Musim hujan telah berlalu, wilayah Asia Tenggara akan kembali menghadapi musim kemarau yang diperburuk dengan adanya El Niño, fase siklus pemanasan suhu Samudera Pasifik. Kini, negara-negara di Asia Tenggara tengah bersiap menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan. Tidak hanya mengancam hutan dan ekosistem lahan yang masih sehat, kondisi ini juga berkontribusi terhadap memburuknya polusi kabut asap lintas batas dan masalah kesehatan yang disebabkan krisis iklim, seiring dengan pembakaran hutan dan lahan gambut yang melepaskan karbon dioksida dan polusi kabut asap yang melintasi batas negara.
Salah satu contohnya, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada 2015 di Indonesia. Kondisi kabut asap berlangsung selama lima bulan dan melintasi batas negara hingga mencapai Vietnam, menyebabkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar USD 16,1 miliar. Dan pada pertengahan 2023, Pusat Meteorologi Khusus ASEAN (ASMC) melaporkan kebakaran dan kabut asap di wilayah utara Thailand, Vietnam, Laos, dan Myanmar.
Menanggapi isu polusi kabut asap yang telah berlangsung selama beberapa dekade, seluruh Negara Anggota ASEAN (AMS) meratifikasi Perjanjian ASEAN tentang Polusi Asap Lintas Batas (AATHP) pada 2015, yang bertujuan untuk mencegah dan memantau polusi asap lintas batas sebagai akibat dari kebakaran lahan dan/atau hutan melalui upaya nasional terpadu yang berkelanjutan. Sebagai realisasi dari komitmen tersebut, Peta Jalan Kerja Sama ASEAN untuk Pengendalian Polusi Asap Lintas Batas dikembangkan dan diadopsi pada Agustus 2016 untuk melaksanakan perjanjian tersebut, setelah serangkaian konsultasi dengan para pemangku kepentingan terkait.
Peta Jalan tersebut meliputi delapan strategi utama yang menerjemahkan prinsip-prinsip AATHP sebagai tindakan nyata dan kolaboratif – mulai dari pengelolaan lahan gambut berkelanjutan hingga pencegahan kebakaran hingga mengurangi risiko kesehatan dan lingkungan – yang akan diterapkan oleh AMS pada berbagai tingkat dan rentang waktu. Dengan visi untuk menciptakan ‘ASEAN Bebas Asap Lintas Batas pada 2020’, strategi ini saling berkaitan dan memperkuat satu sama lain.
Berangkat dari visi tersebut, para pihak AATHP juga telah menyetujui peninjauan independen pada 2020-2021 untuk meninjau kemajuan implementasi Peta Jalan oleh masing-masing AMS. Tinjauan tersebut menemukan bahwa sebagian besar strategi tersebut cukup lengkap dengan kemajuan yang baik dalam beberapa kategori, termasuk penerapan langkah-langkah pencegahan yang efektif dengan meningkatkan pemantauan kebakaran hutan, penilaian dan sistem peringatan dini serta disahkannya undang-undang nasional dan daerah yang bertujuan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Prestasi penting lainnya termasuk kegiatan untuk meningkatkan kerja sama dan pertukaran informasi dan teknologi antar AMS. Namun, hasil tinjauan juga menunjukkan tingkat penyelesaian yang moderat hingga rendah dalam upaya mengurangi luas lahan gambut yang terbakar dan sejumlah peraturan dan/atau insentif untuk praktik tanpa pembakaran.
Secara keseluruhan, Peta Jalan 2016-2020 telah membantu negara-negara ASEAN untuk bekerja sama dalam mengurangi risiko kebakaran hutan dan mencegah polusi kabut asap yang berdampak pada kesehatan—namun masih banyak aspek yang perlu ditingkatkan. Selain itu, tinjauan tersebut juga merekomendasikan penerapan alternatif kebijakan tanpa pembakaran dalam penghidupan masyarakat. Sebagian besar masyarakat adat di Asia Tenggara hanya melakukan pembakaran beberapa bagian hutan tempat mereka tinggal, dan hal ini jarang mengakibatkan kebakaran lahan atau hutan yang luas. Oleh karena itu, pendekatan pengelolaan asap perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait di semua tingkatan.
Saat ini, di bawah bayang-bayang krisis iklim yang kian memburuk dan kebakaran yang diperkirakan akan lebih sering terjadi dan lebih dahsyat – kemungkinan terjadinya kebakaran diperkirakan akan meningkat setidaknya 20-33 persen pada 2050 – ASEAN telah berupaya untuk mengembangkan dan kemudian menerapkan Peta Jalan Kedua.
Diluncurkan pada 21 Februari 2024, Peta Jalan Kedua berupaya mengarahkan AMS untuk mencapai satu tujuan: penghapusan polusi asap lintas batas regional pada 2030 melalui penerapan tindakan kolektif yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran lahan dan hutan.
“Peta Jalan ini bukan sekadar dokumen, melainkan deklarasi niat, peta jalan menuju masa depan yang lebih sehat. Ini mewujudkan tujuan kolektif negara kita,” kata Lonkham Atsanavong, Ketua Komite di bawah Konferensi Para Pihak AATHP (COM), yang berasal dari Laos.
Peta Jalan kedua dibuat pada pertemuan Satuan Tugas yang dihadiri oleh pejabat senior AMS serta mitra pembangunan periode 2022-2023. Peta Jalan tersebut dibuat berdasarkan pengalaman dan menggunakan metode multi-disiplin dan berbasis ilmu, serta meliputi sembilan strategi dan tindakan terkait upaya untuk mengatasi masalah lintas batas negara, dengan meningkatkan kapasitas regional, menerapkan strategi subregional yang disesuaikan, mendorong praktik penggunaan lahan berkelanjutan, praktik pengelolaan lahan gambut yang baik, mengamankan sumber daya, memperkuat kebijakan nasional, meningkatkan kerja sama, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memitigasi dampak kabut asap terhadap berbagai sektor. Peta Jalan ini secara resmi diadopsi pada Pertemuan COM ke-18 pada Agustus 2023.
“Hasil positif dari upaya kolektif para pemangku kepentingan di sebelumnya, termasuk komunitas lokal dan sektor swasta, untuk mengendalikan kebakaran lahan dan hutan menunjukkan pentingnya keterlibatan berkelanjutan dari para pemangku kepentingan di dalam dan lintas sektor dan disiplin ilmu,” ujar Ky-Anh Nguyen, Direktur Direktorat Pembangunan Berkelanjutan Sekretariat ASEAN. Beliau menambahkan bahwa partisipasi pemangku kepentingan sangat penting untuk keberhasilan implementasi Peta Jalan Kedua.
Suhu bumi semakin panas setiap tahunnya, sehingga diperlukan lebih banyak upaya untuk mewujudkan kawasan bebas kabut asap. Dalam konteks ini, Peta Jalan Kedua menyadari tantangan dalam mengelola kebakaran lahan dan hutan serta polusi asap lintas batas. Selain itu, Peta Jalan kedua ini juga memperlihatkan fakta bahwa setiap negara mempunyai kemampuan dan kapasitas yang berbeda-beda dalam mengatasi kebakaran dan polusi. Oleh karena itu, strategi baru dalam Peta Jalan Kedua adalah mendorong kerja sama dan pembelajaran satu sama lain untuk menciptakan Asia Tenggara yang bebas kabut asap.
“Upaya kolaboratif akan membuka jalan bagi solusi inovatif, kemajuan teknologi, dan reformasi kebijakan yang pada akhirnya akan membawa kita lebih dekat untuk mencapai tujuan bersama – masa depan yang bebas dari kabut asap lintas batas,” tutup Swetha Peteru, Ilmuwan dan Koordinator MAHFSA di CIFOR- ICRAF, dalam sambutan penutupnya.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi Swetha Peteru (S.Peteru@cifor-icraf.org).
Ucapan Terima Kasih
Tim MAHFSA yang mengembangkan proyek ini terdiri dari Swetha Peteru dan Ahmad Dermawan dari CIFOR-ICRAF, serta Etwin Kuslati Sabarini, Dyah Ayu Ritma Ratri, Mardiah Hayati, dan Wiraditma Prananta dari Sekretariat ASEAN.
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.