Berita

‘Padang Pasir Hijau ’atau hutan fungsional?

Riset terbaru menawarkan kerangka kerja penilaian manfaat hutan tanaman.
Bagikan
0
Hutan tanaman tidaklah selalu buruk asal ada perencanaan yang tepat. Agus Andrianto/CIFOR

Bacaan terkait

Hutan alam menyokong kehidupan dengan cara yang rumit. Ekosistem hutan berfungsi sebagai habitat bagi hewan dan manusia, mengatur kualitas udara, suhu dan siklus karbon, melindungi tanah dan kualitas air, membantu mitigasi perubahan iklim, dan banyak lagi.

‘Hutan tanaman’, yaitu sekumpulan pohon yang tumbuh melalui pembibitan spesies asli atau spesies baru, jarang berhasil sepenuhnya meniru kekayaan ekosistem hutan alam alami. Namun, dapatkah hutan tanaman memberikan manfaat bagi lingkungan dan bagi kesejahteraan manusia?

Sebuah penelitian terbaru yang dipimpin Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) yang bertujuan untuk membangun fondasi yang lebih baik dalam menilai kontribusi hutan tanaman terhadap fungsi ekosistem . Dalam sebuah artikel terbaru di jurnal Ecosystem Services, peneliti CIFOR dan Universitas Melbourne menawarkan sebuah kerangka kerja untuk menilai manfaat hutan tanaman.

Temuan mereka menunjukkan bahwa perkebunan dapat berkontribusi terhadap  fungsi lingkungan dan kita dapat menilai manfaat tersebut menggunakan pendekatan sederhana. Temuan ini akan mendorong pemahaman yang lebih atas beragamnya kapasitas hutan tanaman dalam memberi manfaat seperti kayu, kualitas air, sekuestrasi karbon atau manfaat habitat, serta kontribusinya pada tujuan restorasi bentang alam dan hutan.

‘HUTAN TANAMAN’?

Menurut ketua tim riset Himlal Baral, istilah ‘hutan tanaman’ sendiri bukannya tanpa kritik. Definisi umum Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa Bangsa (FAO), hutan tanaman mencakup segala hal dari upaya restorasi ekologis hingga hutan tanaman industri.

Kritik menyebut bahwa “perkebunan bukanlah hutan”, dan seringkali melabelinya dengan “padang pasir hijau” karena dianggap hanya memberi sedikit manfaat terhadap konservasi pada tumbuhan atau hewan.

Perkebunan dengan spesies yang tepat di tempat yang tepat dapat memberi berbagai manfaat, bukan sekadar kayu. Bergantung pada tempatnya di bentang alam, apa yang digantikan, bagaimana dikelola, dan seterusnya,

Hilmal Baral, peneliti CIFOR

Namun Baral menyatakan dampak negatif perkebunan lebih menunjukkan kegagalan kebijakan, perencanaan, manajemen dan pelibatan masyarakat. Bukan konsekuensi langsung dari perkebunan itu  sendiri.

“Perkebunan dengan spesies yang tepat di tempat yang tepat dapat memberi berbagai manfaat, bukan sekadar kayu. Bergantung pada tempatnya di bentang alam, apa yang digantikan, bagaimana dikelola, dan seterusnya,” katanya.

Meski perkebunan kayu sering memiliki reputasi yang buruk, katanya, namun dampaknya lebih terbatas dibanding pertanian atau pembangunan infrastruktur yang menyebabkan hilangnya hutan di wilayah tropis dan sub-tropis.

Masih menurut hasil riset tersebut, perkebunan kayu juga berpotensi untuk memberikan manfaat jangka panjang yang lebih besar bila dibandingkan dengan tanaman pangan atau pemanfaatan lahan lainnya oleh manusia. Termasuk didalamnya manfaat untuk merestorasi bentang alam dari hutan yang telah terdegradasi.

MENGUKUR JASA LINGKUNGAN

Definisi jasa lingkungan dari TEEB (Ekonomi Lingkungan dan Keragaman Hayati) yang sering dikutip adalah, “kontribusi langsung dan tidak langsung ekosistem terhadap kesejahteraan manusia” Definisi ini lebih jauh dibagi menjadi kemampuan menyediakan, mengatur, mendukung bagi habitat dan budaya.

Ekosistem hutan menyediakan pangan, bahan baku, dan obat-obatan. Ekosistem ini menyediakan udara dan air bersih, menjaga habitat berbagai spesies, dan melindungi nilai spiritual dan rekreasional bagi kesehatan mental dan fisik.

Dapatkah jasa ini disediakan oleh hutan tanaman, dan sejauh mana?

Dalam artikelnya, Baral dan rekan-rekannya mencoba menemukan jawaban dengan memperkenalkan sebuah kerangka kerja untuk mengkuantifikasi dan menilai fungsi ekosistem hutan alami dan hutan tanaman.

Menggunakan sistem klasifikasi umum, seperti yang digunakan dalam penelitian TEEB, kerangka kerja ini menyodorkan proses bertahap dalam mengidentifikasi kemanfaatan, menentukan alat penilaian yang tepat, analisis, sintesis dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pemangku kepentingan terkait.

Proses ini dirancang untuk meningkatkan transparansi, partisipasi dan efektivitas pengambilan keputusan, manajemen dan kerterlibatan terkait “hutan tanaman”.

PERENCANAAN LEBIH BAIK

Secara teori, penelitian menemukan bahwa hutan tanaman dapat lebih baik daripada pertanian dan peternakan di hampir seluruh fungsi ekosistem yang diukur. Dibandingkan dengan hutan alam, hutan tanaman umumnya lebih unggul dalam hal produksi kayu dan sekuestrasi karbon.

Kerangka kerja ini juga mempertimbangkan aspek pemerintah dan swasta terhadap hutan tanaman, dan apa artinya dalam akses fungsi lingkungan. Misalnya, untuk kayu dan produk hutan ‘langsung’ lainnya tidak dapat segera tersedia bagi masyarakat lokal, dibandingkan dengan hutan alam, sementara fungsi tidak langsung seperti air bersih dan air bisa didapatkan pada keduanya.

‘Nir-jasa’ ekosistem sebagian hutan tanaman tidak dipertimbangkan dalam kerangka penilaian, karena peneliti memandang hal ini sebagai akibat buruknya perencanaan dan perancangan. Dalam menguji kerangka kerja ini, memasukkan faktor dampak negatif dalam lembar penilaian menjadi penting untuk menyempurnakan perencanaan dan pengambilan keputusan investasi perkebunan.

Baral berharap penelitian ini mampu mendukung peningkatan pemahaman dan tata kelola hutan tanaman untuk kemanfaatannya bagi masyarakat dan lingkungan.

“Dengan memperluas area perkebunan produksi kayu di lahan terdegradasi, kita dapat mengurangi tekanan deforestasi hutan alam,” kata Baral.

“Populasi manusia meningkat dan makin sejahtera. Tuntutan produk hutan juga meningkat – kita perlu memenuhi kebutuhan itu,” katanya. “Dan jika Anda tidak memiliki perkebunan, Anda akan dapat menebangi hutan alam lebih ekstensif lagi.”

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org