Berita

Kalimantan Tengah Akan Selesaikan Strategi Daerah REDD+ Dalam 2 Bulan

Mampukan strategi daerah pengurangan emisi mencakup keterlibatan pemilik lahan kecil di tingkat desa.
Bagikan
0

Bacaan terkait

Photo dari Aidenvironment

PALANGKA RAYA, Indonesia (19 Juli, 2011) –  Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah berharap dapat menyelesaikan strategi daerah mengenai pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, atau REDD+, yang mungkin mencakup keterlibatan pemilik lahan kecil di tingkat desa, dalam waktu dua bulan mendatang, kata Alue Dohong, ketua satuan tugas penyusun dokumen tersebut.

Pemilik lahan seluas 2 hektar, misalnya, akan dapat mengajukan kapling mereka untuk menjadi proyek REDD+, kata Dohong di pelatihan jurnalis yang diselenggarakan oleh Center For International Forestry Research (CIFOR) di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, pada tanggal 15 – 18 Juli 2011. “Modelnya pemilik lahan kecil itu akan dibundling per desa atau beberapa desa” ke dalam satu proyek, kata Dohong.

Kalimantan Tengah pada bulan Desember tahun lalu terpilih sebagai propinsi percontohan untuk REDD+ di bawah sebuah perjanjian dengan pemerintah Norwegia, yang termasuk komitmen untuk membayar US$1 milyar kepada Indonesia jika berhasil mengurangi emisi di sektor kehutanan. Perjanjian tersebut menyebutkan bahwa pemerintah harus membuat strategi nasional dan strategi propinsi untuk propinsi yang terpilih sebagai percontohan.

Kalimantan Tengah juga bermaksud membangun sebuah badan pelaksana REDD+ di tingkat lokal serta unit yang melakukan pengukuran, memverifikasi dan melaporkan, atau yang lebih dikenal sebagai MRV, menurut Dohong pada pelatihan yang dihadiri oleh dua puluh jurnalis yang kebanyakan berasal dari Kalimantan. Strategi daerah ini juga akan melihat kemungkinan adanya kegiatan REDD+ di area penggunaan lain, atau APL, tidak hanya pada daerah yang diklasifikasikan sebagai hutan.

“Konsentrasi kegiatan masyarakat adanya di APL,” kata Dohong. “Kalau mau melibatkan komunitas, REDD+ harus bisa dijalankan juga di kawasan non-hutan.”

Propinsi ini merancang strategi daerah berdasarkan pada sebuah rencana nasional “yang hampir selesai”, kata Dohong. “ Kami berharap strategi daerah REDD+ itu bisa menjadi contoh bagi propinsi-propinsi lain.”

Kalimantan Tengah memiliki hutan dan lahan gambut ketiga terbesar di antara propinsi-propinsi di Indonesia dan merupakan produsen emisi kedua terbesar akibat deforestasi dan perubahan tata guna lahan. Pemerintah Indonesia telah menyatakan bahwa delapan propinsi kaya-hutan lain, yaitu Aceh, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat, juga akan dibantu dalam menerapkan REDD+.

Deforestasi, termasuk kebakaran lahan gambut dan penggunaan lahan lain, menghasilkan lebih dari 60 persen emisi gas rumah kaca Indonesia. Pelaksanaan REDD+ merupakan kunci bagi Indonesia untuk memenuhi komitmennya dalam mengurangi emisi sebesar 26 persen dari tingkat business-as-usual pada tahun 2020 dan 41 persen dengan bantuan dana dari luar.

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org