Berbagi Pengalaman Kegiatan Rehabilitasi Mangrove

Tantangan dan harapan dalam rehabilitasi mangrove
, Friday, 26 Apr 2024

Kabar Hutan mewawancarai Lely Puspitasari, Spesialis Pemangku Kepentingan dan Kemitraan dari Yayasan Hutan Biru. Dalam wawancara ini, Lely berbagi pengalaman tentang rehabilitasi mangrove di tingkat tapak, termasuk tantangan dan harapan akan sinergi antar pemangku kepentingan untuk pengelolaan mangrove yang berkelanjutan.

Apa yang membuat Anda tertarik menekuni isu terkait mangrove?

Ketertarikan saya ke blue carbon atau karbon biru sebenarnya secara tidak langsung. Awalnya ketertarikan saya adalah bekerja di masyarakat secara langsung di tapak dan visi misinya Blue Forests (Yayasan Hutan Biru, lembaga swadaya masyarakat bergerak di bidang pelestarian mangrove) yang cukup inline (sejalan) dengan passion saya, bekerja langsung di masyarakat mengenal pengetahuan masyarakat di keseharian mereka yang mungkin mereka jauh lebih ahli tentang misalnya kondisi mangrove, merehabilitasi mangrove, dan lain-lain.

Makin ke sini banyak topik-topik terkait dengan karbon biru yang juga banyak bersinggungan di dalam project-project atau program-program Blue Forests. Setiap program Blue Forests itu kami pasti mempertimbangkan banyak aspek. Terutama ketika kami bicara tentang benefit terhadap masyarakat.

Pendekatan apa saja yang pernah digunakan dalam rehabilitasi mangrove dan apa tantangannya?

Pendekatan yang kita selalu coba adalah menggunakan EMR atau Ecological Mangrove Rehabilitation jadi merehabilitasi mangrove secara ekologis. Jadi tidak hanya menanam, (namun) kita perlu tahu histori, kondisi mangrove di area tersebut seperti apa spesies yang biasa tumbuh di situ apa, tidak hanya menanam Rhizophora misalnya. Pelibatan masyarakat sangat penting.

Tantangan yang paling berat ketika kita bekerja di mangrove yang pertama adalah tentang tenurial. Lahan di pesisir itu sangat kompleks sekali. Di kehutanan ada beberapa status kawasan hutan, misalnya ada hutan lindung, hutan produksi yang mungkin masuk di dalam private sector, kemudian ada juga APL – area penggunaan lain, yang kebanyakan mangrove ada di area penggunaan lain ini misalnya sudah jadi tambak, pemukiman atau penggunaan-penggunaan lainnya.

Karena kepemilikan lahan ini sangat kompleks, menjadi tantangan utama walaupun lokasi tersebut misalnya sudah tidak produktif, untuk meyakinkan pemilik lahan supaya kita bisa lakukan rehabilitasi itu sangat berat, (misalnya) kenapa tidak gunakan untuk efektivitas tambaknya ditingkatkan atau produktivitasnya ditingkatkan.

Arah pemikiran kebanyakan masyarakat terutama yang di area tambak itu segi ekonomi untuk rehabilitasi apakah menguntungkan untuk mereka, itu menjadi salah satu tantangan.

Selain memberikan manfaat ekologis, manfaat apa lagi yang ditawarkan mangrove yang sehat, terutama bagi masyarakat pesisir?

Ketika kita mengelola mangrove, kita harus juga mempertimbangkan ekoton-ekoton atau wilayah-wilayah di sekitarnya juga, baik itu di darat maupun di lautnya.

Mangrove itu kan pasti sangat dekat dengan perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, dan salah satu keuntungan yang sering kita coba sosialisasikan kepada masyarakat adalah dengan adanya mangrove yang sehat (maka) livelihood (mata pencaharian) mereka juga akan bertambah.

Jadi salah satu benefit juga, hampir di semua lokasi yang di pesisir itu selain mangrove kita juga ada perikanan, program perikanannya, kita ke perikanan tangkap untuk mendorong nelayan tangkap bisa lebih meningkatkan hasil tangkapan di hutan mangrovenya.

Dan juga mengenalkan mereka tentang kalender musim misalnya kepiting, ikan diidentifikasi kalender musimnya, musim-musim banyak kepiting atau banyak ikan, ini musim bertelur, otomatis kami perlu jaga untuk selanjutnya.

Menurut Anda, seberapa penting peran kemitraan dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan guna mendukung rehabilitasi mangrove?

Di dalam (panduan) Ecological Mangrove Rehabilitation, ada poin monitoring setelah kegiatan rehabilitasi. Di dalam monitoring itu peran masyarakat sangat penting karena mereka tinggal di lokasi di dekat area rehabilitasi. Mereka mencari ikan melewati daerah rehabilitasi, membantu untuk monitoring (pengawasan). Kita mencoba mendorong untuk memberdayakan masyarakat dalam kegiatan monitoring. Kita memerlukan dukungan dari pemerintah (untuk) lokasi-lokasi rehabilitasi lokasi potensial yang sudah diidentifikasi oleh pemerintah itu juga menjadi salah satu referensi kita. Pemerintah punya power dari segi kebijakan, itu sangat mendukung kita dengan misalnya tahu lokasi ini sudah direhab (atau belum), otomatis nanti dari pemerintah bisa merekomendasikan lokasi potensial lainnya.

Kemudian dengan NGO, private sector itu juga penting. Terkadang program kita terbatas oleh waktu, mungkin hanya bisa 3 tahun (atau) 5 tahun, program-program NGO lain yang bisa melanjutkan pengelolaan di area tersebut. Jadi ketika ada program lain yang masuk itu sangat membantu sekali untuk untuk bisa menjaga kesinambungan rehabilitasi di lokasi tersebut.

Di beberapa lokasi di (kabupaten) Kubu Raya di Kalimantan Barat kita bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan PERDA (Peraturan Daerah) tentang rehabilitasi, perlindungan dan juga pengelolaan mangrove dan gambut. Kita bekerja bersama dengan pemerintah untuk mengembangkan kebijakan seperti dari segi praktisioner memberikan masukan, oke ini untuk rehabilitasi wilayah seperti ini sebaiknya seperti apa dan juga kita merujuk juga dari data-data pemerintah lokasi-lokasi potensial rehabilitasi.

Apa harapan Anda terkait pengelolaan, rehabilitasi, dan perlindungan mangrove dalam menjawab tantangan global?

Pengelolaan mangrove itu tidak hanya fokus di mangrovenya saja. Kami berharap ke depannya ada integrasi wilayah-wilayah di sekitar mangrove, tidak bisa terlepas satu sama lain.

Ketika kita bekerja di hampir semua lokasi, kita tidak bisa bekerja hanya di hutan mangrove saja. Pasti mangrove ada di area hutan, kawasan hutan, kemudian ada di area penggunaan lain. Masyarakat juga memanfaatkan komoditas mangrove, kawasannya ini masuk kawasan hutan tapi dari segi apa produknya itu adalah misalnya produk-produk perikanan. Jadi hal-hal seperti itu yang perlu diintegrasikan bersama.

Jadi harapannya ke depannya ketika kita menjalankan program yang terkait dengan mangrove itu harus terintegrasi dengan semua aspek, baik itu darat, mangrove, maupun di perairannya.

Ketika kita bicara mangrove, kebanyakan hanya praktisi-praktisi atau peneliti atau orang-orang yang memang dekat dengan mangrove yang tahu tentang mangrove, kita mencoba mendorong supaya generasi-generasi muda itu juga paham dan mengenal apa itu mangrove.

Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.