
KABAR HUTAN
Foto Esai / 23 Mei 2025
Bagaimana lebah membawa kehidupan baru ke hutan
Sebuah tradisi hidup di Timor Barat membawa berkah manis bagi hutan & masyarakat
“Jika kita menebang semua pohon, kita akan binasa.”
Setiap tahun, saat musim kemarau menyelimuti dataran tinggi terpencil di Timor Barat, komunitas Olian-Fobia memulai perjalanan sebagai para penjaga untuk menuju Cagar Alam Gunung Mutis. Ziarah ini adalah ritual budaya sekaligus praktik penting yang menyatukan tradisi, ekologi, dan ekonomi. Tujuan mereka: pohon Eucalyptus alba yang menjulang tinggi, rumah bagi lebah madu raksasa, Apis dorsata. Di sinilah mereka melakukan panen madu liar yang sakral—sebuah tradisi yang menopang kehidupan masyarakat sekaligus menjaga hutan yang mereka muliakan.
Panen madu ini berakar kuat pada adat istiadat masyarakat adat, disertai ritual untuk menghormati arwah leluhur dan menjaga harmoni sosial. Para pemanjat pohon mendaki hingga ketinggian 80 meter di tengah malam, diiringi nyanyian dan doa yang meminta izin kepada lebah untuk memanen madunya. Pendekatan yang penuh hormat ini mencerminkan pemahaman mendalam akan hubungan saling bergantung antara manusia dan alam.
Selain memiliki makna budaya, tradisi ini juga memberikan manfaat ekonomi yang nyata. Madu dari Gunung Mutis menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat Olin-Fobia, dengan hasil panen tahunan mencapai hingga 30 ton. Komunitas ini telah mengembangkan strategi pemasaran dan pencitraan yang berkelanjutan, memastikan madu mereka menjangkau pasar yang lebih luas sambil tetap menjaga praktik ekologis.
Sebuah tradisi kuno
Bagi komunitas Olin-Fobia, memanen madu liar adalah urusan yang sakral, yang melibatkan perpaduan antara ritual adat dan keagamaan.
Para pemanen madu memerlukan waktu 2 hari perjalanan dari tempat tinggal mereka menuju hutan dimana madu berada. Saat bunga Eucalyptus alba mulai bermekaran, persiapan pun dimulai untuk berkemah selama dua hingga tiga minggu. Makanan dan tempat tinggal disiapkan untuk perjalanan ini, dan setiap konflik pribadi diharapkan diselesaikan sebelum keberangkatan—demi menjaga harmoni sosial di dalam komunitas.

Saat malam tiba, sekelompok orang berangkat menuju lokasi panen. Dipimpin oleh amaf, atau pemimpin komunitas, kelompok ini terdiri dari individu-individu yang memiliki pengetahuan teknis dan spiritual untuk memanen madu liar dengan aman. Tugas yang berisiko ini memerlukan pendakian ke cabang pohon setinggi 80 meter dari permukaan tanah, tempat sarang-sarang lebah tergantung di pohon-pohon yang menjulang tinggi. Sebatang pohon tua bisa terdapat 120 sarang lebah.