Umat ​​Manusia Sekarang Hidup Melampaui Sebagian Besar Batasan Lingkungan di Bumi, Demikian Temuan Penelitian

Enam dari Sembilan batas planet telah terlampaui, dan masih banyak lagi yang terancam
, Tuesday, 3 Oct 2023
Pohon sapelli yang tumbang di Lieki, Republik Demokratik Kongo. Foto oleh: Axel Fassio/CIFOR-ICRAF

Sistem di Bumi saat ini menghadapi tekanan akibat aktivitas manusia. Suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya dan terancam kehilangan kondisi yang relatif stabil yang memungkinkan peradaban modern berkembang dalam 10.000 tahun terakhir. Demikian hasil yang didapatkan dari riset baru-baru ini.

Didasarkan pada sebuah konsep yang diperkenalkan pada tahun 2009 yaitu mendefinisikan Keterbatasan Bumi, riset terbaru menemukan bahwa enam dari sembilan “batas-batas” kemampuan Bumi telah dilanggar. Hal ini mengindikasikan bahwa Bumi berada “di luar batas ruang untuk beroperasi secara aman bagi kemanusiaan.”

Batas yang terlampaui telah menjadi dua kali lipat sejak 2009. Demikian menurut Stockholm Resilience Centre yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan awal konsep tersebut.

Dari hasil studi tersebut, aktivitas manusia memberi pengaruh negatif pada variabilitas lingkungan yang telah menjadi hal lumrah selama Periode Holocene saat ini, yang bermula pada akhir zaman es dan mulai disiapkan untuk pengembangan pertanian dan pembangunan peradaban. Pengaruh ini amat mengganggu sembilan proses yang penting untuk mempertahankan stabilitas dan ketahanan sistem Bumi.

Kategori-kategori yang telah melampaui batas yaitu kesatuan biosfer, perubahan iklim, entitas temuan baru (seperti kimia sintetis), perubahan ketersediaan air bersih, perubahan sistem lahan, dan aliran biokimia. Keasaman lautan telah mendekati batasnya, sementara tingkat ozon di lapisan stratosfer satu-satunya cerita keberhasilan, pulih karena penghentian penggunaan bahan-bahan yang mengikis lapisan ozon sesuai hasil Protokol Montreal.

“Gambaran selintas kondisi lingkungan ini kembali memperlihatkan bahwa praktik-praktik yang tidak berkelanjutan di suatu ekosistem bisa mengarah pada degradasi pada hal lainnya,” ujar Éliane Ubalijoro, Direktur Eksekutif Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF, “Untunglah ada sisi lain siklus negatif ini, bahwa solusi di satu area, seperti perubahan sistem lahan, bisa memberikan efek-efek pendorong yang positif yang bermanfaat untuk bagian-bagian lain dari sistem Bumi.”

Perubahan Sistem Lahan

Menurut hasil riset tersebut, salah satu alat yang kuat untuk melawan perubahan iklim – di antara enam kategori yang telah melampaui batasnya – berkaitan dengan Keterbatasan dalam perubahan sistem tanah. Mengembalikan tutupan hutan global kembali kepada tingkat tutupan pada akhir abad ke-20 akan mampu menyediakan kapasitas rosot yang substansial bagi karbondioksida yang ada di atmosfer.

Keselamatan manusia berkaitan erat dengan hutan dan pohon. Keduanya menyerap karbon dioksida, mengatur iklim dan menyediakan air bersih, pangan, tempat tinggal, energi, obat-obatan, dan penghidupan pada jutaan manusia. Jasa ekosistem ini sangat esensial untuk mengurangi dampak perubahan iklim, mengerem laju kehilangan kehati, dan menjaga kesejahteraan manusia.

Para peneliti CIFOR-ICRAF membantu untuk menanggapi masalah deforestasi dan hilangnya kehati melalui riset dan pelibatan tertentu meliputi berbagai tema, terutama melalui kerja penelitian pada sumber daya genetik pohon, lanskap, restorasi, pengelolaan hutan berkelanjutan, demikian juga soal kesehatan tanah dan lahan.

Solusi Berbasis Alam

Selain menujukan penelitian untuk menjawab lima tantangan global, CIFOR-ICRAF juga menyajikan bukti-bukti dan analisa tentang bagaimana solusi berbasis-alam – seperti pengelolaan hutan dan lahan basah yang berkelanjutan, agroforestry, dan restorasi lanskap – dapat membantu mitigasi perubahan iklim dan memungkinkan masyarakat lokal beradaptasi terhadap dampaknya. Pekerjaan ini juga membantu negara-negara saat mereka berjuang untuk dapat memenuhi komitmen mereka di bawah Kesepakatan Paris.

Untuk mengubah sains menjadi solusi yang bisa membantu manusia mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada 2030, CIFOR-ICRAF memahami betapa penting untuk menghadirkan keadilan dan inklusivitas. Hal ini berarti dibutuhkan upaya merangkul komunitas lokal ke dalam Selatan Global yang menerima dampak yang lebih besar akibat kemiskinan, perubahan iklim, deforestasi, dan degradasi lahan, serta secara khusus memprioritaskan partisipasi Perempuan, anak muda, dan petani-petani yang akan ditinggalkan dalam proses pembuatan kebijakan.

“Dengan melakukan transformasi dalam pendekatan pengelolaan lahan dan produksi pangan, kami telah membantu pemerintah, masyarakat adat, dan komunitas lokal untuk melindungi dan memulihkan ekosistem, dan di saat yang sama juga menjawab berbagai krisis mulai dari perubahan iklim dan kemiskinan melalui hilangnya kehati dan penggurunan – semuanya dilakukan secara berimbang,” ujar Ubalijoro.

Satu Sistem

Pendekatan terintegrasi yang dilakukan CIFOR-ICRAF dalam menghadapi tantangan yang berkelindan tersebut menunjukkan pandangan para penulis bahwa dampak dari interaksi manusia dengan sembilan jenis keterbatasan planet selayaknya dipertimbangkan dalam konteks sistem Bumi sebagai suatu keseluruhan, dari pada sebagai isu yang terpisah.

Berdasar hasil studi, dipandang bahwa terdapat kebutuhan mendesak untuk menghadirkan perangkat sains dan kebijakan yang lebih kuat untuk menganalisa sistem Bumi yang terintegrasi yang terpercaya dan dilakukan secara regular – dan menjadi panduan dalam proses politik untuk mencegah upaya mengubah kondisi sistem Bumi sampai pada tingkatan yang tak dapat ditoleransi lagi bagi masyarakat saat ini.

Para ahli mengatakan, “Kerangka kerja yang terkait keterbatasan planet terkini bisa menjadi suatu peringatan baru pada manusia bahwa Bumi berada dalam kondisi bahaya karena akan meninggalkan masa Holocene (periode geologis setelah Zaman Es yang ditandai dengan pemanasan Bumi).” “Kerangka kerja itu juga dapat membantu memberikan panduan tentang peluang manusia untuk melakukan Pembangunan berkelanjutan di planet kita,” tambahnya.

Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.