Jalan Panjang Mewujudkan NBS Menjadi Praktik

Keberhasilan Solusi berbasis Alam (NBS) telah tersusun secara rinci
, Wednesday, 21 Dec 2022
Lokakarya pemetaan di Gwenia, Distrik Kassena Nankana – Ghana. Foto oleh: Axel Fassio/CIFOR-ICRAF

Dengan cepat, Solusi berbasis Alam (NBS) menjadi populer sebagai terminologi untuk aksi yang berjalan selaras dengan ekosistem alami dalam memberi keuntungan luas bagi masyarakat, ekonomi, dan lingkungan. Namun, sebuah analisis terbaru dari 187 proposal menunjukkan kriteria NBS perlu dikomunikasikan lebih jelas untuk menjembatani teori dan praktik.

Proposal telah diajukan ke KTT Aksi Iklim PBB (2019) dari seluruh penjuru dunia sebagai respon undangan terbuka dari Koalisi Solusi berbasis Alam (lihat gambar 1). Tujuannya? Mengembangkan contoh NBS dengan potensi tinggi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Ilmuwan yang menganalisis dokumen ini menemukan bahwa proposal yang ada menunjukkan kecilnya pemahaman tentang bagaimana berbagai solusi ini dapat diterapkan.

Gambar 1: Kontribusi berdasarkan wilayah pengiriman (63 N/As tidak termasuk)

“Kami pikir proposal tersebut akan membantu kami memahami bagaimana orang melihat praktik NBS – bukan dari teori dalam makalah ilmiah, tetapi dari perspektif apa yang ingin mereka lihat didanai oleh PBB,”  kata Christopher Martius, Ketua Tim untuk Perubahan Iklim, Energi dan Pembangunan Rendah Karbon Pusat Penelitian Kehutanan Internasional dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF). “Tetapi tanpa definisi yang jelas dan sama tentang apa yang dimaksud dengan ‘solusi berbasis alam’ dalam praktiknya, kami menemukan banyak dokumen yang menjanjikan kecilnya peluang untuk berhasil.”

Hanya empat proposal yang memberikan penjelasan yang baik dan komprehensif tentang bagaimana ide mereka memanfaatkan NBS untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sementara sebagian besar gagal untuk memberikan informasi mengenai kegiatan penjaminan, transparansi, atau pemantauan (gambar 2). Menurut laporan, kurangnya penjelasan mendetail mungkin dikarenakan kebaruan terminologi NBS, kecilnya ukuran sampel pada proposal atau kurangnya pemahaman umum bagaimana NBS berbeda dari pendekatan perubahan iklim dan mitigasi yang sudah ada.

Gambar 2: Derajat kontibusi yang menjelaskan bagaimana mereka menjalankan solusi berbasis alam.

“Apa yang kami lihat dalam proposal mirip dengan miskonsepsi lama tentang ‘mudahnya penanaman pohon’,’” kata Martius. “Orang berpikir, ‘Saya akan sekedar menanam pohon atau menerapkan solusi berbasis alam lainnya. Ini tidak semudah itu. Untuk menanam pohon, sebagai contoh, Anda membutuhkan pembibitan, tanah, tenaga kerja, gaji, pengetahuan, dan instruksi. Potongan ini yang hilang dari proposal.”

Misalnya, sebuah proposal memasang target konservasi 30% pada 2030 namun tidak memiliki rangkaian langkah progresif untuk mencapai tujuan itu. Sama halnya, menargetkan reformasi hukum luas tanpa kepemimpinan yang berpengaruh untuk mempengaruhi aksi kebijakan.

Alih-alih, laporan menjelas bahwa solusi berskala kecil dan terencana seringkali lebih transformasional daripada solusi berskala global karena memiliki kemungkinan lebih besar untuk berhasil. Namun, hanya tiga proposal NBS teridentifikasi memiliki “potensi transformasi tinggi” dan “kemungkinan sukses tinggi”. Proposal ini secara adaptif mencerminkan konteks wilayah implementasi mereka. Meskipun skalanya kecil, menurut para ilmuwan kemungkinan keberhasilan lebih tinggi pada tiga proposal ini karena lebih berdampak dari program berskala global yang menerapkan “solusi satu untuk semua di beragam masyarakat dan bentang alam”.

Dalam sebuah jurnal yang akan terbit ini, Martius dan rekan-rekannya berharap untuk membuat masyarakat lebih menyadari lingkungan pendukung dan faktor-faktor yang benar-benar menghasilkan perubahan transformasional. Penelitian yang sedang berlangsung menunjukkan bahwa proposal proyek harus memperhitungkan sumber daya, legitimasi, proses, dan norma yang menjanjikan masa depan berkelanjutan bagi semua orang.

Karya ini didanai oleh CIFOR-ICRAF melalui Program Penelitian CGIAR tentang Hutan, Pohon, dan Agroforestri (sekarang Kemitraan FTA (FTAP).

For more information on this topic, please contact Cristopher Martius at c.martius@cgiar.org.
Copyright policy:
We want you to share Forests News content, which is licensed under Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). This means you are free to redistribute our material for non-commercial purposes. All we ask is that you give Forests News appropriate credit and link to the original Forests News content, indicate if changes were made, and distribute your contributions under the same Creative Commons license. You must notify Forests News if you repost, reprint or reuse our materials by contacting forestsnews@cifor-icraf.org.