Berita

Membudidayakan perubahan dan ketahanan agroforestri tropis

Memanfaatkan agroforestri untuk ketahanan ekonomi dan iklim di Indonesia dan Filipina.
Bagikan
0
Pelatihan Good Agriculture Practices (GAP) melibatkan pendekatan pembelajaran partisipatif dan praktik langsung.Foto oleh Syah Ali Achmad / Rainforest Alliance.

Bacaan terkait

Wilayah khatulistiwa yang subur di Indonesia dan Filipina tidak hanya indah, tetapi juga menjadi kawasan penting bagi para petani pedesaan dalam menghadapi ancaman perubahan iklim dan ketidakstabilan ekonomi global.

Kawasan ini, yang dikenal dengan ekosistemnya yang dinamis dan hasil pertaniannya yang melimpah, sangat penting dalam rantai pasokan cokelat global. Namun, bagi para petani lokal yang mata pencahariannya bergantung pada panen buah cokelat keemasan ini, tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan ketidakstabilan ekonomi menjadi semakin berat.

Indonesia dan Filipina adalah penghasil kakao yang berada di garis depan, memelopori praktik-praktik agroforestri berkelanjutan yang menjanjikan lebih dari sekadar hasil pertanian: praktik-praktik ini menawarkan sebuah cetak biru untuk ketahanan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Kakao, yang pernah menjadi ‘primadona’ di kawasan ini, sedang meredup akibat fluktuasi pasar dan tantangan lingkungan. Namun, proyek-proyek seperti Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (SFITAL) atau Pertanian Berkelanjutan di Lanskap Asia Tropis bertujuan untuk menghidupkan kembali dan mentransformasi budidaya kakao. Dengan mengintegrasikan kakao dengan tanaman lain seperti kelapa dan pisang serta memperkenalkan teknik pertanian yang inovatif, SFITAL merintis jalan berkelanjutan yang bermanfaat bagi lahan dan petani.

SFITAL, sebuah inisiatif yang didanai oleh Fund for Agricultural Development (IFAD) dan diimplementasikan oleh Center for International Forestry Research and World Agroforestry (CIFOR-ICRAF), bekerja untuk menjawab tantangan-tantangan mendesak yang dihadapi oleh para produsen kakao di Indonesia dan Filipina.

Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan hasil panen kakao dan memastikan bahwa peningkatan ini dicapai secara berkelanjutan, dengan menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Pada intinya, proyek ini bertujuan untuk menghubungkan petani kecil dengan pasar global melalui praktik-praktik yang ramah lingkungan dan layak secara ekonomi.

Di Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, di mana kakao pernah menjadi komoditas unggulan, inisiatif ini berkolaborasi dengan pemerintah daerah, Rainforest Alliance, dan perusahaan-perusahaan besar dunia seperti MARS Incorporated untuk mengembangkan peta jalan kakao yang dapat merevitalisasi produksi tanpa mengorbankan integritas ekologi wilayah tersebut.

Seorang petani dengan bangga menunjukkan hasil panen yang sukses berkat peningkatan pengetahuan tentang budidaya kakao. Foto oleh Syah Ali Achmad / Rainforest Alliance

Memanfaatkan wawasan lokal untuk agroforestri berkelanjutan

Keberhasilan proyek ini dibangun dengan mendengarkan para petani yang ingin dibantu. Komitmen ini diwujudkan dalam “Cerita Obrolan Petani”, sebuah platform di mana suara para petani membentuk arah proyek. Dengan menggabungkan pengalaman dan wawasan langsung dari para petani, SFITAL memastikan bahwa intervensinya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, selaras dengan budaya, dan dapat diterapkan secara praktis.

Desa Arusu yang terletak di antara lanskap Indonesia yang penuh pepohonan, adalah kampung halaman Pak Arwis, petani dari kelompok tani Mitracindo, yang memelopori perpaduan antara kearifan tradisional dan pertanian yang inovatif. Ia menanam kelapa ke tengah perkebunan kakaonya, melindungi tanaman kakao dari penyakit menguning – sebuah ancaman yang umum terjadi – dan meningkatkan keanekaragaman hayati serta menstabilkan tanah.

“Saya perhatikan penanaman kelapa disandingkan kakao tidak ada masalah asalkan jaraknya tidak terlalu dekat, karena pada umur pendek pun sudah bisa berbuah. Kelapa juga menjadi pelindung bagi kakao, setelah saya perhatikan tanaman kakao yang berada di dekat kelapa itu daunnya tetap hijau dan tidak menguning,” jelas Pak Arwis.

Pengamatannya mendorongnya untuk menanam pohon kelapa di antara tanaman kakaonya, sebuah praktik yang telah membuahkan hasil. Tahun ini, pohon kelapanya mulai berbuah secara teratur, menambah penghasilannya secara signifikan. Pada panen baru-baru ini, ia mengumpulkan hingga 100 kg kopra, diuntungkan oleh lonjakan harga pasar, keberhasilannya mencerminkan narasi yang lebih luas yang disoroti dalam Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) tentang “Hasil dan Desain Kebun Kakao Agroforestri.” Dalam forum ini, para petani di seluruh Luwu Utara saling bertukar wawasan dan strategi, menumbuhkan lingkungan yang kolaboratif.  Bersama-sama, mereka mengeksplorasi strategi tumpang sari yang telah meningkatkan ketahanan mereka terhadap tren pasar yang tidak menentu dan tekanan lingkungan.

Para petani menghadiri sesi peningkatan kapasitas tentang Good Agriculture Practices (GAP) di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Foto oleh Syah Ali Achmad / Rainforest Alliance.

Salah satu yang menyampaikan pendapatnya dalam FGD tersebut adalah Hj. Indotang, salah satu petani perempuan peserta program SFITAL dari Kelompok Tani Dalle Samaenre, Desa Terpedo Jaya, yang baru-baru ini beralih menanam cabai di sela-sela tanaman kakaonya.

Pergeseran ini terjadi ketika hasil panen kakao menurun, sehingga mendorong Hj. Indotang untuk mendiversifikasi hasil kebunnya. “Saya petik cabai, dan suami saya petik kakao sambil melakukan perawatan. Kalau dibandingkan, sekarang ini hasil cabai bisa lebih banyak dari kakao. Sebulan bisa panen 15 sampai 30 kg. Saat harga Rp 35.000 sampai Rp 40.000 bisa mencapai sekitar Rp 500.000 dalam satu bulan”, tutur Hj. Indotang.

Pengalaman Pak Arwis dan Hj. Indotang menyoroti tren penting dalam pertanian tropis: perlunya diversifikasi dan inovasi untuk mempertahankan tidak hanya hasil panen, tetapi juga masyarakat yang bergantung padanya.

Kisah-kisah ini sangat penting dalam diskusi untuk membentuk kembali pertanian tradisional, memastikan pertanian tradisional tetap bertahan dalam menghadapi tantangan modern. Petani seperti Pak Arwis dan Hj. Indotang berbagi kisah sukses dan kegagalan mereka untuk membantu menempa jalan ke depan bagi praktik pertanian berkelanjutan di Indonesia.

Para petani menghadiri sesi peningkatan kapasitas tentang Good Agriculture Practices (GAP) di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Foto oleh Syah Ali Achmad / Rainforest Alliance.

Titian pulau-pulau

“Jika saya tidak mempraktikan pertanian terpadu, kami tidak akan bisa bertahan hidup.” – Maria Teresa L. Guzman, farmer

Di Filipina, SFITAL juga bekerja sama dengan Kennemer Foods International, pemasok grosir untuk MARS, untuk membangun sistem agroforestri berbasis kakao di Mindanao. Tujuannya adalah untuk meningkatkan rantai nilai yang berkelanjutan, dan pendekatan SFITAL mengintegrasikan konservasi lingkungan dengan kelayakan ekonomi. Melalui upaya kolektif ini, para mitra menghubungkan produsen petani kecil dengan rantai pasokan global, memastikan bahwa manfaat keberlanjutan menjangkau pelosok-pelosok terpencil di kepulauan ini.

Maria Teresa L. Guzman, seorang petani dari Barangay San Isidro Nabunturan, berbagi sebuah refleksi yang menyentuh. “Jika saya tidak mempraktikkan pertanian terpadu, kami tidak akan bisa bertahan hidup.”

Sentimen ini bergema di seluruh ladang dan kebun, yang mendasari peran penting kakao dalam mata pencaharian ribuan orang. Kebun Maria, yang merupakan perpaduan antara pisang, kelapa, dan lebih dari seribu bukit kakao, menjadi bukti kekuatan transformatif agroforestri.

Dalam hal ini Maria tidaklah sendirian. Di Davao de Oro, kisah Liberato “Jun” Villahermosa Jr. dari Barangay Maco dan petani kecil lainnya menyoroti dampak nyata dari upaya-upaya ini. Dalam beberapa tahun terakhir, Kuya Jun, yang telah bertani selama puluhan tahun, mendapati dirinya bergulat dengan meningkatnya biaya pupuk dan kerumitan pengelolaan hama.

Namun, melalui inisiatifnya, ia telah beralih ke praktik agroekologi, seperti menggunakan mulsa organik dan mendiversifikasi spesies tanaman, yang secara substansial telah meningkatkan kesehatan tanaman dan tanahnya.

Merevitalisasi kakao melalui keberlanjutan berbasis masyarakat

Seiring dengan berjalannya pekerjaan SFITAL, lanskap Indonesia dan Filipina menyaksikan kebangkitan sektor kakao mereka.

Transformasi dalam kehidupan Maria dan Jun merupakan sebuah dunia kecil dari perubahan yang lebih luas yang ingin dicapai oleh proyek ini di seluruh lanskap tropis. Dengan mengintegrasikan teknik pertanian modern dengan pengetahuan tradisional, meningkatkan keberlanjutan ekologi, dan menghubungkan petani dengan pasar internasional, proyek ini mengubah cara budidaya kakao dan memastikan bahwa komunitas-komunitas ini dapat bertahan dalam menghadapi tantangan global.

Di era yang penuh ketidakpastian ini, para petani di Indonesia dan Filipina tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang. Ketangguhan mereka dan semangat inovatif dari proyek-proyek seperti SFITAL menabur benih harapan dan keberlanjutan yang menjanjikan hasil untuk generasi mendatang. Inisiatif ini tetap responsif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat berkat dialog yang berkelanjutan, mengumpulkan umpan balik langsung dari para petani yang ingin didukungnya.

Pelatihan Good Agriculture Practices (GAP) melibatkan pendekatan pembelajaran partisipatif dan praktik langsung. Foto oleh Syah Ali Achmad / Rainforest Alliance.

 


Acknowledgements 

The Sustainable Farming in Tropical Asian Landscapes (SFITAL) adalah proyek penelitian dan pengembangan selama lima tahun yang dirancang untuk menghubungkan produsen skala kecil dengan rantai pasok global secara berkelanjutan secara lingkungan, layak secara ekonomi, dan bertanggung jawab secara sosial. Sebagai organisasi pelaksana, ICRAF bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Rainforest Alliance dan Mars, Incorporated. Didanai oleh International Fund for Agricultural Development (IFAD), proyek ini bertujuan mendorong perubahan positif dalam produksi dan pengelolaan dua komoditas utama yang diperdagangkan secara luas untuk memperkuat ketahanan sektor tersebut.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan SFITAL, silakan hubungi Betha Lusiana (Indonesia) melalui email b.lusiana@cifor-icraf.org, Rachmat Mulia (Filipina) melalui email r.mulia@cifor-icraf.org.

Untuk informasi lebih lanjut tentang kegiatan CIFOR-ICRAF terkait perubahan iklim dan investasi lanskap, silakan hubungi Beria Leimona melalui email b.leimona@cifor-icraf.org.

Untuk informasi portal proyek: https://darikebunkelanskapsehat.id/ dan https://www.cifor-icraf.org/project/SFITAL/.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org
Topik :   Perubahan Iklim Pertanian ramah hutan

Lebih lanjut Perubahan Iklim or Pertanian ramah hutan

Lihat semua