Sebuah Kesepakatan Baru untuk Alam?

Mempertanyakan kerangka kerja baru perlindungan keanekaragaman hayati melalui Pakta Kunming-Montreal.
, Friday, 3 Feb 2023
Monyet daun dusky, Thailand. Foto oleh: Erik Karits/CIFOR-ICRAF

Ya, kita telah tiba di sini. Setelah bertahun-tahun tertunda akibat pandemi COVID-19, direlokasi dari Kunming, China ke Montreal, Kanada dan berminggu-minggu melakukan negosiasi bermalam-malam diwarnai dengan walk out dan protes, sebuah “kesepakatan baru untuk keanekaragaman hayati akhirnya lahir: pada 19 Desember 2022, “the Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (GBF-Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Kunming-Montreal) yang diterima sebagai hasil dari pertemuan ke-15 Konferensi Para Pihak (COP15) pada United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD-Konvensi Keanekaragaman Hayati PBB).

Kegagalan dari kesepakatan terdahulu – saat tenggat 2020 tiba, tak satupun Target Aichi yang ditetapkan pada 2010 tercapai-menjadikan negosiasi semakin berkepanjangan. Kerangka kerja yang baru tidak sempurna, seperti saya uraikan, namun terdapat elemen penting bahwa, jika diimplementasikan secara efektif dan adil, akan menghasilkan dampak yang nyata.

Catatan pentingnya adalah target melindungi 30 persen dari luas daratan dan laut pada 2030.  Target global tersebut berarti akan meletakkan fokus pada negara-negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Maka yang akan dilindungi yaitu wilayah-wilayah kunci seperti hutan tropis Amazon, Cekungan Kongo, dan Indonesia – semua ini merupakan wilayah di mana CIFOR-ICRAF memiliki perwakilan dan kerja sama yang erat dengan pemerintah setempat.

Berkaca pada pengalaman, butuh waktu sekitar enam dekade bagi komunitas global untuk melindungi 17% planet bumi, maka ini adalah tujuan yang amat bagus, yang membutuhkan koordinasi dan pelaksanaan yang penuh kehati-hatian. Kebanyakan kawasan lindung di masa lalu dilakukan dengan pendekatan “fortress conservation”  yang berpandangan bahwa konservasi akan berhasil apabila ekosistem dibebaskan dari aktivitas manusia. Pendekatan tersebut telah gagal dengan tidak mempertimbangkan hak, wilayah, dan kontribusi masyarakat adat dan komunitas lokal. Pendekatan dengan pelarangan telah berdampak pada manusia dan alam, serta keanekaragaman hayati.

Maka dari itu, dalam kerangka kerja yang baru bahasa yang tegas dalam isu tersebut yang mempertegas soal perlindungan masyarakat adat dan wilayah yang masuk dalam 23 target dan empat tujuan, dan bermaksud memastikan suara mereka dalam pengambilan keputusan-harus mendapat pujian, meskipun seperti biasanya akan sulit untuk mengawal terkait bagaimana jika ini dijalankan di lapangan. Seperti kerja yang dilakukan CIFOR-ICRAF, mengenali peran manusia dalam pembentukan lanskap berkelanjutan menjadi hal yang amat penting. Sebagai komunitas global, kita perlu lebih terampil dalam membedakan antara aktivitas manusia dan penggunaan sumber daya alam yang telah dan sedang berlangsung, yang bersifat membahayakan dengan yang sifatnya berkelanjutan.

Untuk itu, persetujuan untuk membangun mekanisme pembagian pemanfaatan bersama guna membantu terciptanya kedaulatan atas kode genetik digital di tangan-tangan mereka yang mendiami wilayah daratan dan wilayah lautan (dari pada mereka yang melakukan pembajakan biologi dan korporasi), juga amat penting. Cukup menggugah untuk menyaksikan target mandiri tentang pemberdayaan kesetaraan gender dan perempuan, dan anak perempuan, serta dimasukkannya istilah “tanggap-gender” yang ditambahkan pada istilah “sensitif-gender” yang lemah. Yang perlu disambut yaitu target pengurangan subsidi yang membahayakan dunia perikanan, pertanian, dan bahan bakar fosil setidaknya senilai 500 miliar dollar AS per tahun pada tahun 2030: saat ini, setiap tahun terdapat setidaknya 1,8 triliun dollar AS subsidi yang mendanai perusakan keanekaragaman hayati.

Di antara berbagai kemenangan ini, ada kekecewaan yang muncul dari promosi dan upaya menjadikan agroekologi sebagai hal utama dalam kerangka kerja pertanian berkelanjutan. Teks akhir berbunyi, “Praktik penerapan ramah-kehati (keanekaragaman hayati) seperti intensifikasi berkelanjutan, agroekologi, dan berbagai pendekatan inovatif”; intensifikasi berkelanjutan, bagaimanapun, menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati yang signifikan dan sudah terlihat bahwa hal itu tidak menghentikan perluasan pertanian. Kekhawatiran lain yang muncul adalah penekanan berlebihan pada wilayah yang dilindungi melalui target 30 x 30 yang akan menghilangkan perlunya perhatian pada peningkatan keanekaragaman hayati, sifat inklusif, dan ketahanan sistem pangan, di mana CIFOR-ICRAF telah memiliki pengalaman internasional dalam rentang 70 tahun. Agroforestri dan pohon pada pertanian, sebagai contoh, dapat memainkan peranan penting dalam memulihkan dan meningkatkan kualitas ekosistem di samping menghasilkan makanan dan nutrisi yang amat penting.

Diskusi tentang siapa yang akan menanggung biaya untuk konservasi keanekaragaman hayati juga berlangsung ketat, keengganan negara-negara berujung pada walk-out yang dilakukan delegasi dari lebih dari 70 Negara-negara Selatan Global pada satu sesi. Akhirnya target pendanaan yang berjumlah 200 miliar dollar AS setahun untuk inisiatif konservasi – jumlah ini amat penting bagi keberhasilan kerangka kerja-disepakati setelah beberapa negara berkembang seperti Republik Demokrasi Kongo (DRC), Brasil, dan Malaysia melontarkan kekecewaannya, bahwa negara-negara kaya tidak menawarkan jumlah yang lebih besar, dan bahwa pendanaan baru untuk keanekaragaman hayati juga belum ada.

Maka, sekarang kita telah memiliki satu jalan untuk menghentikan hilangnya spesies dan perlindungan kehati yang tersisa di dunia, apa yang bisa terjadi ke depan? Dengan memberikan tanggapan pada polycrisis-hilangnya kehati, krisis iklim, ketidakadilan yang semakin meningkat, hancurnya sistem pangan, rantai suplai yang tidak berkelanjutan-secara simultan dengan menggunakan iptek trans-disipliner, CIFOR-ICRAF memberikan solusi yang bersifat menyeluruh dengan prioritas tinggi pada area yang berpotensi memberikan dampak positif terbesar, yaitu, penerapan lanskap multi-guna dengan pengelolaan berkelanjutan, memperkenalkan konservasi pada lanskap produktif melalui pendekatan agroekologi, dan melestarikan mata pencaharian lokal dan global. Kami akan meneruskan kerja untuk membalikkan tren negatif lingkungan hidup dengan memberikan bukti tentang tingginya nilai pohon-yang ada di hutan-hutan, di pertanian, dan lintas lanskap.

Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.