Menurut studi terbaru, Kebijakan konservasi yang melarang masyarakat menggunakan sumber daya alam di kawasan lindung bisa membuat mereka merasa dikucilkan. Hal ini bisa menimbulkan sikap negatif dan membuat mereka mudah melanggar hukum, terutama bagi kelompok masyarakat yang paling rentan.
Agar konservasi dan penghidupan masyarakat dapat berjalan berdampingan secara berkelanjutan, kebijakan harus melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan dan mengakui peran penting alam dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Temuan ini berasal dari sekelompok ilmuwan yang meneliti dampak hubungan antara manusia dan alam terhadap penghidupan dan upaya konservasi di Kasungu, sebuah distrik di wilayah tengah Malawi yang kaya keanekaragaman hayati dan memiliki taman nasional yang dilindungi secara hukum.
Studi ini dipublikasikan dalam People and Nature, jurnal triwulanan milik British Ecological Society. Penelitian ini menyoroti bagaimana penurunan keanekaragaman hayati yang terus berlangsung memengaruhi hubungan kompleks antara manusia dan alam, dengan dampak besar terhadap konservasi dan penghidupan masyarakat.
“Karena banyak komunitas di Malawi dan negara-negara Afrika lainnya bergantung pada sumber daya alam untuk mempertahankan penghidupan mereka, kita bisa saling berbagi pembelajaran tentang pemanfaatan yang berkelanjutan dan keterlibatan masyarakat saat merancang inisiatif konservasi,” kata Lessah Mandoloma, penulis utama studi ini dan mahasiswa pascasarjana di Departemen Biologi, Universitas Oxford.
“Studi kami menawarkan wawasan berharga bagi wilayah konservasi lain yang menghadapi konflik antara manusia dan satwa liar — seperti perburuan liar atau serangan satwa terhadap tanaman.”
Antara Hukum dan Penghidupan
Sesuai dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), sebuah perjanjian lingkungan multilateral, Malawi telah memasukkan isu keanekaragaman hayati ke dalam berbagai kebijakan, strategi, dan rencana nasionalnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan konservasi, pemanfaatan berkelanjutan, dan pembagian manfaat dari keanekaragaman hayati, menurut situs web resmi CBD.
Namun, upaya konservasi ini terkadang bertentangan dengan penghidupan masyarakat di distrik atau wilayah yang sama.
Taman Nasional Kasungu memainkan peran penting dalam menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, bersama dengan pertanian dan hutan masyarakat di sekitarnya – namun, bukan untuk tujuan menghasilkan pendapatan atau keuntungan komersial. Meskipun pengambilan sumber daya (contoh: kayu, tanaman obat, perburuan satwa) di taman ini ilegal, masyarakat yang sangat bergantung pada sumber daya alam terus melakukannya mesiki dengan risiko hukuman yang berat.
“Saat ini, jika Anda tertangkap berburu daging hutan, Anda harus membayar 12 juta kwacha [sekitar USD 6,850] atau dipenjara selama 36 tahun,” kata seorang responden pria, yang tinggal di zona penyangga, dalam studi tersebut. “Bayangkan, misalnya, jika saya berburu hewan sekecil trenggiling yang habis dalam waktu kurang dari seminggu, maka saya harus dipenjara selama 30 tahun.”
Oleh karena itu, penting bagi kebijakan pemerintah untuk mempertimbangkan pelestarian satwa liar sekaligus mendukung kontribusi alam terhadap mata pencaharian masyarakat, para penulis menyimpulkan.
Taman Nasional atau Kemiskinan
Lebih dari 90 persen peserta penelitian mengatakan bahwa mereka mengumpulkan sumber daya seperti kayu bakar, rumput, tanaman obat, dan buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Keluarga yang tinggal dekat taman nasional, perempuan, kelompok masyarakat dengan status ekonomi prasejahtera, dan penduduk yang panennya gagal atau kehilangan ternak, cenderung lebih sering mengambil sumber daya dari taman tersebut, menurut penelitian ini.
Peserta umumnya memiliki sikap positif terhadap satwa liar dan konservasi. Namun, responden perempuan menunjukkan beberapa sikap negatif. Sementara itu, peserta lainnya yang mengalami kekurangan pangan, masyarakat yang tinggal berdekatan dengan taman nasional, serta penduduk yang mengalami gagal panen dan kehilangan ternak mereka, cenderung memiliki pandangan yang kurang baik juga, ucap para penulis
Perempuan, misalnya, sering berinteraksi langsung dengan lingkungan di kawasan lindung tersebut, sehingga meningkatkan resiko mereka bertemu dengan hewan-hewan berbahaya di taman nasional tersebut.
“Saya tidak yakin apakah saya ingin jumlah hewan-hewan itu meningkat, karena saat ini, kami hanya mengambil bahan-bahan sisa yang tertinggal setelah gajah, babi hutan, dan monyet mengambil apa yang bisa mereka ambil,” kata seorang responden perempuan yang tinggal di zona penyangga yang tak berpagar dalam studi tersebut.
Pentingnya Keterlibatan Lokal
Melibatkan masyarakat setempat sangat penting untuk mendorong upaya konservasi yang dipimpin oleh mereka sendiri. Meskipun pagar atau hukuman mungkin dapat membantu dalam waktu singkat, penulis menyimpulkanbahwa pendekatan ini tidak dapat mendukung pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan untuk jangka panjang.
Menurut studi ini, program yang menggabungkan pengentasan kemiskinan dan insentif ekonomi diperlukan untuk mengatasi faktor-faktor sosial ekonomi yang sangat mempengaruhi penggunaan sumber daya dan sikap Masyarakat terhadap konservasi.
“Langkah selanjutnya adalah membagikan temuan kami kepada kementerian terkait sebagai masukan dalam pengambilan keputusan kebijakan; juga kepada LSM yang bekerja dalam bidang konservasi dan pengembangan masyarakat; serta kepada masyarakat lokal untuk mendiskusikan penerapan praktis dari rekomendasi studi ini,” kata Mandoloma.
Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) – yang memberikan dana untuk studi ini – mengakui bahwa memanen sumber daya satwa liar secara rasional bagi kebutuhan pangan sangat penting untuk menjaga ekosistem yang sehat. Pada saat yang sama ini akan membantu dalam memastikan ketahanan pangan dan mata pencaharian bagi masyarakat yang bergantung pada satwa liar.
Sustainable Use of Wild Species (TPP) tentang Pemanfaatan Berkelanjutan Spesies Liar menghasilkan riset, alat, dan bukti untuk memastikan bahwa penggunaan, pengambilan, dan perdagangan spesies liar berlangsung secara berkelanjutan, aman, dan legal, sesuai dengan Target 5 dari Kerangka Keanekaragaman Hayati Global.
Acknowledgement
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org