Mengukur Dampak untuk Meningkatkan Hasil Konservasi

Penelitian menyoroti pentingnya evaluasi yang mendalam untuk menguji efektivitas REDD+ dan program konservasi hutan lainnya
, Tuesday, 2 May 2023
Lanskap Amazon Peru. Foto oleh: Jack Gordon/USAID

Sebagai negara dengan wilayah hutan Amazon terbesar kedua, Peru telah menjadi lokasi berbagai program yang berkaitan dengan pengurangan emisi gas rumah kaca yang disebabkan perubahan penggunaan lahan, sumber alam terbesar negara tersebut. Terlepas dari berbagai upaya konservasi ini kehilangan hutan tahunan terus meningkat selama dua dekade terakhir, dari sekitar 84.000 hektare pada 2001, hingga mencetak rekor baru 200.000 pada 2020.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) menunjukkan bahwa kebanyakan proyek dan program konservasi di Peru masih berdampak kecil terhadap kehilangan hutan, sedangkan dampak terhadap kesejahteraan komunitas masih bervariasi, antara positif dan negatif.

Salah satu alasannya termasuk kekurangan dalam rancangan program, kegagalan untuk menghasilkan manfaat yang dijanjikan terhadap komunitas atau lokasi proyek di area terpencil dengan risiko deforestasi yang kecil. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah bahwa proyek dan program konservasi hutan cenderung masih kurang dalam evaluasi dampak yang dirancang dengan baik yang dapat memperlihatkan bukti kunci untuk membuatnya lebih efektif.

Penelitian ini menghadirkan pertanyaan bagi pembuat kebijakan mengenai apakah manfaat proyek konservasi lebih besar daripada biayanya, apakah kawasan yang dilindungi adalah kawasan yang menghadapi risiko deforestasi terbesar, apakah perencana jelas mengenai hasil yang mereka harapkan dan bagaimana mengukurnya, dan apakah programnya juga menghasilkan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang berpartisipasi.

“Bukti akan efektivitas kebijakan publik untuk konservasi hutan di Peru masih terbatas,” ujar Renzo Giudice, peneliti senior di Center for Development Research, University of Bonn di Jerman, yang menulis penelitian tersebut bersama Manuel Guariguata, spesialis ekologi hutan tropis dan pengelolaan hutan untuk produksi dan konservasi dan rekan senior di CIFOR-ICRAF.

“Kami belum melihat evaluasi dampaknya,” imbuh Giudice.

“Setiap tahun, program-program konservasi hutan menghasilkan laporan dan statistik mengenai area yang dikonservasi, jumlah masyarakat yang terlibat dan jumlah kawasan hutan lindung baru – dari tingkat nasional hingga lokal – tetapi hanya sedikit informasi mengenai dampak ekologi, ekonomi dan sosial,” ujar beliau.

Menghitung dampak tersebut sebenarnya lebih penting karena tujuan program konservasi telah meluas dari sekadar memastikan menjaga kelestarian hutan menjadi berkontribusi ke dalam kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di hutan. Walaupun hasilnya mungkin tidak dapat diukur secara sistematis sebagai bagian dari evaluasi proyek, hasil evaluasi ini telah menjadi perhatian para akademisi.

Pencarian literatur menghasilkan 17 evaluasi dampak dari berbagai jenis program dan proyek konservasi di Peru, semuanya di wilayah Amazon, termasuk beberapa yang dilakukan sebagai bagian dari Studi Komparatif Global CIFOR-ICRAF tentang REDD+.

Proyeknya beragam, dan mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di konsensi kacang dan hutan komunitas di Brasil, pembayaran jasa lingkungan terkait air, pemantauan hutan masyarakat, bantuan tunai bersyarat berbasis konservasi untuk masyarakat adat sebagai bagian Program Konservasi Hutan Nasional Peru, dan perbandingan konservasi hutan di berbagai kategori kawasan lindung.

Kawasan yang ditargetkan juga beragam, mulai dari taman nasional dan cagar alam yang dikelola oleh National Service of Natural Protected Areas (SERNANP) Peru, hingga jenis kawasan lindung lainnya, masyarakat adat, dan konsesi kacang Brasil.

Beberapa proyek dijalankan berdasarkan insentif konservasi, seperti pembayaran untuk komunitas setempat, dan beberapa proyek lain berfokus pada disisentif, seperti pembayaran denda untuk kegiatan yang menyebabkan deforestasi. Beberapa program berfokus untuk menciptakan kondusif untuk konservasi, seperti sertifikasi tanah komunal. Namun, proyek yang dievaluasi hanya mewakili sebagian kecil dari berbagai proyek konservasi yang dilaksanakan di Peru, menunjukkan perlunya evaluasi lebih lanjut, kata penulis.

Sebagian besar evaluasi proyek menjadikan deforestasi sebagai indikator efektivitas program. Sekitar 70% hasil evaluasi menemukan bahwa deforestasi menurun sebagai akibat dari proyek tersebut, meskipun sebagian besar penurunannya kecil, sementara 25% tidak menemukan dampak apa pun, dan dalam satu kasus, deforestasi meningkat. Jauh lebih sedikit evaluasi yang menguji dampak sosial dan ekonomi, dan evaluasi yang menunjukkan hasil yang beragam, termasuk satu yang menunjukkan bahwa rata-rata kemiskinan ekstrem di masyarakat meningkat setelah kawasan lindung nasional dibuat di area sekitar tempat tinggal mereka.

Dua program yang dijalankan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan degradasi hutan (REDD+) menunjukkan secara virtual bahwa tidak ada dampak terhadap deforestasi atau kesejahteraan masyarakat yang terlibat.

Dalam beberapa kasus, dampak yang sedikit berhubungan dengan kegagalan dalam memberikan manfaat yang dijanjikan untuk masyarakat yang terlibat, jelas Giudice. Dalam kasus lain, dampak yang sedikit mungkin terjadi karena kekurangan dalam rancangan proyek.

Salah satu contoh kasus adalah di mana masyarakat menerima kompensasi finansial untuk konservasi sebagai bagian dari Program Konservasi Hutan Nasional Peru (National Forest Conservation Program), “tetapi kenyataannya adalah program tersebut memilih konservasi area dengan isu deforestasi yang tidak terlalu mendesak jika dibandingkan dengan daerah lain,” ujarnya, “Hal ini berarti bahwa deforestasi rendah, karena deforestasi memang sudah rendah di area di mana program tersebut dilaksanakan.”

Namun demikian, pembuat kebijakan menghadapi trade-off. Daerah dengan ancaman deforestasi yang tinggi cenderung memiliki tingkat kemiskinan yang lebih rendah, sehingga upaya untuk memberi manfaat bagi masyarakat miskin mengarah pada proyek di daerah yang lebih terlindungi sejak awal, katanya.

Kesalahan dalam rancangan evaluasi dampak juga menyebabkan proyek tersebut seperti memiliki dampak yang lebih atau kurang dari yang sebenarnya. Evaluasi dampak mencoba untuk mengukur apakah suatu proyek memberikan dampak jika program tersebut tidak dilaksanakan. Karena hal ini tidak mungkin diukur secara langsung, manajer harus membandingkan area proyek dengan area lain yang memiliki karakteristik serupa yang berfungsi sebagai kontrol.

Area kontrol harus dipilih secara seksama. Jika proyek di kawasan lindung dibandingkan dengan area tidak terlindung yang mencakup jalan raya, proyek tersebut mungkin seperti memberikan dampak yang sangat besar karena area kontrol dipotong oleh jalan atau menghadapi isu lain yang tidak dialami area proyek.

Giudice dan Guariguata memberikan berbagai rekomendasi dalam penelitian mereka, termasuk evaluasi dampak yang lebih — dan lebih ketat —, memfokuskan upaya pada area dengan risiko deforestasi terbesar, memastikan bahwa sanksi yang diusulkan benar-benar dilaksanakan dan bahwa manfaat ekonomi atau lainnya benar-benar menjangkau masyarakat , dan mendukung lembaga pengawasan yang bertanggung jawab untuk memberikan sanksi terhadap penebangan liar, karena denda tersebut tampaknya merupakan disinsentif yang efektif.

Bagi Giudice, memastikan bahwa dana konservasi diinvestasikan dengan baik menjadikan evaluasi yang dirancang dengan baik sebagai keharusan etis, serta masalah praktis.

“Jika dampak tidak dapat diukur secara efektif,” katanya, “[kita] tidak mungkin untuk belajar dan meningkatkannya.”

____

Penelitian ini merupakan bagian dari Center for International Forestry Research’s Global Comparative Study on REDD+ (www.cifor.org/gcs). Mitra pendanaan yang telah mendukung penelitian ini antara lain Norwegian Agency for Development Cooperation (Norad, Hibah No. QZA-21/0124), International Climate Initiative (IKI) dari Kementerian Federal Jerman untuk Lingkungan Hidup, Konservasi Alam dan Keselamatan Nuklir (BMU , Grant No. 20_III_108), dan CGIAR Research Program on Forests, Trees and Agroforestry (CRP-FTA) dengan dukungan dana dari CGIAR Fund Donors.

____

Bacaan lebih lanjut:

Lessons from early REDD+ initiatives to inform effective and equitable carbon mitigation efforts in Peru

Transforming REDD+: Lessons and new directions

Mainstreaming impact evaluation in nature conservation

Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.