Akhirnya Keanekaragaman Hayati Pertanian Masuk dalam Agenda Konservasi

Kolaborasi lintas sektor menjadi pertimbangan ketika badan penasihat bertemu untuk membantu pelaksanaan GBF
, Thursday, 2 Nov 2023
Tegakan bambu di Yangambi – RDK. Foto oleh: Axel Fassio/CIFOR-ICRAF.

Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global (GBF) Kunming-Montreal menjadi panduan dalam menjaga dan melindungi alam di seluruh dunia – dan pentingnya untuk kehidupan manusia – hingga 2030. Kerangka ini diadopsi pada Desember 2022 ketika Konferensi biodiversitas COP15 dari Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati (CBD) berlangsung. Untuk membantu mencapai tujuan tersebut Subsidiary Body on Scientific, Technical and Technological Advice (SBSTTA), badan penasihat ilmiah antarpemerintah yang bersifat terbuka, memberikan saran kepada COP CBD. Pekan ini, SBSTTA mengumpulkan para ahli keanekaragaman hayati, praktisi, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk memfasilitasi pelaksanaan kerangka kerja tersebut.

Dalam GBF baru ini, untuk pertama kalinya CBD mengakui pentingnya kontribusi lahan yang dikelola terhadap konservasi dan restorasi keanekaragaman hayati. Tujuan A dari Kerangka Kerja ini mendorong 196 pihak yang terlibat dalam konvensi untuk menyediakan dukungan lingkungan dalam menjaga, meningkatkan, dan mengembalikan integritas, konektivitas, dan ketahanan dari semua ekosistem, termasuk daerah pertanian dan perkotaan.

Pencapaian bersejarah ini merupakan hasil kontribusi langsung Proyek Trees on Farms for Biodiversity (IKI-TonF) yang didanai oleh Inisiatif Iklim Internasional Jerman (German International Climate Initiative, IKI), yang dilaksanakan antara tahun 2018 dan 2021 di tingkat global dan di lima negara – Honduras, Peru, Uganda,Rwanda, dan Indonesia. Proyek ini berkontribusi langsung pada pengembangan GBF dengan secara aktif mendorong keterlibatan SBSTTA dan Kelompok Kerja Terbuka GBF Pasca-2020, melalui kerja sama erat dengan penasihat teknis dan titik fokus CBD di kelima negara tersebut.

Dengan lebih dari 40% dari permukaan lahan yang dapat dihuni di dunia digunakan untuk produksi pangan, pertanian memiliki dampak besar pada keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan kesejahteraan manusia. CBD, yang dalam sejarah berfokus pada kawasan lindung, secara tradisi melihat pertanian sebagai salah satu ancaman besar terhadap keanekaragaman hayati. Namun, bagi kehidupan manusia di mana kesejahteraan 8 miliar orang bergantung pada keanekaragaman hayati alam dan pertanian, tujuan CBD untuk ‘hidup berdampingan dengan alam’ hanya dapat tercapai jika kementerian pertanian dan lingkungan beserta lembaga-lembaga mereka bekerja sama melakukan upaya besar untuk mencegah krisis yang mengancam keanekaragaman hayati.

GBF baru ini merupakan kunci peluang politik untuk menjembatani kesenjangan antara lembaga pemerintah dan membantu dalam melaksanakan agenda bersama terkait produksi pangan, kesejahteraan manusia, dan pelestarian keanekaragaman hayati. Pengakuan akan pentingnya ekosistem pertanian dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati – dan bahwa cara kita menggunakan dan mengelola lahan pertanian memiliki pengaruh – untuk pertama kalinya dalam sejarah, memberikan insentif bagi pemerintah untuk melindungi atau mengembalikan lanskap pertanian yang kompleks dan beragam dengan tumbuhan dan menghentikan transformasi menjadi lanskap monokultur berskala besar. Inisiatif ini juga mengakui peran petani, termasuk petani dari kalangan masyarakat adat, sebagai penjaga lahan dan peran penting mereka dalam melestarikan keanekaragaman hayati alam dan pertanian. Strategi keanekaragaman hayati nasional (NBSAPs) yang mengikuti GBF terbaru, juga perlu menekankan peran lanskap pertanian beragam, serta peran hutan dan pohon, dan harus memberikan mandat dan peran bagi kementerian pertanian dan petani sebagai mitra dalam pelestarian keanekaragaman hayati.

Sekarang, ketika SBSTTA telah menentukan arah untuk membantu pelaksanaan kerangka kerja, perhatian baru atas lanskap-lanskap tersebut dan keanekaragaman hayati merupakan titik perubahan signifikan dalam perjalanan menuju masa depan yang harmonis.


Publikasi:

Cerita terkait:

Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.