaskan membangun hubungan di awal interaksi; berlaku mudah dihubungi dan dijangkau; bersikap responsif dalam tindakan dan perkataan; dan berbagi wawasan.

Brigid Letty, seorang ilmuwan utama di Institute of Natural Resources (INR) di KwaZulu-Natal, Afrika Selatan, dan anggota kelompok pengawas untuk jaringan pembelajaran internasional Prolinnova, memimpin diskusi panel tentang kerangka kerja yang diusulkan dalam pidato utama. Ia mengidentifikasi isu-isu utama yang perlu dipertimbangkan, termasuk sejauh mana para peneliti benar-benar berkolaborasi secara transdisipliner, dan apakah sikap respek yang diperlukan untuk mendukung pekerjaan tersebut selalu ada.

“Kita ingin berkolaborasi dengan cara yang bermakna, kita ingin memecahkan masalah di kehidupan nyata dan tentu saja kita ingin memberikan dampak dan melihat penerapan hal-hal yang dikembangkan melalui proses penciptaan bersama ini,” katanya. “Kerangka kerja ini dapat diterapkan dalam berbagai konteks penelitian.”

Kerangka kerja tersebut juga dapat mendukung proses transisi menuju penerapan sains secara berbeda, kata panelis Lilian Beck, spesialis penyuluhan agroekologi di Institute for Social Sciences of Agriculture di University of Hohenheim. “Adalah baik untuk memiliki alat ini untuk merefleksikan diri kita sendiri, untuk memahami bagaimana kita bisa meningkatkan diri, dan untuk menerapkan [penelitian] dalam realitas yang lebih kompleks.”

Menyandingkan penelitian ke dalam aksi kerja merupakan tantangan yang berarti, tetapi bisa diatasi dengan memulainya dengan orientasi pemecahan masalah, kata Valentina Robiglio, seorang ilmuwan senior sistem penggunaan lahan di CIFOR-ICRAF. Ia menggambarkan sebuah proyek percontohan penelitian di Peru yang disebut AgroFor, yang melibatkan pengelolaan hutan dan kolaborasi erat antara para ilmuwan, pakar teknis dan lokal, pemimpin tata kelola, dan masyarakat, yang mengarah pada pembelajaran bersama yang berkelanjutan. “Langkah kuncinya adalah ketika kita bisa pergi ke lapangan bersama dengan para pejabat dari berbagai sektor, petani, masyarakat, LSM, rimbawan, dan agen penyuluhan,” katanya.

Transdisiplineritas dalam penelitian tampaknya menjadi proses interkultural penciptaan bersama “di mana terdapat berbagai cara untuk menciptakan, berinovasi dan menyebarkan pengetahuan, berkumpul bersama dalam lingkungan yang aman untuk menciptakan sesuatu yang baru,” ucap Francisco Rosado-May, Profesor di Universidad Intercultural Maya de Quintana Roo.

Beberapa perubahan pada kerangka kerja tersebut dapat berguna sebagai respons terhadap konteks dan kebutuhan lokal, kata Jane Maland Cady, direktur program Global Collaboration for Resilient Food Systems di McKnight Foundation. “Bagian yang sangat penting dari hal ini adalah pola pikir kita… sedikit banyak hal tersebut dapat tercermin dalam kerangka kerja tersebut.”

Lauren Baker, wakil direktur Global Alliance for the Future of Food, menyebut kerangka kerja tersebut “kuat dan berguna” dalam membentuk kembali institusi-institusi sebagai bagian dari gerakan menuju transdisiplineritas. “Kita butuh orang-orang dengan cara-cara berbeda menjalani dunia untuk duduk bersama,” katanya. “Kita butuh cara berpikir yang berbeda. Kita butuh cara-cara dari berbagai bahasa untuk membantu kita menjani dunia, cara orang-orang hidup di tempat-tempat berbeda yang membantu kita menafsirkan masalah dan solusi.”

Kemauan untuk melakukan penelitian secara berbeda, menerapkan kekhususan konteks, dan beradaptasi sebagaimana yang dibutuhkan merupakan kunci keberhasilan, serta berkontribusi terhadap munculnya budaya baru bagi para peneliti dan organisasi mereka, kata Bernard Triomphe—salah satu koordinator TPP Agroekologi saat ini, yang juga merupakan ahli agronomi sistem, spesialis inovasi di Pusat Penelitian Pertanian Prancis untuk Pembangunan Internasional (CIRAD), serta profesor tamu di Chapingo University di Meksiko.

Tim-tim dalam CGIAR Initiative on Agroecology, salah satu proyek terpadu TPP Agroekologi, melakukan penelitian secara berbeda di banyak lokasi, menerapkan dan menciptakan pendekatan, metode, dan alat sistemik yang mendukung dialog dan penyusunan desain bersama pada berbagai skala. “Hal ini memerlukan negosiasi dan adaptasi yang berkelanjutan,” katanya.

‘Melakukan sains secara berbeda’ juga ditunjukkan melalui latihan memprediksi masa depan secara partisipatif di India dan Senegal melalui proyek Foresight, jelas Marie de Lattre-Gasquet, seorang peneliti CIRAD. Proyek ini mengantisipasi dan merespons lebih dari satu kemungkinan skenario masa depan, dan menciptakan sejumlah masa depan yang diinginkan. Prosesnya bersifat interdisipliner, kolaboratif, dan inovatif, melibatkan pemangku kepentingan mulai dari petani hingga pembuat kebijakan, hingga agroindustri. “Model baru, metrik baru, data yang lebih banyak dan berkualitas lebih baik, serta sudut pandang agroekologi sangatlah penting,” kata de Lattre-Gasquet. “Para pembuat kebijakan tidak bisa membuat keputusan transformatif jika mereka selalu dihadapkan dengan pilihan yang sama.”

Hambatan terbesar terhadap keberhasilan implementasi proyek pada akhirnya mungkin adalah orang-orang—termasuk para peneliti—dan prakonsepsi mereka, serta kesiapan emosional mereka untuk berubah, kata Hauser, yang menutup lokakarya dengan catatan pelajaran utama.

“Kita semua punya kepercayaan dan perasaan masing-masing, dan kita punya ikatan kelembagaan kita sendiri—bentuk beban lain yang harus kita hadapi,” katanya. “Prosesnya bisa penuh tekanan. Prosesnya bisa sulit dan melelahkan, dan seseorang harus siap secara emosional untuk terlibat dan belajar bersama. Bagi saya, ini tetap menjadi ‘masalah terkait orang-orang’.”

Dalam survei selama acara tersebut, para peserta menyoroti inovasi, aksi transdisipliner, pengetahuan masyarakat adat, dan penciptaan pengetahuan bersama sebagai kesimpulan penting dari presentasi utama. Langkah-langkah untuk meningkatkan analisis juga ditekankan, termasuk kolaborasi dengan para pemangku kepentingan, pola pikir yang terbuka, pengembangan kapasitas, berbagi pengetahuan, dan sikap saling menghargai.

Dalam survei selama acara tersebut, para peserta menyoroti inovasi, aksi transdisipliner, pengetahuan masyarakat adat, dan penciptaan pengetahuan bersama sebagai kesimpulan penting dari presentasi utama. Langkah-langkah untuk meningkatkan analisis juga ditekankan, termasuk kolaborasi dengan para pemangku kepentingan, pola pikir yang terbuka, pengembangan kapasitas, berbagi pengetahuan, dan sikap saling menghargai.

Interdisiplineritas pekerjaan lebih tampak ketika komposisi tim beragam, menghilangkan berbagai penyekat mencakup latar belakang budaya dan pengetahuan yang berbeda, yang pada gilirannya, saling memperkaya dan menghasilkan pendekatan holistik dalam pekerjaan, kata para peserta.

“Untuk mengubah pola pikir, Anda memerlukan tindakan-tindakan praktis,” kata salah satu peserta.

 

Anda sekarang dapat memutar ulang rekaman, membaca laporan ringkasan, dan mengakses slide presentasi pada:

  • Agrofor – dipresentasikan oleh Valentina Robiglio
  • Foresight – dipresentasikan oleh Marie de Lattre-Gasquet

 

Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.