Berita

Ini saatnya mengambil risiko berinvestasi dalam bentang alam berkelanjutan

Risiko terlibat dalam investasi dan produksi ‘barang kotor’ ternyata lebih besar daripada investasi 'hijau'.
Bagikan
0
Berinvestasi bentang alam tropis, seringkali mempunyai beresiko besar, karena sulitnya pengawasan sebaran uang di lokasi terpencil tempat petani kecil tinggal, atau pekerjaan tsb dilakukan di negara dengan tata kelola lemah. Foto: Pixabay

Bacaan terkait

BOGOR, Indonesia: Jika sebatang pohon di hutan hujan tumbang, apakah investor peduli pohon benar-benar tumbang … atau ditebang?

Lebih banyak lagi investor peduli bagaimana dan mengapa pohon menimpa tanah hutan. Dan untuk sektor investasi publik dan swasta, ada cara canggih mengalirkan dana bagi bentang alam berkelanjutan, melalui proyek pemodalan pertanian, kehutanan atau pertambangan terverifikasi pencegahan deforestasi serta menghargai hak masyarakat lokal.

Investasi seperti ini di bentang alam tropis, seringkali mempunyai beresiko besar, karena sulitnya pengawasan sebaran uang di lokasi terpencil tempat petani kecil tinggal, atau pekerjaan tsb dilakukan di negara dengan tata kelola lemah.

Proyek-proyek ini juga bisa terhenti akibat perlawanan lokal atau tidak menguntungkan.

Beberapa lembaga keuangan merancang dana terstruktur yang didukung badan pemerintah dari negara donor menanggung beban setara dalam kehilangan utama saat kinerja buruk.

Makin tampak bagi investor bahwa ada risiko ketika terlibat dalam produksi ‘barang kotor’ … komoditas terkait deforestasi dan masalah sosial

Makin senior (lebih aman) tingkatnya, dana dapat diberikan menjadi utang daripada ekuitas, hingga menjamin modal terlindung dari kerugian, yang menarik investor swasta.

Bank Investasi Eropa (EIB), salah satu lembaga pencipta sekaligus pendukung metode tsb, menyuntikkan 200 juta Euro Dana Efisiensi Energi Global dan Energi Terbarukan (GEEREF).

GEEREF diawali dana dari Uni Eropa, Norwegia dan Jerman, kemudian bergabung investor swasta, yang menjamin keuntungan menjanjikan. Lembaga ini berinvestasi pada dana yang terfokus pada proyek energi terbarukan dan efisiensi energi di negara berkembang.

EIB “membawa pengalaman melapisi risiko proyek bagi pendana dan membagi risiko tersebut pada investor yang sesuai,” kata penasihat manajerial transaksi terstruktur dan dana investasi James Ranaivoson.

“Kami pikir hal ini cara terbaik meningkatkan dana publik dan jalan maju bagi pendanaan iklim.”

MENJADI HIJAU, MENUJU GLOBAL

Direktur penelitian hutan dan tata kelola Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) Steven Lawry menyatakan skema seperti itu tidak lagi “menarik, berdampak pada investor” dan kegagalan mencapai kriteria keberlanjutan kini menjadi agenda investor arus utama.

“Makin tampak bagi investor bahwa ada risiko terlibat dalam produksi ‘barang kotor’, yaitu komoditas terkait dengan deforestasi dan masalah sosial,” katanya.

Hal ini dapat memberi dampak biaya finansial langsung, kata Coralie David, analis kebijakan investasi pertanian di OECD.

Penelitian terhadap 39 investasi agribisnis skala besar oleh Bank Dunia dan Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB menunjukkan “bahwa dampak buruk terbesar adalah perebutan akses lahan. Perusahaan sering mengabaikan biaya konflik dengan masyarakat terdampak,” kata David.

Ia juga mengutip penelitian oleh Shift Project pada 2014 ketika satu perusahaan memperkirakan potensi biaya risiko non-teknis beragam proyeknya lebih dari 3 miliar dolar AS per tahun, menggambarkan persentase dua digit keuntungannya.

Reputasi juga menjadi faktor kunci, kata David, ketika LSM cepat menyebar pengetahuan produksi tak berkelanjutan yang meningkatkan kesadaran konsumen di negara maju.

Sementara investor terorganisir seperti dana pensiun biasanya berjarak dari perusahaan yang mereka biayai di pasar garis depan, dana ekuitas swasta langsung berpartisipasi dalam modal mereka.

“Mereka lebih dekat dan bertanggungjawab mengidentifikasi dan memitigasi risiko,” katanya.

“Jika mereka mendanai perusahaan pangan-agri yang merugikan masyarakat lokal, mereka terancam risiko reputasional.”

Reputasi penting bagi perusahaan besar, tetapi industri biasa kurang menawarkan insentif pada produsen domestik: risiko mereka berbeda

Ia mencatat perusahaan agri-pangan besar termasuk Coca Cola dan Pepsico, telah berkomitmen kuat membatasi dampak buruk pada masyarakat lokal dalam rangka mengurangi risiko reputasi merek mereka.

KONSUMEN DAN MEDIA SOSIAL

Beberapa sesi di pertemuan Forum Bentang alam Global mengenai investasi di London 10 Juni akan mengatasi pendekatan berbasis risiko pada investasi dalam bentang alam tropis.

Salah satunya akan mendiskusikan peran industri asuransi: jika lemahnya keberlanjutan memberi risiko, maukah investor meyakinkan diri  menghadapinya dan perusahaan perusahaan asuransi memberi nilai pasarnya?

Peneliti CIFOR, Lawry menyatakan kesadaran perlunya keberlanjutan telah diterjemahkan menjadi manajemen risiko umum oleh industri keuangan.

“Investor terdampak menyatakan begini: Jika Anda ingin memproduksi barang kotor, kami akan pinjamkan uang – tetapi dengan bunga tinggi setara tingginya dengan risiko meningkatnya ketelitian konsumen,” katanya.

Lawry percaya pergeseran ini adalah bagian dari gerakan yang lebih luas dalam manajemen bentang alam tropis: setelah 200 tahun kepemilikan hutan dan lahan pertanian oleh negara, meningkatnya konsumen, media (khususnya media sosial di tahun-tahun terakhir ini), dan agitasi investor pada produksi berkelanjutan telah mengurangi peran regulasi tradisional pemerintah.

“Juga karena semakin besarnya proporsi komoditas yang diproduksi di bawah kesepakatan tata kelola non-pemerintah” seperti skema sertifikasi atau inisiatif sukarela industri, katanya.

Rekan Lawry, Sophia Gnych meneliti motivasi perusahaan menerapkan standar sukarela berbasis-pasar.

“Risiko adalah kuncinya,” katanya. “Ini soal preservasi diri.”

Tetapi, katanya, tidak semua pemangku kepentingan rantai nilai komoditas tropis melihat dengan cara serupa.

“Reputasi penting bagi perusahaan besar, tetapi industri biasanya kurang menawarkan insentif pada produser domestik lebih kecil: risiko mereka beda,” katanya – khususnya dalam memandang biaya tinggi terkait mitigasi risiko keberlanjutan.

Salah satu perusahaan manajemen aset berbasis-AS menempatkan pendekatan baru ini pada prakteknya adalah Calvert, pimpinannya John Streur berbicara pada diskusi panel yang digelar CIFOR sebagai bagian Konferensi Bank Dunia mengenai Lahan dan Kemiskinan Maret lalu.

Streur menyatakan Calvert mengelola 13.5 miliar dolar AS investasi dalam perusahaan yang secara layak mengelola risiko “lingkungan, sosial dan tata kelola” dalam operasinya.

Firma tersebut melakukan “analisis investasi tradisional” pada mereka, kata Streur, selain penilaian pada lingkungan, hak masyarakat asli dan kriteria keberlanjutan lainnya.

Investor terdampak menyatakan begini: jika Anda mau memproduksi barang kotor, kita akan pinjamkan uang – tetapi dengan bunga tinggi setara tingginya risiko terkait meningkatnya ketelitian konsumen

Sektor finansial dapat berkontribusi pada “pendekatan sistem berkelanjutan untuk mengurangi risiko rantai suplai,” kata Streur, dengan menciptakan alat seperti “indeks nol-deforestasi/nol-degradasi menjadi standar performa” atau “larangan pemanfaatan buruh anak dan kerja paksa serta pengembangan Stok Karbon Tinggi, Nilai Konservasi Tinggi, dan lahan gambut”.

Sekali investor berkomitmen pada pertaruhan itu dalam perusahaan yang terpapar risiko itu, kata Streur mereka seharusnya “terlibat di ruang dewan” untuk memantau dan meningkatkan praktik mereka.

STANDAR INTERNASIONAL

Untuk membantu investor menemukan jalan melalui liku-liku standar internasional yang ada mengenai investasi bertanggungjawab, OECD dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB membuat Panduan Rantai Suplai Pertanian Bertanggungjawab yang akan dipublikasikan Juni, segera setelah Forum Bentang alam Global.

Panduan ini “menyempitkan daftar standar pada yang secara luas diakui melalui proses antar-pemerintah,” kata Coralie David.

Ini mencakup Panduan untuk Perusahaan Multinasional OECD yang diikuti 46 negara dan memasukkan mekanisme pengaduan untuk menyelesaikan perselisihan; dan Prinsip Investasi Bertanggungjawab Sistem Pertanian dan Pangan yang dikembangkan Komite Keamanan Pangan Dunia.

Koordinator global kerangka kerja penilaian tata kelola lahan Bank Dunia, Thea Hilhorst, menyatakan bahwa analisis inventarisasi oleh badan statistik nasional mengenai semua proyek investasi lahan yang ditetapkan pemerintah baik pada investor lokal dan internasional, bisa memberi data dan perbandingan yang diperlukan pemerintah untuk menyaring perusahaan masuk.

“Siapa investor yang benar-benar bertani dan bagaimana pemanfaatan lahan dan produktivitasnya? Apa manfaat bagi masyarakat lokal dalam arti tenaga kerja dan limpahan lain seperti teknologi pertanian kecil?

“Memberi pemerintah data ini dapat membantu mereka menilai risiko terkait proyek baru dan merancang kebijakan untuk investasi gagal. Jika yang ada tidak berhasil, lahan bisa direalokasi untuk proyek baru daripada membuka hutan baru,” kata Hilhorst, sekaligus mengingatkan bahwa menyaring semua proyek investasi melawan kriteria keberlanjutan mengenai peningkatan buruh dan pengetahuan serta membutuhkan kapasitas.

Dan ketika semua pohon terus tumbang di hutan, Lawry menyatakan bahwa ilmuwan tertarik mengukur dampak inisiatif yang didorong sektor non-pemerintah.

“Jika ikrar nol-deforestasi industri diterapkan, akankah mereka memberi dampak lebih daripada REDD+, yang merupakan model berpusat-pada-negara?” tanyanya.

“Kita terfokus pada hal ini – dan kita gembira akan hal ini.”

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org