Liputan Khusus

Diskusi bentang alam bisa menghidupkan lagi Perundingan Iklim PBB di Warsawa: negosiator

Jika hutan dipandang semata-mata sebagai mesin karbon, mungkin baik untuk perubahan iklim, tetapi sebenarnya buruk bagi banyak hal lain.
Bagikan
0
Hari Bentang Alam adalah kesempatan untuk benar-benar mempengaruhi apa yang akan terjadi di negosiasi COP19, yang masih merupakan bejana kosong untuk kehutanan, kata Tony La Vina, ahli kehutanan dari Philipina yang melakukan negosiasi perubahan iklim.

Bacaan terkait

BOGOR, Indonesia (6 November 2013) – Forum Bentang Alam Global yang didedikasikan bertepatan dengan perundingan perubahan iklim internasional mendatang di Warsawa yang menyoroti manfaat pendekatan holistik bagi manajemen pemanfaatan lahan serta dapat memberi strategi peran kunci dalam upaya menghambat pemanasan global, pendapat seorang negosiator iklim internasional.

Para negosiator diharapkan dapat memperluas cakupan perundingan daripada sekadar memecahkan masalah-masalah kontroversial terkait verifikasi emisi karbon di bawah skema REDD+ (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan) dukungan PBB, yang terhenti di negosiasi perubahan iklim di Doha, Qatar, tahun lalu.

“Sangat penting untuk memiliki Hari Bentang Alam sebagai pengaturan agenda,” kata Tony La Vina, ahli kehutanan yang melakukan negosiasi atas nama Filipina.

Pertemuan tingkat tinggi iklim Warsawa merupakan langkah penting menuju batas waktu 2015 guna mencapai kesepakatan iklim internasional baru dan menentukan kerangka kerja dua tahun ke depan. Namun, di kala para pengamat proses pembuatan kebijakan iklim bekerja keras bergulat dengan poin-poin kunci, mereka belum berharap bisa melihat satu keputusan besar yang dibuat pada pertemuan puncak, yang secara tidak resmi dikenal sebagai sebagai COP19.

“Ini adalah kesempatan untuk benar-benar mempengaruhi apa yang akan terjadi di negosiasi tersebut, yang masih merupakan bejana kosong untuk kehutanan, pemanfaatan lahan, dan pertanian. Bukan apa-apa, ini adalah kesempatan bagi masyarakat untuk menempatkan apa seharusnya ada dalam perjanjian,” kata La Vina.

Para negosiator diharapkan melanjutkan diskusi mengenai apakah pengurangan emisi yang diklaim negara harus diverifikasi oleh badan internasional independen atau oleh masing-masing negara.

Kompromi yang melibatkan analisis internasional mengenai laporan reduksi emisi sekarang sudah ada di atas meja, menyediakan rancangan tekstual yang bisa diputuskan di Warsawa.

Beberapa negosiator ingin menyertakan program REDD+ yang berfokus pada pendekatan integratif emisi karbon dengan menggabungkan sektor pemanfaatan lahan seperti pertanian dan kehutanan.

“Jika hutan dipandang semata-mata sebagai mesin karbon, mungkin baik untuk perubahan iklim, tetapi sebenarnya buruk bagi masyarakat, hutan dan keanekaragaman hayati,” ujar La Vina.

Beberapa sesi di Forum Bentang Alam Global di Warsawa akan terfokus pada REDD+, dampaknya terhadap bentang alam serta bagaimana pendanaan iklim yang ada serta mekanisme tata kelola dapat diperluas untuk mencakup pertanian dan sektor lainnya.

MENGHUBUNGKAN BERBAGAI SEKTOR UNTUK MITIGASI DAMPAK

Jika pendekatan bentang alam terpadu bisa menjadi agenda COP19, hal ini akan membuka pintu bagi para pembuat kebijakan mengatasi isu iklim yang makin mendesak karena pertumbuhan populasi global, dalam proyeksi PBB akan meningkat dari 7 miliar menjadi lebih dari 9,6 miliar pada tahun 2050, mendorong tingkat deforestasi yang sudah tinggi di daerah tropis dan memperburuk ancaman kesehatan.

Pada 2012, badan pangan PBB memperkirakan bahwa sedikitnya 870 juta orang kelaparan dan lebih dari 2 miliar menderita defisiensi mikronutrien, atau “kelaparan tersembunyi”.

Hubungan antara sektor pertanian dan kehutanan memiliki dampak yang signifikan pada kinerja dan jejak iklim.
Deforestasi, misalnya, bukan sekedar masalah hutan – pohon yang ditebang di seluruh dunia sering kali disebabkan karena meningkatnya kebutuhan makanan dan energi.

Di sisi lain, produksi pertanian bergantung pada layanan yang disediakan ekosistem sehat: Hutan secara global memasok sekitar 75 persen air yang layak digunakan. Pemanfaatan lahan bertanggung jawab atas sepertiga emisi gas rumah kaca global.

Pertanian, yang memberikan kontribusi sekitar 10 sampai 15 persen terhadap emisi gas rumah kaca , memiliki potensi mitigasi, kata Anette Engelund Friis, yang bertanggung jawab atas isu iklim Organisasi Petani Dunia.

Akan tetapi, pertanian belum dibahas dalam negosiasi perubahan iklim tingkat tinggi.

“Pertanian selalu menjadi isu politik, ” kata Engelund Friis menambahkan. “Itulah mengapa sangat penting ada lokakarya tentang pertanian dijadwalkan berlangsung di Warsawa, negosiator dapat mendiskusikan kompleksitas pertanian, dan mudah-mudahan ini dapat membawa pada keputusan COP masa depan mengenai program kerja ilmiah dan teknis (SBSTA) pertanian.”

Diharapkan program kerja baru SBSTA (Sub-badan Konsultasi Ilmiah dan Teknologi) akan dapat mendokumentasikan dan membagi pengetahuan tentang praktik-praktik pertanian maju untuk menginformasikan pengambilan keputusan bidang pertanian dan perubahan iklim sebagai strategi nasional telah disiapkan untuk mengatasi perubahan iklim.

Waktunya telah tiba untuk menempatkan pertanian di pusat perundingan iklim PBB, kata Friis, menambahkan bahwa dunia harus mengambil pendekatan yang koheren untuk pertanian.

“Sudah jelas bahwa pertanian memainkan peran besar dalam adaptasi perubahan iklim karena ketahanan pangan adalah kunci untuk kestabilan, ” katanya .

Lebih dari 200 negosiator iklim PBB telah terdaftar, dan lebih dari 350 orang diharapkan menghadiri Forum Bentang Alam Global, yang akan mempertemukan para pemangku kepentingan kehutanan, pertanian dan sektor berbasis lahan lainnya untuk bertukar ide, kata penyelenggara. Marcin Korolec, Presiden COP19 dan Menteri Lingkungan Polandia, akan menyampaikan pidato utama dan membuka sidang pleno utama.

PROPOSAL UNTUK PARIS

Berdasarkan landasan kerja di Warsawa, dan diikuti diskusi pada perundingan iklim PBB 2014 di Peru, muncul harapan tinggi bahwa penelitian bentang alam dan lobi terkait iklim akan memengaruhi kesepakatan pada perundingan di Paris tahun 2015.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi Terry Sunderland di t.sunderland@cgiar.org

Apakah Anda memiliki pertanyaan mengenai pendekatan lanskap dan nilainya untuk kebijakan perubahan iklim?

– Sampaikan ide-ide dan komentar Anda dalam dialog interaktif kami

Kebijakan Hak Cipta:
Kami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International (CC BY-NC-SA 4.0). Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews@cifor-icraf.org