Bagikan
0

Bacaan terkait

Perundingan iklim PBB 2019 akan mengambil tema besar “COP biru,” kata seorang peneliti bakau di lokasi konferensi COP24, Katowice, Polandia – ajang penting tahunan bagi ribuan delegasi dari seluruh dunia melakukan perundingan dan lobi-lobi mencapai kesepakatan tentang cara terbaik mengatasi isu pemanasan global.

Daniel Murdiyarso, peneliti senior karbon biru dan ilmuwan utama Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) membuat pernyataan tentang cara terbaik mengelola karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir dan laut dunia di  acara paralel yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman Indonesia.

Diberi julukan “biru,” karena hubungannya dengan lautan – 3,5 juta hektar hutan bakau Indonesia dan 0,3 juta hektar padang lamun menyimpan sekitar 3,5 miliar ton karbon. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengembalikan 52 persen hutan bakau.

Kita perlu memberikan fokus tidak hanya pada restorasi dan rehabilitasi, tetapi juga terhadap upaya melestarikan bakau utuh, kata Murdiyarso, seraya menambahkan bahwa kedua hal ini harus seiring sejalan.

"Jika kita bertindak serius terhadap bakau dan lamun, kita dapat dengan mudah memenuhi tujuan Paris"

Daniel Murdiyarso, peneliti senior CIFOR

“Bakau pesisir Indonesia dan padang rumput lamun tak tertandingi dalam hal efisiensi mengunci karbon, melestarikan dan memulihkan jawara lingkungan pesisir ini membangkitkan kepedulian sosial, lingkungan, dan ekonomi bagi masyarakat Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya menghadapi perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut,” ujarnya.

Berada di posisi strategis antara Samudra Pasifik dan Hindia, upaya Indonesia masih dirasakan kurang dalam menawarkan beberapa kerugian tutupan bakau terlebat di seluruh dunia. Empat puluh persen tutup bakau telah dihancurkan dalam tiga dasawarsa terakhir, sebagian besar karena kebutuhan perluasan Kawasan budi daya perikanan  – dengan kontribusi kurang lebih $ 2 miliar setiap tahun.

“Ada harapan bahwa jika kita bertindak serius terhadap bakau dan lamun, kita dapat dengan mudah memenuhi tujuan Paris, kata Murdiyarso, mengacu pada Perjanjian Paris tahun 2015 tentang perubahan iklim yang bertujuan menjaga pemanasan global – kesepakatan ini menjadi fokus proses negosiasi di Katowice.

Tahun 2016, Indonesia membuat definisi Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDCs) sebagai bagian dari Perjanjian Paris – bertujuan mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 834 juta ton, atau setara 1,1 miliar ton karbon dioksida dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

“Ambisi NDC Indonesia dapat dan harus ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat setempat dan pemerintah lokal,” kata Murdiyarso.

Strategi yang didukung hasil sains guna memulihkan bakau dan meningkatkan mata pencaharian juga harus mencakup isu pemetaan. Selain itu, mengaktifkan kerangka peraturan dan tata kelola di tingkat provinsi menjadi sangat penting guna memenuhi sasaran pembangunan rendah karbon dan menyelaraskan dengan agenda global.

“Enam persen kerusakan hutan bakau berkontribusi atas hilangnya hutan tahunan Indonesia, tetapi hingga sepertiga emisi dari sektor penggunaan lahan dapat dicegah setiap tahun jika hal ini dihentikan”

Daniel Murdiyarso

Mengapa Karbon Biru?

Moratorium deforestasi hutan bakau adalah salah satu rekomendasi yang menurut Murdiyarso sangat dibutuhkan. “Kerusakan bakau mencapai enam persen dari hilangnya hutan tahunan Indonesia, tetapi hingga sepertiga emisi dari sektor penggunaan lahan dapat dicegah setiap tahun jika kerusakan dihentikan,” ungkapnya seraya menjelaskan faktor efisiensi hutan bakau dalam menyimpan karbon yang jumlahnya dapat melampaui penyerapan jumlah karbon hutan tropis.

Membangun ketahanan iklim di antara komunitas paling berisiko di dunia adalah topik utama di COP24. Laporan Panel Antarpemerintah tentang perubahan iklim baru-baru ini menetapkan tenggat waktu 12 tahun untuk menghindari bencana iklim – dan masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang paling rentan jika ini terjadi.

Karenanya melindungi dan menjaga kesehatan ekosistem karbon biru harus menjadi prioritas terpenting. Selain penguncian karbon, bakau juga memberikan perlindungan dari banjir dan kenaikan permukaan laut, fenomena alam seperti tsunami dan topan, dan erosi pantai. Hutan bakau juga mengatur kualitas air dan meningkatkan ketahanan pangan – yaitu sebagai tempat pembibitan dan pemijahan bagi banyak spesies ikan.

Dalam presentasi yang disampaikan di COP24 Pavilion Korea, Daniel Murdiyarso berbagi foto-foto bakau asli provinsi Papua Barat dan kerusakan hutan bakau di pulau Jawa akibat tambak udang yang diterlantarkan. Ia menggarisbawahi bahwa aliran keuangan dalam situasi kontras ini berbeda dan harus diperlakukan secara unik.

“Melestarikan ekosistem utuh secara finansial lebih efektif daripada memulihkan yang terdegradasi,” katanya. Dari perspektif pasar karbon, moratorium konversi bakau dapat menghasilkan $ 3 miliar per tahun dalam biaya pengurangan.

Terdapat berbagai peluang kemitraan publik-swasta, yang akan membuat konservasi ekonomis. “Kami membutuhkan pemerintahan yang kuat dan koalisi antara lembaga pemerintah di seluruh kepulauan di Indonesia, peningkatan kapasitas penelitian, dan kemitraan yang dapat membangun ekonomi biru yang memberikan manfaat bagi masyarakat pesisir,” tambah Daniel dan menutup pembicaraannya.

Informasi lebih lanjut tentang topik ini hubungi Daniel Murdiyarso di d.murdiyarso@cgiar.org.
Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org