Transfer Energi: Bagaimana Seorang Ilmuwan Perempuan Memiliki Tujuan untuk Meningkatkan Minat Generasi Berikutnya

Tanya jawab dengan Ilmuwan Bioenergi CIFOR-ICRAF Mary Njenga
, Wednesday, 22 Feb 2023
Dr Mary Njenga memberikan pelatihan tentang pengolahan air limbah rumah tangga menggunakan arang di Kwale, Kenya. Foto oleh: Mary Njenga

Terlepas banyaknya kontribusi besar ilmuwan perempuan di bidang sains, angka yang ada masih belum mencerminkan keadilan. Di banyak negara, ilmuwan perempuan masih belum menikmati kesetaraan, dana penelitian yang mereka terima biasanya lebih kecil dibandingkan ilmuwan pria, dan jenjang karir mereka lebih singkat dengan upah yang lebih rendah; hasil penelitian ilmuwan perempuan juga jarang dipublikasikan di jurnal-jurnal bergengsi dan mereka masih sering diabaikan ketika ada kesempatan untuk promosi.  

Peneliti perempuan mewakili sekitar sepertiga dari total jumlah peneliti – dan hanya 12% dari anggota akademi sains nasional. 

Ini adalah artikel pertama dari serial tanya jawab dengan ilmuwan perempuan di Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF). Menyambut Hari Perempuan Internasional dalam Sains yang jatuh pada 11 Februari, kami bertanya kepada ilmuwan perempuan apa yang memotivasi mereka untuk bekerja di bidang ini, tantangan yang mereka berhasil lewati, apa makna perempuan dalam sains, dan pentingnya posisi yang setara dan keterwakilan perempuan di bidang ini.   

Berbasis di Nairobi, Mary Njenga adalah peneliti di CIFOR-ICRAF dan dosen tamu di Wangari Maathai Institute for Peace and Environmental Studies di University of Nairobi. Njenga menempuh gelar post doktoral di bioenergi di ICRAF dan memiliki gelar PhD di Manajemen Agroekosistem dan Lingkungan, MSc dalam Biologi Konservasi, dan gelar BSc dalam Manajemen Sumber Daya Alam. 

Penelitian Njenga berpusat pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 7: Energi Bersih dan Terjangkau, dan mengintegrasikan SDG 5: Kesetaraan Gender, memiliki fokus dalam sistem produksi dan penggunaan energi biomassa yang berkelanjutan dan efisien serta interkoneksinya dengan lingkungan termasuk perubahan iklim, mata pencaharian, bioekonomi sirkular, dan keterkaitan desa-kota. Njenga juga melakukan pengembangan dan transfer teknologi adaptif, termasuk integrasi gender dan pembelajaran bersama melalui pendekatan transdisipliner. Selain itu, ia juga memiliki antusiasme tinggi untuk mengkomunikasikan temuan dan pembelajaran dari penelitian, dan telah menerbitkan lebih dari 190 publikasi, dan berkontribusi dalam mengumpulkan lebih dari USD7 Juta untuk penelitian yang dia yakini. Njenga memiliki tujuan untuk berkontribusi dalam meningkatkan ketahanan energi dan pangan, kesehatan, menghapuskan kemiskinan, mempromosikan kesetaraan gender, meningkatkan jasa ekosistem berkelanjutan, pembangunan pedesaan dan perkotaan, dan mitigasi perubahan iklim. 

T: Apa yang membuat Anda menjadi ilmuwan? Apa yang memotivasi Anda dalam bekerja?

J: Sebagai ilmuwan perempuan, motivasi saya dalam bekerja adalah untuk membuat perubahan yang ingin saya lihat. Saya tumbuh di pedesaan Kenya, dan mengalami langsung sulitnya memenuhi kebutuhan dasar manusia. Saya melihat ibu dan kayak-kakak perempuan saya tidak diberi kesempatan untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Saya mengambil keputusan untuk menjadi instrumen perubahan untuk meningkatkan penghidupan dan lingkungan yang kita andalkan – bahkan jika peningkatannya harus setahap demi setahap.  

Ketika saya menyampaikan hal ini kepada ayah saya, beliau berkata: “Mary, jika kamu telah mengambil keputusan untuk meningkatkan taraf hidupmu dan juga perempuan lainnya, kamu harus memiliki kekuatan akademis dan finansial.” Perjalanan kami dimulai dari usia yang sangat muda, di sekolah dasar, dan ini proses yang transformatif. Ayah mendukung pilihan karir saya – dimulai dengan pendidikan saya. Dia membimbing saya, dan yang terpenting, dia mengubah persepsi dan aturan dalam rumah kami dan keluarga besar tentang tanggung jawab anak perempuan, dan melindungi saya dari norma sosial budaya yang melihat ambisi saya sebagai mimpi yang tidak pantas dimiliki anak perempuan. Untungnya, ibu dan kakak perempuan tertua saya juga mendukung hal ini, membantu saya mengatasi tekanan dari teman sebaya dan masyarakat.  

T: Apakah Anda dapat menceritakan tantangan yang harus Anda atasi untuk menjadi ilmuwan? Bagaimana dengan kesempatan (situasi atau individu) yang membantu kemajuan karir Anda? 

J: Hambatan sudah ada semenjak saya kecil. Memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan PR dan revisi merupakan tantangan karena saya juga harus menyelesaikan pekerjaan domestik lainnya setelah sekolah, seperti memasak. Saya bernegosiasi dan diperbolehkan untuk mengambil beberapa kaleng air dari sungai, yang memakan waktu lebih sedikit [jika dibandingkan dengan memasak]. Namun saya tetap harus belajar hingga larut malam dengan hanya ditemani lampu minyak.  

Ketika saya menyelesaikan pendidikan dasar, saya sadar saya perlu lebih banyak waktu untuk belajar – terutama untuk sains, bidang yang saya gemari – dan saya meminta ayah saya untuk mendaftarkan saya di sekolah asrama. Kambaa Girls High School berlokasi dekat dengan rumah saya, ayah membiayai saya untuk tinggal di sana. Saya merupakan satu dari empat murid dari total 75 murid yang melanjutkan ke universitas, di mana karir saya sebagai ilmuwan dimulai.  

Sepanjang karir saya, saya mempunyai banyak role model dan mentor – termasuk yang berpengaruh seperti Vickie Wilde dari Bill dan Melinda Gates Foundation, pendiri AWARD Nancy Karanja dari University of Nairobi, Ramni Jamnadass dari CIFOR-ICRAF, Yvonne Pinto dari ALINe, dan Ruth Mendum dari Penn State University, dan Wenda Bauchspies dari National Science Foundation. Daftarnya cukup panjang. Memiliki Catherine Muthuri, supervisor yang suportif, juga penting. Bersama Esther Njuguna-Mungai dari ILRI, Wanjira Mathai dari WRI, dan Margaret Waruiru dari Safaricom adalah berkah. Mereka adalah tokoh-tokoh wanita yang menjadi tempat saya untuk membuka hati, belajar dan menikmati persahabatan.  

Ada begitu banyak role model untuk anak perempuan di Afrika, dan jaringan semacam ini sangat penting: jika anak perempuan tidak dapat menemukannya sendiri, apakah seseorang bisa menjembataninya?

   Dr Mary Njenga bersama dengan Kambaa Girls Environment Club di Kiambu, Kenya, November 2022. Foto oleh: Mary Njenga

T:  Apa artinya menjadi perempuan dalam sains bagi Anda? 

J: Menjadi seorang perempuan dalam sains adalah hal yang paling indah dan memberikan saya kepuasan batin. Saya melakukan pekerjaan yang saya sukai: terlibat dalam agenda transformatif yang berhubungan dengan energi, emansipasi, ekologi, dan ekonomi lokal. Ketika saya harus bekerja lebih keras dari yang seharusnya “just because I am a woman (hanya karena saya seorang perempuan)” (dari lirik lagu Dolly Parton), saya melakukannya dengan penuh semangat, meski terkadang saya merasa kecewa “hanya karena saya manusia” pada saat seperti inilah penting untuk memiliki seseorang yang dapat dipercaya untuk diajak bicara. 

T: Mengapa perempuan yang memimpin di bidang sains itu penting?  

J: Masing-masing dari kita mewakili kumpulan identitas dan perspektif. Saya seorang perempuan, tetapi saya juga berasal dari Kenya, seorang ilmuwan alam, seorang yang beriman, anggota komunitas desa asal saya, dan peserta dalam dialog internasional tentang sains dan kemajuan perkembangan manusia. Ketika saya memulai sebuah proyek, saya membawa semua identitas dan pengaruh saya, dan saya mencari anggota tim dengan identitas yang beragam yang bekerja untuk hal yang sama. Tidak ada seorang pun yang memiliki semua jawaban.

Izinkan saya memberi Anda sebuah contoh. Pekerjaan rumah tangga, dilakukan berulang-ulang, tidak dibayar – seperti membawa banyak kayu bakar dari hutan – dan pekerjaan membosankan yang berkaitan dengan perempuan dan anak perempuan mungkin terlihat seperti tugas biasa untuk mengakses energi memasak, tetapi saya katakan tidak. Ketika perempuan dan anak perempuan bercerita mengenai kesukaan dan ketidaksukaan mereka ketika mengumpulkan kayu bakar dari hutan kepada saya, seorang ilmuwan, fakta bahwa saya sendiri telah mengalami masalah ini membuat saya tahu ada cara yang lebih baik untuk membawa kayu bakar lebih dekat ke rumah dan menggunakannya dengan cara yang lebih efisien yang sesuai budaya memasak setempat. Saya menulis tentang ini, dengan tim peneliti yang saya pimpin, dalam publikasi 2021. 

Tidak masalah siapa Anda: jadilah instrumen perubahan untuk menciptakan  kesejahteraan perempuan dan anak perempuan. Jadikan itu salah satu tujuan hidup Anda. Coba tonton film pendek Purpose, ini film yang akan membuka mata Anda dan memahami perjalanan karir saya dan semoga menginspirasi Anda untuk mengikuti panggilan Anda.  

Pada akhirnya, ilmuwan perempuan di generasi saya adalah pelopor. Kami telah membuktikan bahwa kami dapat melakukan pekerjaan itu, dan bahwa pemahaman kami yang rumit tentang realitas dan peran sains adalah yang dibutuhkan dunia jika kami ingin memecahkan masalah multidimensi seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan global. 


Baca lebih lanjut tentang karya Mary Njenga: 


Untuk informasi lebih lanjut tentang riset CIFOR-ICRAF untuk kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI), silakan hubungi Elisabeth Leigh Perkins Garner (e.garner@cifor-icraf.org) atau Anne Larson (a.larson@cifor-icraf.org).

For more information on this topic, please contact Mary Njenga at M.Njenga@cifor-icraf.org.
Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.